Selamat malam semuanya!!! Bagaimana harinya? Mudah-mudahan semuanya menyenangkan, ya! Besok kita lanjut lagi, ya! Selamat beristirahat!
Setelah keluar dari ruang pemeriksaan, Nariza menunggu untuk mengambil obat. Memikirkan semuanya ini membuat membuat Nariza menjadi terbebani, kondisinya yang mulai memburuk kembali ditambah dengan Alisha.Tidak begitu lama Alisha datang dengan senyum khasnya dan duduk di sebelah Nariza yang sedang menunggu itu.“Bagaimana pemeriksaannya?” tanya Alisha pada Nariza dengan suara cerianya.Nariza mengangguk pelan. “Bagus kok, masih dalam tahapan bisa diatasi.” Lalu Nariza melihat ke arah Alisha dengan tatapan dalam. “Bagaimana dengan Kakak? Dokter mengatakan apa?”Alisha tersenyum mendengarnya. “Kakak cuma konsultasi biasa, kok. Lagian cuma dikasih beberapa vitamin dan suplemen penunjang kesuburan.”Setelah menimbang-nimbang beberapa saat akhirnya Nariza memutuskan untuk bertanya pada Alisha tentang apa yang mengganggu pikirannya.“Kak Al,” ucapnya pelan, suaranya terdengar hati-hati. “Kalau aku tanya sesuatu… Kakak janji jujur ya?”Alisha langsung menoleh. Keningnya berkerut, menangkap n
Siang itu, di sela kesibukannya di kantor OWL, Alisha menyempatkan diri menemani Nariza ke rumah sakit untuk kontrol rutin. Meski sebelumnya Nariza tampak santai, sesampainya di lobi rumah sakit, raut wajahnya sedikit berubah.“Kamu kenapa? Kok malah tegang?” tanya Alisha heran.Nariza buru-buru geleng. “Nggak, kok. Cuma … kayaknya aku pengen masuk sendiri aja, deh.”“Hah? Ngapain? Biar Kakak temenin,” balas Alisha cepat. “Lagian kakak mau antar kamu hari ini sekalian kakak tanya sama dokter gimana perkembangan kamu.”“Ih, kakak nggak liat apa aku tiap hari udah makin segar aja.” Nariza berkata santaiSaat itu, dari arah koridor ruang bedah, Larasati — dokter bedah rumah sakit itu sekaligus ipar Alisha, istri dari Raka Wicaksana — tampak berjalan ke arah mereka. Dengan masker tergantung di dagu dan jas dokter masih terpakai, Laras melambaikan tangan kecil.“Nah, tuh ada Kak Laras!” seru Nariza cepat, matanya berbinar. Hubungan Nariza dan Laras memang makin dekat sejak acara ulang tahun
Tamparan itu bukan sekadar menyakitkan, tapi juga menampar harga diri Bella. Amarahnya membuncah, dadanya sesak. Tanpa sepatah kata, Bella melangkah pergi dengan cepat, membawa serta luka harga diri dan kebencian yang tak kunjung padam kepada keduanya, terutama Alisha. Dia … jelas tidak akan membiarkan Alisha hidup bahagia begitu saja.Sementara itu Nariza dan Alisha saling pandang dengan penuh arti saat melihat Bella yang pergi meninggalkan mereka begitu saja. “Kak Al, aku rasa dia akan makin menggila setelah ini.” Nariza berkata dengan suara yang sedikit berat.Alisha belum menjawab dia hanya menarik napas dalam dan mengembuskannya dengan pelan. “Kamu … berani sekali memperlakukannya seperti itu.” Nariza melihat ke arah Alisha dengan senyum singkatnya. “Anggap saja kemarahan yang sudah lama kupendam, Kak. Sejak dulu dia memang sering menghina kita. Rasanya aku punya waktu yang pas untuk sedikit membalasnya.” Mendengar hal itu, Alisha terkekeh ringan. “Wah, ternyata kamu sekarang s
Sebelum dia benar-benar keluar dari OWL, Alisha tetap bekerja seperti biasa. Hari ini adalah hari terakhir dia bekerja di tempat ini sebagai sekretaris Zayden.Tidak ada perpisahan khusus, yang bertahan dan yang mengundurkan diri semua tampak lebih tenang dari beberapa hari sebelumnya. Kantor ini yang sebelumnya cukup ramai mendadak terasa sedikit sepi.Beberapa karyawan tampak sibuk membereskan berkas-berkas di meja mereka. Ada yang sudah pergi lebih dulu, ada pula yang bertahan menunggu jam pulang. Namun, yang jelas… kantor ini tak lagi sesibuk minggu-minggu lalu, krisis masih menerpa.Alisha berjalan ke arah lobi tapi baru saja keluar dari lift, sebuah suara membuatnya harus melihat pemiliknya. Bella.“Ah… ternyata kamu benar-benar berhenti, ya? Kupikir kamu masih akan bertahan dengan tidak tahu malunya memanfaatkan posisimu padahal sudah berbuat kesalahan.”Alisha tidak berniat menanggapi. Dia tetap berjalan, berusaha melewati Bella tanpa melirik sedikit pun.Namun tangan Bella leb
Di sebuah ruang kerja Star Fashion — perusahaan mode ternama yang berdiri megah di bawah naungan W Group — suasana siang itu terasa berat. Langit di luar mulai mendung, seolah ikut merasakan kemarahan yang mendidih dalam dada Tania Wicaksana.Wanita itu duduk di kursinya, wajahnya keruh, rahangnya mengeras. Jari-jarinya sibuk memijat pelipis, mencoba meredakan emosi yang sejak tadi mengendap. Pandangannya kosong menatap meja kerjanya yang dipenuhi berkas, namun pikirannya jauh lebih kacau daripada tumpukan kertas itu.Kesal. Frustrasi. Gagal.Tiga kata itu terus berputar dalam benaknya.Semua usaha yang ia lakukan selama ini—semua intrik, tekanan, dan permainan licik—selalu saja berakhir buntu. Membawa kembali Serena, yang tadinya dianggap kartu as, justru malah memperkeruh keadaan.Kalau bukan karena Vivian, batin Tania geram, aku tak akan sebodoh ini menyeret perempuan itu ke dalam permainan.Di hadapannya, Rima—sang asisten pribadi—berdiri dengan wajah sedikit tegang. Gadis itu bisa
Keduanya tiba di rumah saat matahari sudah terbenam, Alisha juga sudah mengatakan pada Nariza agar tidak perlu memasak makan malam, karena mereka sudah membawa makan malam untuk mereka santap bersama.Dalam perjalanan pulang ini keduanya terasa makin dekat, mungkin usaha Serena yang menginginkan mereka bertengkar dan hubungan mereka menjadi tidak baik, akan kecewa kalau tahu tentang ini.“Kalian perasaan sejak tadi makin lengket saja,” celetuk Nariza saat mereka sedang makan bersama di meja makan. “Curiga sebentar lagi aku akan mendapatkan keponakan nih.” Nariza menggoda pasangan yang ada di depannya ini.Mendengar hal itu Zayden langsung menjawab cepat, “Ah … maunya begitu, kamu … mau keponakan laki-laki apa perempuan?”Pertanyaan itu sontak membuat Alisha melebarkan matanya ke arah Zayden, dia jelas malu! Akan tetapi, hal itu membuat Nariza gemas melihat reaksi kakaknya sendiri.“Duh, istri Kak Zayden sepertinya–”“Eh udah makan saja dulu!” potong Alisha cepat, lalu kembali menyuapka