Share

Bab 10

Setelah melakukan cukup banyak persiapan, Wina masuk ke sebuah mobil Maybach. Dia dijemput oleh asisten Emil yang bernama Jovin.

Wina mengira Jovin akan langsung mengantarnya ke rumah Emil. Dia tidak menyangka Jovin membawanya ke mal dan masuk ke salon.

Rambut Wina yang sepanjang pinggang itu ditata ke atas. Sanggul modern. Wajahnya dirias dengan tipis, tetapi sangat indah. Tubuhnya mengenakan gaun malam mahal yang seakan disiapkan khusus untuknya. Sangat sempurna. Selain itu, lehernya mengenakan kalung berlian seharga puluhan miliar. Semua ini membuat sosok Wina tampak elegan.

Ketika becermin, Wina merasa sangat aneh. Yang dipantulkan cermin itu seperti bukan dirinya, melainkan seperti Winata.

Jika Jihan melihat dirinya seperti ini, Jihan mungkin akan mengira dia sengaja meniru Winata.

Memikirkan hal itu, Wina hanya bisa mentertawakan dirinya sendiri.

Setelah transformasi selesai, Jovin segera mengantar Wina ke sebuah bar.

Bar yang didatangi Wina ini merupakan bar termahal di Kota Aster. Hanya orang-orang yang sangat kaya dan terhormat sering mengunjungi bar tersebut.

Bar tersebut sangat menjaga privasi para pelanggan yang datang. Tidak ada kamera pengawas sama sekali. Kalaupun ada, akan sulit untuk mendapatkannya.

Alasan itulah yang membuat banyak anak dari keluarga kaya raya suka melakukan hal-hal mesum di bar itu.

Emil memilih tempat seperti itu sudah pasti ingin menikmati Wina tanpa ampun.

Memikirkan dia akan dipaksa bercinta, detak jantung Wina saat ini melonjak secepat lift yang dia naiki.

Saat hampir tiba di lantai atas, Wina baru menenangkan diri. Dia meremas tas di tangan, mengikuti Jovin keluar dari lift dan berjalan ke sebuah ruangan VIP.

Jovin mengeluarkan sebuah kartu VIP. Setelah digesek, pintu otomatis mewah itu perlahan terbuka.

Begitu pintu terbuka, nuansa lampu remang-remang dan musik klasik barat masuk ke mata dan telinga Wina.

Hal tersebut mengejutkan Wina. Menurutnya, Emil seharusnya lebih suka tempat yang seperti kelab. Namun, dekorasi di ruangan itu berbeda, terlihat sangat mewah. Alunan musiknya bahkan tidak memekakkan telinga seperti di kelab. Sebaliknya, sangat nyaman di telinga.

Ketika Wina berdiri di depan pintu dan melihat sekeliling, sebuah tangan besar dan kuat tiba-tiba meraih pinggangnya.

Emil memeluk, menundukkan kepala dan mencium pipi Wina. "Sayang, hari ini kamu cantik sekali," ujarnya.

Mendengar itu, Wina sangat ingin muntah. Dia menoleh untuk menghindari sentuhan Emil, tetapi tatapannya tanpa sengaja tertuju pada pria yang duduk di area sofa.

Pria itu mengenakan kemeja putih. Bagian kerah yang sedikit terbuka itu memperlihatkan tulang selangka yang memikat.

Lengan kemejanya digulung sampai melewati siku. Jari-jari yang panjang itu sedang memegang gelas anggur.

Anggur merah di dalam gelas itu semerah darah karena pengaruh ruangan cahaya yang remang-remang. Bagaikan anggur merah itu, mata pria yang sedang menatap Wina begitu merah dan tajam seakan-akan bisa menembus orang.

Wina tidak menyangka Jihan juga berada di sini. Dia sedikit terkejut.

Awalnya, dia mengira Jihan dan Emil tidak berada di kalangan yang sama.

Keluarga Lionel termasuk dalam keluarga konglomerat dan menguasai jalur penting ekonomi se-Asia. Sedangkan Keluarga Rinos hanyalah keluarga berpengaruh di Kota Aster. Jika dibandingkan dengan Keluarga Lionel, bisa dikatakan mereka masih bukan apa-apa.

Oleh karena itu, Wina tidak menyangka dua orang dari latar belakang yang sangat berbeda itu bisa kumpul bersama di tempat hiburan semacam ini.

Wina tiba-tiba merasa beruntung karena hari itu dia tidak jadi menelepon Jihan. Kalau tidak, dia tidak hanya akan malu, tetapi juga harus menghadapi penolakan Jihan yang kejam.

'Mana mungkin Jihan akan menyinggung perasaan sahabatnya hanya demiku?'

'Tapi ... kenapa dia menatapku seperti itu?'

'Apa dia marah karena melihat aku dicium pria lain?'

Tepat ketika pikiran Wina sedang melayang-layang, Jihan tiba-tiba mengalihkan pandangannya. Seakan-akan tatapan Jihan sebelumnya hanyalah pandangan biasa.

Melihat itu, hati Wina seperti tersengat sesuatu. Perih. Wina pun berpikir dalam hati, 'Ya, mana mungkin orang sedingin Jihan peduli aku dicium pria lain atau tidak.'

Selanjutnya, Wina juga mengalihkan pandangannya. Dia berkonsentrasi menangani Emil, "Pak Emil, kenapa kamu bawa aku ke tempat seperti ini?"

Sambil mencubit wajah Wina dengan penuh kasih, Emil berkata, "Aku kenalin kamu sama beberapa temanku dulu. Habis itu, kita baru pergi melakukan sesuatu yang menarik."

Mendengar itu, ekspresi Wina seketika berubah. Wina berpikir tampaknya dia harus segera menemukan cara untuk melarikan diri.

Ketika sedang memikirkan cara menghadapi Emil, Wina tiba-tiba didorong maju oleh Emil ke depan Jihan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status