Share

Bab 8. Pembuktian

Author: Nychinta
last update Last Updated: 2025-02-28 14:54:05

Bukan cuma Alisha yang berakhir terbengong, tapi seisi ruangan seolah membeku, terlebih lagi Vivian dan Tania.

“Pa, Papa bilang apa? Hamil? Siapa yang hamil? Anaknya siapa?!” seru Vivian, sedikit terlalu panik untuk memproses pernyataan sang ayah.

Henry menghela napas, seolah putrinya baru saja menanyakan sesuatu yang sangat jelas. Ia lalu melirik Alisha, ekspresinya berubah lembut, sebelum mengumumkan dengan lantang, “Alisha sedang mengandung anak Zayden, dan karena itu, mereka akan menikah secepatnya!”

DUAR!

Seolah granat meledak di tengah ruangan, semua orang langsung berseru dan berbisik-bisik.

“Apa? Jadi, Zayden benar-benar punya pacar secara diam-diam dan tidak menyimpang?”

“Pacarnya bahkan sudah hamil! Bagaimana dia bisa dirumorkan menyimpang?!”

Melihat pernyataannya mengenai Zayden mulai tergeser, Tania yang masih tidak percaya dengan ucapan itu langsung berkata, “Kakek jangan mengada-ada. Mana mungkin Zayden menghamili wanita? Selama ini kita tahu dia ini kan menyimpang! Masa tiba-tiba bisa punya pacar? Hamil pula!”

Mendengar pernyataan barusan membuat Alisha mengumpat kasar dalam hati. Pun kalau memang benar Zayden tidak menyukai wanita, apa tindakan Tania membeberkan aib keluarga sendiri di depan banyak orang, termasuk tamu keluarga, bisa dibenarkan?!

Sungguh gadis kaya manja yang keterlaluan!

Namun, Alisha yang masih memusingkan soal ketidakadilan yang diterima Zayden, langsung membeku begitu mendengar Vivian angkat bicara.

“Apa kebenarannya sudah diperiksa?” kata tante Zayden itu. Suaranya terdengar manis, tetapi menusuk seperti belati. “Terlepas tuduhan Tania mengenai … preferensi Zayden, bukannya lebih bijak jika kita melakukan tes DNA? Kita harus memastikan anak dalam kandungan Alisha benar-benar milik Zayden, ‘kan?”

Bisikan di ruangan langsung semakin riuh.

“Benar juga, siapa tahu dia hamil dengan pria lain?”

“Bisa hamil di luar nikah, pergaulannya pasti tidak terjaga.”

Semua orang langsung memandang Alisha secara menusuk. Sebagian besar ada yang mempertanyakan kehamilannya, tapi lebih banyak yang merendahkannya karena hamil di luar nikah.

Ingin rasanya Alisha menangis karena semua orang secara tidak langsung menyudutkannya. Akan tetapi, dia berusaha tenang.

Alisha tidak akan membiarkan dirinya diinjak-injak begitu saja.

Mengangkat dagunya, Alisha melirik ke sekeliling ruangan. “Tolong tenang sebentar.”

Nada suaranya tetap lembut, tetapi penuh tekanan.

Zayden yang dari tadi memerhatikan Alisha dengan waspada mulai bertanya-tanya, ‘Apa lagi yang ingin wanita ini lakukan?’

Namun, mengingat sejauh ini Alisha begitu cerdik, Zayden memutuskan untuk diam.

“Sebenarnya, aku tidak hamil.”

APA?!

Semua orang langsung memasang wajah kaget, terutama Zayden yang ekspresinya berubah drastis. Rahangnya mengeras, dan ia langsung menarik tangan Alisha.

“Alisha…” desisan pria itu terdengar seperti ular yang siap menerkam mangsa. “Apa sebenarnya yang ingin kamu katakan? Bukankah kamu sendiri yang bilang kalau kamu hamil anak kita?” imbuhnya lagi dengan wajah yang sangat gelap, memperingatkan Alisha untuk kembali ke alur sandiwara yang disepakati.

Namun, Alisha melirik Zayden, lalu wanita itu pun menunduk, ekspresinya memancarkan rasa bersalah bercampur malu seiring dirinya berkata, “A-aku … aku berbohong.” Wanita itu bersikeras, lalu menambahkan seraya memukul dada Zayden pelan. “Tapi aku berbohong karena dirimu juga, Zayden!”

Semua orang terkejut.

Kakek Zayden yang awalnya memancarkan ekspresi penuh harap, sekarang langsung memasang wajah kecewa berat. Dia mencengkeram tongkat jalannya kuat.

