Beranda / Rumah Tangga / Pakaian Bayi di Mobil Suamiku / Jangan Bermain-Main Denganku!

Share

Jangan Bermain-Main Denganku!

Penulis: Rahma La
last update Terakhir Diperbarui: 2022-06-14 20:07:47

"Ayo. Silakan masuk. Jangan malu-malu, Bu." 

 

Aku menatap wajah wanita polos di hadapanku ini. Beberapa detik, pandanganku berpindah ke bayi yang ada di gendongannya. 

 

"Bu? Ayo, masuk." 

 

Sebenarnya, wanita ini mengenalku atau tidak? Apakah Mas Riko sudah membuka jati dirinya? Bilang yang sejujurnya, kalau dia sudah punya istri? 

 

Ah, atau Mas Riko belum bilang? Ini benar-benar menarik. Ada kemungkinan juga, wanita di hadapanku ini pura-pura tidak tahu saja. 

 

Baiklah. Aku berusaha menyesuaikan diri. Jangan sampai terlihat terkejut di hadapannya. 

 

"Saya Diah, Bu. Rumah saya tepat di depan rumah Ibu. Kalau Ibu mau berkunjung kapan-kapan boleh banget. Apalagi ajak suaminya Ibu." 

 

Aku mengukir senyum, sembari masuk ke dalam rumah wanita itu. Bu Yanti juga membuntutiku dari belakang. 

 

"Ngomong-ngomong, Ibu belum kenalan." Aku menyindirnya. 

 

"Ah, iya. Saya Kana, Bu."

 

Bayi yang ada di gendongan Kana menangis. Wanita itu permisi pada kami berdua. 

 

Selama Kana pergi, aku memperhatikan seluruh ruang tamu. Tidak ada foto keluarga atau sesuatu yang bisa mengarah ke Mas Riko. 

 

"Suami Ibu dimana?" 

 

Ini pertanyaan yang aku tunggu-tunggu. Bu Yanti lebih dulu yang bertanya. 

 

"Ah, kita ganti pertanyaan lain aja, ya, Bu. Saya soal suami, itu rahasia keluarga kami."

 

Wow. Bukannya menjawab, Kana malah berkilah. Dia memasang senyum, meminta topik lain. 

 

Hampir satu jam mengobrol. Tidak ada yang menyinggung soal Mas Riko. 

 

Aku berdeham. "Saya mau ke toilet, Bu. Arahnya kemana, ya? Kalau mau pulang, gak ketahan lagi."

 

Kana dan Bu Yanti yang sejak tadi sibuk mengobrol berdua menoleh. Kana menunjukkan jalannya, kemudian kembali sibuk mengobrol. 

 

Selama perjalanan ke kamar mandi, aku mengedarkan pandangan. Sepertinya, rumah ini belum dibersihkan. 

 

"Ah." 

 

Langkahku terhenti. Pandanganku tak lepas dari bingkai foto yang diletakkan di atas meja. 

 

Pelan sekali aku mengambil bingkai foto itu. Ini dia yang sejak tadi aku cari. Akhirnya bisa ketemu juga. 

 

Ini foto lama. Masih terlihat jelas sekali. Foto pernikahan Mas Riko dan Kana! 

 

Dengan cepat, aku mengambil ponsel. Menjepret beberapa kali. 

 

"Ibu ngapain?" 

 

Jantungku seperti berhenti berdetak. Buru-buru aku meletakkan bingkai foto ke atas meja. 

 

"Katanya tadi mau ke kamar mandi, Bu. Salah jalan, ya?" Wanita itu bertanya polos. 

 

Untung saja dia tidak curiga. Belum juga rumah dan tanah menjadi atas namaku, masa sudah ketahuan saja. 

 

"Iya, Bu. Eh, ini foto Ibu dan suami, ya?" 

 

Wajahnya tampak berubah. Namun, langsung terlihat biasa saja. "Iya. Itu foto suami saya. Masih muda banget dulu, sekarang udah banyak berubah wajahnya." 

 

Oh, begitu, ya. 

 

Satu hal yang dapat aku simpulkan. Wanita ini sudah tahu kalau aku adalah istri Mas Riko. 

