Share

Bab 11

"Pak Jihan, perkenalkan ini pacarku, Wina Septa."

Wina tertegun sejenak ketika Emil langsung memperkenalkan dirinya kepada Jihan.

Wina tidak menyangka status yang selama ini dia harapkan justru diberikan oleh pria mesum ini. Sedangkan pria yang dia rindukan hanya menggoyangkan gelas anggur tanpa melihat ke arahnya.

Sikap Jihan seperti semua yang terjadi di tempat itu tidak ada hubungan dengan dirinya. Sikap yang sungguh dingin dan tak berperasaan.

Melihat Jihan tidak tertarik sama sekali, Emil segera mengangkat dagu Wina sambil berkata, "Pak Jihan, lihatlah, dia mirip dengan Winata, 'kan?"

Hari ini Emil pergi ke Grup Nizari untuk mendiskusikan sebuah proyek. Di sana, dia bertemu dengan Winata yang terlihat sangat mirip dengan Wina.

Setelah mencari informasi, Emil mengetahui Winata baru saja pulang dari luar negeri dan merupakan wanita yang dekat dengan Jihan.

Kemudian, Emil buru-buru pergi ke Grup Lionel. Dengan menggunakan wajah Wina yang mirip dengan Winata, Emil pun berhasil mengundang Jihan.

Emil berpikir, Karena Jihan sudah bersedia untuk datang, jadi dia harus menggunakan kesempatan ini untuk mendapatkan proyek di Kota Sinoa.

Mendengar perkataan Emil, Jihan perlahan mengangkat mata yang dingin itu dan melihat Wina dari atas sampai ke bawah seperti orang asing.

Mata Jihan bagaikan ditutup kabut. Tidak ada yang bisa melihat emosi apa pun dari matanya.

Setelah melihat Wina sejenak, dia berkata dengan pelan, "Nggak bisa dibandingkan dengan Winata."

Perkataan yang seperti pisau itu menusuk hati Wina. Sakit tapi tak berdarah.

"Tentu saja, dia nggak bisa dibandingkan dengan Nona Winata."

Emil meraih dagu Wina. Dengan tatapan seakan-akan sedang melihat spesies rendahan, dia berkata dengan nada mencibir, "Dia adalah gadis yatim piatu, jadi nggak punya latar belakang yang kuat ataupun berpengaruh. Sedangkan Nona Winata adalah putri semata wayang Keluarga Nizari yang terpelajar dan sangat cerdas. Mana mungkin mereka berdua bisa jadi bahan perbandingan?"

'Benar, mana mungkin aku bisa bersaing.'

'Di mata JIhan, aku hanyalah pengganti. Mana mungkin bisa dibandingkan dengan wanita pujaan hati yang asli.'

Wina diam membisu, tetapi hatinya terasa sangat sakit.

Emil sengaja mencemooh Wina dan memuji Winata hanya untuk membuat Jihan senang.

Namun, Jihan terlihat tidak peduli, bahkan tidak melihat Emil. Dia terus menunduk sambil menggoyangkan gelas anggur di tangannya itu.

Berpikir Jihan sepertinya tidak tertarik dengan topik semacam itu, Emil tidak melanjutkannya lagi. Dia menarik Wina dan duduk di seberang Jihan.

Ketika mereka baru duduk, seorang pria yang mengenakan jas mahal tiba-tiba menuangkan segelas anggur dan menyerahkannya kepada Wina.

"Nona Wina, 'kan? Bisa minum?" tanya pria itu.

Wina tidak tahu siapa pria itu, jadi dia tidak berani minum.

Wina takut pria itu memasukan sesuatu ke dalam anggur itu. Jika demikian, Emil akan punya kesempatan untuk menidurinya sesuka hati.

Melihat sikap Wina yang bimbang begitu, pria itu tersenyum kecil dan berkata, "Tenang, nggak ada obat di dalamnya."

Senyum itu terlihat tulus dan membuat Wina merasa sedikit lega.

Setelah mengambil gelas anggur itu, Wina hanya menyesap sedikit. Dia tetap tidak berani menelan semuanya.

Melihat hal itu, seorang wanita yang duduk di sebelah pria itu langsung menyindir.

"Tuan Muda Emil, pacarmu kali ini sungguh nggak berkelas. Jefri sudah baik hati menuangkan anggur untuknya, tapi dia malah bersikap waspada dan nggak berani minum. Sungguh nggak sopan."

Pria yang dipanggil Jefri itu adalah sepupu Jihan, Jefri Lionel. Dia juga seorang playboy, tetapi tidak semesum Emil.

Wina tidak pernah bertemu keluarga maupun teman Jihan ketika bersamanya. Oleh karena itu, ini pertama kali Wina bertemu Jefri.

Setelah melirik beberapa kali, Wina merasa Jefri sedikit mirip dengan Jihan. Hanya saja, Jefri tidak sedingin Jihan. Sebaliknya, dia sangat lembut.

Ekspresi wanita itu menjadi masam ketika melihat Wina sama sekali tidak merespons sindirannya.

Biasanya, orang lain akan langsung mengerti maksud dari sindiran itu adalah untuk menghabiskan anggur.

Wanita itu merasa jika Wina langsung minta maaf kepada Jefri dan menghabiskan anggur itu dalam seteguk, masalah ini tidak perlu diperpanjang lagi. Akan tetapi, Wina malah pura-pura tidak mengerti. Sungguh tidak bisa membaca situasi.

Wina tentu tahu maksud sindiran itu, tetapi sindiran itu diucapkan kepada Emil. Karena tidak memintanya secara langsung untuk minum, Wina pasti memilih pura-pura tidak mengerti.

Karena tidak puas, wanita itu mengingatkan Emil, "Tuan Muda Emil, hari ini kamu bisa ketemu Pak Jihan berkat bantuan Jefri lho. Kalau nggak, kamu nggak akan bisa ketemu Pak jihan, apalagi mendiskusikan proyek. Sekarang, pacarmu segelas anggur pun nggak minum. Apa nanti bisa ikut bersenang-senang?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status