“Jadi … d-dia … tidak hamil? J-jadi … Zayden benar-benar–” Pria tua itu tidak bisa berkata-kata.

Di sisi lain, Tania tertawa keras. “Lihat ‘kan, Kek? Sudah kubilang wanita itu penipu yang disewa Zayden untuk berpura-pura!” ucapnya, membuat Vivian di sisinya ikut tertawa.

Namun, saat semua orang hampir mempercayai tuduhan Tania, Alisha kembali berbicara.

“Tidak! Bukan begitu!”

Teriakan Alisha kembali terdengar, membuat semua orang kembali diam.

“Satu-satunya alasan aku berbohong adalah … karena aku kira Zayden berselingkuh!”

S-selingkuh?!

Semua kepala langsung menoleh ke Zayden, yang kini tampak lebih tercengang daripada siapa pun di ruangan itu.

“Dari dulu, aku meminta Zayden merahasiakan hubungan kami.” Alisha menunduk, suaranya terdengar lebih lirih dan menyentuh. “Aku takut latar belakangku yang sederhana tidak diterima oleh keluarga Wicaksana. Jadi, kami sepakat untuk menunggu sampai aku berhasil dalam karierku sebelum mengumumkan hubungan kami.”

Dia kemudian melirik ke arah Zayden dengan tatapan menusuk.

“Tapi … beberapa hari lalu, aku mendengar dari temanku bahwa Zayden pergi berkencan dengan wanita lain!”

Suasana langsung berubah drastis.

Tatapan tajam langsung mengarah pada Zayden.

Zayden tampak kaku. Ini bukan pertama kalinya dia berada dalam situasi penuh tekanan, tetapi kali ini dia benar-benar tidak menyangka akan dituduh seperti ini.

Alisha menggigit bibirnya, suaranya terdengar getir. “Aku kira dia dijodohkan dengan wanita lain … jadi aku nekat berpura-pura hamil untuk membatalkan perjodohan.”

Wajahnya mulai memerah karena malu. “Tapi ternyata, wanita cantik yang sahabatku lihat sedang berkencan dengan Zayden … adalah Tante Martha, mama Zayden sendiri!”

Satu detik.

Dua detik.

Tiga detik, dan….

“Ha ha ha ha ha!”

Seisi ruangan meledak dalam tawa.

Bukan hanya para tamu, tapi kakek Zayden, yang awalnya terlihat murka, kini ikut terbahak-bahak menertawakan akhir cerita yang konyol itu.

“Astaga! Bagaimana bisa selucu itu!?”

“Dia berbohong karena mengira Zayden berselingkuh?! Ha ha ha! Hebat, hebat!”

“Jadi, Zayden sering menolak perjodohan dan sampai dikira menyimpang … juga karena permintaan pacarnya sendiri? A ha ha, konyol sekali!”

Reaksi orang-orang yang langsung percaya dengan omongan Alisha membuat Zayden terperangah. Dia menatap wanita bertubuh mungil di sisinya itu, terpukau.

‘Wanita ini ….’

Merasa diperhatikan, Alisha menoleh dan pandangannya pun bertemu dengan Zayden. Wanita itu diam-diam tersenyum, lalu berbisik, “Lihat, aku hebat ‘kan, Pak Bos?”

Zayden pun tak elak tersenyum, lalu membalas, “Hmm, hebat.”

Balasan singkat Zayden dan juga senyuman pria itu membuat jantung Alisha berdetak kencang satu kali.

Sial, bosnya ini memang tampan.

Namun, di tengah suasana yang mulai ringan itu, sebuah suara kembali berucap, “Tidak! Tidak mungkin!”

Alisha dan Zayden sontak menoleh, dan keduanya pun langsung memasang wajah suram.

Lagi-lagi, yang memprotes adalah Tania.

Dengan wajah yang kesal diselimuti amarah, Tania menuding Alisha. “Ceritamu itu pasti karangan saja! Kalau memang benar, mana buktinya!? Beda dari orang lain, aku tidak akan semudah itu percaya sebelum ada bukti!”

Kegigihan Tania mulai membuat Zayden emosi, tapi sebelum pria itu berbicara, Alisha terlebih dahulu bersuara, “Bukti?” ulang Alisha. Dia menatap Tania lurus. “Kamu ingin bukti?”

Tania sedikit tercekat. Dia sadar pandangan Alisha yang tadi terkesan lembut dan polos, mulai berubah menjadi agak mengintimidasi.

