Share

Bab 5

Winata memperkenalkan diri dan mengucapkan beberapa kata, lalu mengikuti Hani ke ruang kantor CEO sambil mengait lengan Jihan.

Vivi terus melihat mereka berdua dengan ekspresi iri di wajahnya dan berkata, "Hari ini pertama dia menjabat, Pak Jihan secara pribadi mengantarnya. Apakah ini yang dinamakan keromantisan antara bos dan istri manisnya?"

Yuna meletakkan tangannya di bahu Vivi dan berkata, "Kamu nggak ngerti. Setelah kembali, dia langsung jadi CEO. Para pemegang saham perusahaan ini pasti nggak akan senang. Jadi, hari pertama menjabat, Pak Jihan secara pribadi mengantarnya hanya untuk memberi tahu para pemegang saham itu bahwa Keluarga Lionel mendukungnya di belakang!"

Vivi meletakkan tangan kecilnya di dagu dan terlihat sangat iri sambil berkata, "Ternyata ingin membantu 'istri' kecilnya, ya. Pak Jihan sungguh penyayang."

Yuna juga merasa iri dan berkata, "Kalau dia bukan putri direktur utama, mana mungkin pria berkuasa di Kota Aster tertarik padanya."

Vivi menggelengkan kepalanya karena tidak setuju. "Bu Winata sangat baik, berpendidikan tinggi dan cantik. Ngomong soal wajah ...." Vivi menoleh ke Wina dan lanjut berkata, "Menurutku, Wina mirip dengan CEO baru kita, 'kan?"

Yuna juga ikut menoleh dan berkata, "Eh, benar juga. Sekilas terlihat agak mirip, tapi menurutku Wina lebih baik!"

"Kalian jangan asal bicara," ujar Wina dengan wajah pucat. Dia lalu bangkit dan pergi ke toilet.

Melihat Wina yang berjalan pergi itu, Vivi sedikit khawatir dan bertanya, "Wina kenapa?"

"Mungkin cemburu karena wajahnya mirip dengan CEO itu, tapi kehidupan mereka berbeda!" cibir Yuna.

Vivi tidak mengatakan apa-apa lagi. Dia tahu Yuna selalu bermuka dua, jadi dia merasa lebih baik tidak mengatakan apa pun lagi padanya.

Di toilet. Wina segera mengeluarkan obat jantungnya untuk menekan rasa sakit. Dia menelan obat itu tanpa minum air.

Setelah menenangkan diri cukup lama, dia menyalakan keran, membilas wajahnya dengan air dingin, lalu menatap dirinya di cermin.

Dia disiksa oleh penyakit, wajahnya pucat, tubuhnya sakit-sakitan dan lemah. Sedangkan Winata ....

Saat Wina termenung, terdengar pintu toilet dibuka dan Winata yang mengenakan hak tinggi itu berjalan masuk.

Wajahnya halus dan lembut, putih dan kemerahan, seluruh tubuhnya memancarkan kemuliaan dan keanggunan. Selain itu, dia juga berpendidikan tinggi. Kecantikan dan kecerdasan itu tidak akan pernah bisa ditandingi oleh Wina.

Ketika mata mereka saling bertemu, Wina tiba-tiba merasa sedikit rendah diri. Wina dengan cepat menundukkan kepalanya, mengambil tisu secara buru-buru, lalu berbalik dan hendak pergi.

"Tunggu sebentar."

Winata tiba-tiba menghentikannya.

Jantung Wina langsung berdebar kencang dan dia membeku di tempat seolah-olah telah melakukan kesalahan.

Jelas-jelas dia hanya korban yang dijadikan sebagai pengganti. Jelas-jelas dia tidak berbuat apa-apa, tetapi dia tetap merasa malu di hadapan Winata.

Winata menghampiri Wina dan tersenyum lembut sambil berkata padanya, "Kamu adalah asisten yang di kantor CEO, 'kan?"

Wina menekan kekacauan di hatinya. Sambil menunduk, dia mengangguk ke Winata dan menjawab, "Ya."

Winata melihat jam tangannya, lalu berkata kepada Wina, "Tiga puluh menit lagi aku akan mengadakan rapat umum bersama pemegang saham. Bisa tolong buatkan aku kopi dan antarkan ke kantor CEO?"

Wina tahu Jihan masih berada di ruang kantor CEO dan ingin menolak, tetapi dia belum mengundurkan diri, jadi masih harus melakukan apa yang diperintahkan atasannya.

Wina tidak punya pilihan selain menganggukkan kepala dan setuju. Dia berpikir, dia akan membuatkan kopi itu, lalu meminta Vivi atau yang lainnya untuk mengantar kopi itu ke Winata.

Setelah berterima kasih, Winata berjalan keluar dengan ekspresi dan aura seperti seorang CEO.

Kepercayaan diri dan kecantikan Winata sangat kontras dengan Wina.

Wina yang sedang sakit itu seperti versi palsu Winata. Hal ini membuat Wina merasa dirinya tidak berharga.

Wina diam ditempat, linglung sejenak. Setelah menenangkan diri, dia keluar dari toilet dan langsung menuju ke pantri kantor.

Setelah membuatkan kopi untuk Winata sesuai selera direktur utama, Wina hendak meminta Vivi dan yang lainnya untuk membantu mengantarkan kopi ke kantor CEO.

Namun, mereka semua sudah dipanggil untuk membereskan ruang rapat. Oleh karena itu, Wina harus mengantarkan kopi tersebut sendiri.

"Masuk," ujar Winata dengan lembut dari dalam.

Wina tahu bahwa dia akan canggung ketika masuk ke dalam.

Setelah mempersiapkan diri dan mengumpulkan keberanian, Wina akhirnya membuka pintu dan berjalan masuk.

Saat pintu terbuka, dia melihat Winata duduk di pangkuan Jihan.

Meskipun Wina sudah siap secara mental, ketika melihat pemandangan itu, tangannya yang memegang kopi itu mendadak gemetar sejenak.

Wina yang takut ketahuan segera menunduk. Dia pura-pura tidak peduli dan berkata, "Bu Winata, kopi Anda sudah siap."

Winata terlihat sedikit malu, lalu berkata pada Wina, "Taruh saja di sana."

Wina mengangguk, meletakkan kopi di meja, lalu berbalik dan berjalan keluar tanpa melihat ke arah Jihan sama sekali.

Setelah meninggalkan kantor CEO, kaki Wina terasa lemas. Dia berpegangan pada dinding untuk mendapatkan sedikit keseimbangan.

Posisi itu adalah posisi favorit Jihan. Wina juga pernah duduk di pangkuan Jihan.

Meskipun sekarang mereka tidak melakukan apa pun, pikiran Wina dipenuhi dengan gambaran mereka berdua saling menggosok telinga.

'Posisi yang digunakan padaku, mungkin juga akan digunakan pada Winata.'

'Salah, lebih tepatnya, posisi yang digunakan padaku, Jihan pasti sudah pernah menggunakannya pada Winata.'

'Aku hanya dianggap sebagai pengganti saja ....'

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status