Namun, Tania tidak bersedia kalah. “Ya, aku mau bukti! Coba berikan bukti padaku agar–”

Belum sempat Tania menyelesaikan kalimatnya, tangan kanan Alisha langsung menarik dasi Zayden yang berdiri di sebelahnya, memaksa pria itu sedikit membungkuk ke arahnya, dan–

CUP!

Tubuh Zayden menegang seketika.

Alisha sendiri membeku dalam posisinya, menyadari sepenuhnya bahwa bibirnya benar-benar menempel pada bibir pria yang seharusnya adalah atasannya itu!

Ya, Alisha mencium Zayden di depan semua orang, membuat seisi ruangan membeku dalam keterkejutan!

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (6)
goodnovel comment avatar
Pungky Dhian
ini cm smp bab 8 kah?
goodnovel comment avatar
Heri Wanti
hahahaha.... lucu. suka sama cerita. suka jg sama karakter FL nya. tangguh gak menye2 dan drama
goodnovel comment avatar
Evi Juwita
menarik saya suka ceritanya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Pak CEO, Tolong Lepaskan Aku!   Bab 244. Turut Bersedih

    Pertanyaan itu berputar-putar di kepala Alisha.Menangis?Apa tidak apa-apa?Apa boleh?Apa itu tidak terlihat cengeng?Alisha masih diam, sejujurnya dia terus menahan, hanya saja … dia selalu harus terlihat kuat. Tidak boleh bersedih karena itu, adalah sebuah kelemahan.“Keluarkan kesedihanmu dan biarkan jiwamu menjadi sedikit lebih tenang, hehm.” Zayden menangkupkan tangannya ke pipi Alisha.“Jangan memendamnya, karena aku … tidak ingin kamu … terluka lebih jauh dan menderita terlalu dalam,” sambung Zayden lagi.Alisha masih diam, matanya masih menatap lurus ke depan.“Lakukanlah, itu bukan suatu kejahatan, keluarkan apa yang kamu rasakan,” ucap Zayden lagi.“Apa … itu tidak terlalu … lemah?” Alisha berkata pelan.Zayden menghela napas. “Kamu nggak harus begini. Nggak apa-apa kalau kamu mau nangis… aku di sini, Al.”Suara itu… Lembut, hangat, dan entah kenapa justru membuat dinding pertahanan yang selama ini Alisha bangun mulai retak.Zayden menggeleng pelan, senyum tipisnya menyert

  • Pak CEO, Tolong Lepaskan Aku!   Bab 243. Apa Itu Harus?

    Alisha cukup terkejut dengan apa yang dilakukan Kevin, keningnya sedikit mengerenyit, belum sempat berpikir jauh tentang tingkahnya itu, lagi-lagi Kevin bersujud padanya, kepalanya nyaris menyentuh ujung kakinya.“Kak Alisha maafkan aku,” ucapnya lagi dengan suara yang terdengar lirih sekali.“Semua salahku … semua salahku ….” Lagi-lagi Kevin berkata dengan sangat pilu, siapa pun yang mendengarnya tentu akan merasakan kalau dia penuh dengan penyesalan dan merasa sangat kehilangan. Kehilangan yang cukup dalam yang tidak mampu dikeluarkan sepenuhnya. Bahkan ini cukup membuat Kevin sangat menderita.“Bangunlah,” ucap Alisha datar.Hanya saja sepertinya perintah Alisha barusan tidak terlalu diindahkan oleh laki-laki itu. Di maish terus bersujud dan beberapa kali mengentukkan keningnya ke lantai.“Bangun dan jangan bertindak konyol di depan jenazah adikku!” Dia berkata dengan cukup tegas. Membuat Kevin akhirnya berusaha untuk bangkit.Dia terlihat sangat kacau, Alisha menatapnya tajam. Wala

  • Pak CEO, Tolong Lepaskan Aku!   Bab 242. Permohonan Maaf

    Alisha membuka matanya, saat itu yang pertama kali dilihat olehnya adalah Zayden. Menyadari sesuatu, Alisha langsung duduk dan wajahnya terlihat panik.“Iza … Iza dia … dia …!” Alisha tidak bisa mengeluarkan kata-kata, otaknya terasa tidak sanggup untuk berpikir banyak. Napasnya kembali memburu, hingga akhirnya Zayden membawanya dalam pelukannya.“Sabar, Sha, sabar,” ucap Zayden pada Alisha sambil mengelus kepalanya.Alisha diam, dia hanya memejamkan matanya dan mencoba untuk mengatur napasnya. Rasanya sangat sesak sekali. Sulit baginya untuk menerima semua ini.Zayden mengendurkan dekapannya, menjepit dagu Alisha hingga mata mereka bertemu, Zayden memandang dalam, sementara tatapan Alisha terasa sangat kosong dan hampa.“Sha, semuanya sudah takdirnya masing-masing.” Zayden berkata dengan tenang, setidaknya dia harus membuat Alisa bisa menerima semua ini.Hanya saja, Alisha tidak memberikan reaksi apapun, jangankan menangis, saat ini ekspresinya hanya diam dengan tatapan kosong. Hal in

  • Pak CEO, Tolong Lepaskan Aku!   Bab 241. Mengejutkan

    Sesampainya di apartemen, setelah pulang dari pengadilan, Nariza masuk ke dalam kamarnya. “Kak aku istirahat dulu,” ucapnya pada Alisha.“Ya, istirahat saja, Kakak juga mau ke atas dulu.” Alisha langsung ke kamarnya, sementara Nariza dibantu perawatanya berjalan ke kamar. Sebelum benar-benar ke atas, Alisha berpesan pada Nariza, “Kamu jangan lupa minum obatnya Iza, kalau ada apa-apa–”“Iya-iya! Kakak tenang saja. Kan udah ada suster juga kan yang tahu persis jadwal minum obatnya.” Nariza terkekeh pelan.Alisha mengangguk sambil tersenyum.Sesampainya di kamar, Alisha langsung menghubungi Zayden.“Bagaimana semuanya? Lancar?” tanya Zayden.“Ya, sesuai dengan perkiraan kita sebelumnya dan Kevin … sepertinya dia juga tidak membantah sedikit pun.” Alisha memberikan laporannya pada suaminya.“Baguslah, tapi … apa tadi Kevin tetap datang sendiri? Maksudku, di sana tidak ada Tante Vivian?” tanya Zayden lagi.“Ya dia hanya datang dengan pengacaranya saja.”“Lalu, bagaimana keadaan Nariza? Apa

  • Pak CEO, Tolong Lepaskan Aku!   Bab 240. Penyesalan Terdalam

    Kevin melihat Nariza, jantungnya berdegup kencang, Narisa yang kini berdiri di hadapannya sungguh jauh berbeda dengan Nariza yang dia lihat sebelum masuk rumah sakit. Saat ini gadis itu terlihat kian kurus dengan wajah yang makin pucat, tentu hal ini membuatnya merasa sangat merasa bersalah.“Zaza kamu pucat sekali, apa kamu baik-baik saja?” tanya Kevin dengan nada khawatir. Dia ingin meraih wajah gadis itu, tapi saat tangannya terangkat setengah di udara, dia langsung menghentikan gerakannya – tidak pantas rasanya. Dia lalu menurunkan kembali tangannya dan mengepal erat di samping tubuhnya.Nariza hanya tersenyum samar.“Aku baik-baik saja, terima kasih karena sudah menyesali semuanya.” Nariza berkata datar sambil tersenyum.“Maaf,” ujar Kevin lagi, matanya memandang dalam ke arah Nariza, “Aku juga minta maaf karena terlalu tidak berani untuk menemuimu selama kamu ada di rumah sakit.” Suara Kevin terdengar serak.Sebenarnya saat mengetahui Nariza mengalami perawatan di rumah sakit, se

  • Pak CEO, Tolong Lepaskan Aku!   Bab 239. Proses Persidangan

    Beberapa waktu berlalu, Nariza mulai menunjukkan kalau dirinya sudah lebih baik dan dua hari ini dia sudah ada di ruang perawatan biasa. Alisha selalu menemaninya seperti biasa. “Kakak, aku mau pulang,” ucap Nariza pada Alisha, saat Alisha baru saja duduk di dekatnya.Alisha hanya tersenyum singkat. “Boleh pulang kalau kamu benar-benar sudah sembuh! Kalau sampai kejadian seperti waktu itu bagaimana?” Alisha berkata dengan suara cukup berat.“Aku sudah pulih kok, Kakak dengar sendiri kan tadi dokter bilang apa?” Nariza berkata dengan datar.“Iya, tapi tetap harus dalam pengawasan, Kakak gak mau liat kamu masuk ruang ICU lagi.” Alisha berkata dengan tegas.“Iya, Kak, cuma aku beneran nggak mau di rumah sakit lagi. Bagaimana kalau pas kita pulang, kita pergi liburan saja?” Nariza berkata dengan nada ceria, namun detik berikutnya wajahnya menjadi murung.“Tapi kayaknya nggak mungkin deh, ya.” Dia kembali menambahkan dengan nada melemah.“Kalau kamu mau ayo kita lakukan!” Alisha berkata de

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status