 

Entah apa yang dia pikirkan. Sungguh, aku tidak paham. Dia sok polos di hadapan semua orang, tapi ternyata hanya topeng saja. 

 

***

 

"Kamu tahu, Mas. Ada tetangga baru di depan rumah." 

 

Mas Riko hanya melirikku, kemudian mengangkat bahu. Dia tidak menanggapi apa pun. 

 

Baiklah. Aku memutuskan untuk ke kamar Andre. Tidak ada gunanya bilang pada Mas Riko, dia juga sudah tahu. 

 

Aku memutuskan untuk membiarkan Kana. Biarkan dia bersandiwara di depanku. Kita lihat sampai sejauh mana dia membuat drama itu. 

 

Lalu, aku diam saja? Oh, tentu tidak. Aku sudah punya rencana. Sambil memikirkan bagaiman semua aset bisa pindah atas namaku. 

 

Mataku tak lepas memandang Andre yang sudah tidur. Ya, sekarang aku sudah punya kekuatan. Anak pertama, sekaligus satu-satunya. 

 

Ah, rasa sakit itu masih ada. Bahkan sekarang terasa lebih jelas. 

 

"Ndre, jangan pernah berhenti untuk sayang sama Mama, ya."

 

Aku mendongak, berusaha agar tidak menangis. 

 

"Nanti, suatu saat. Kalau Mama sama Papa berpisah, tetap sama Mama, ya, Nak. Tetap di samping Mama. Karena sekarang, hanya kamu kekuatan Mama." 

 

Hampir setengah jam aku berada di kamar Andre. Mas Riko ternyata masih duduk di teras rumah. 

 

"Iya, Sayang. Aku tunggu Diah tidur dulu. Nanti aku ke rumah kamu." 

 

Langkahku terhenti. Ah, ternyata ini yang direncanakan Mas Riko dengan membelikan Kana rumah tepat di depan rumah kami. 

 

Aku mengangguk-angguk. Berpikir sejenak, kemudian berjalan ke dapur. 

 

Ini sudah larut malam. Bi Sari bahkan sudah tidur. 

 

"Mas! Masuk dulu ke dalam. Aku buatin kamu teh." 

 

Mas Riko masuk ke dalam, kemudian tersenyum. Menerima teh yang aku berikan. 

 

"Kamu kapan mau tidur?" 

 

Mendengar pertanyaan Mas Riko, aku tersenyum. "Setelah teh kamu habis." 

 

Senyum Mas Riko bertambah. Dia sepertinya semangat menghabiskan teh yang aku buat. 

 

"Makasih, Sayang."

 

Aku mengangguk, berjalan ke dapur. Lima menit menunggu, aku kembali ke ruang tamu. 

 

Ah, sudah tidur rupanya. 

 

Sebelum mengunci pintu, aku menatap rumah Kana terlebih dahulu. 

 

"Bukan karena kamu pindah rumah, kamu bisa mendapatkan kesempatan itu. Justru, itu akan lebih mudah bagiku." 

 

Aku tersenyum. Kalian berdua salah, sudah bermain-main denganku. 

 

***

 

Jangan lupa like dan komen, yaa.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pakaian Bayi di Mobil Suamiku   Pelaku Sebenarnya

    "Hmm, oke deh, nanti saya dan istri ke kantor. Terima kasih, Pak." Aku menoleh ke Mas Adnan. Ke kantor apa? Mau ngapain juga? Mas Adnan tadi sedang teleponan, aku memang sudah berpikir kalau itu adalah telepon yang penting, maka nya aku juga tidak bertanya dari siapa. Namun, ternyata Mas Adnan juga membawa-bawa namaku tadi. Mas Adnan duduk di sampingku. Dia tersenyum, mengusap perutku yang mulai membuncit. Aku hendak bertanya, tapi menunggu dia sajalah. Biarkan Mas Adnan sendiri yang bercerita. Memang, aku lebih suka kalau Mas Adnan yang bercerita dibandingkan aku yang bertanya. Tatapan Mas Adnan lembut sekali, dia tidak pernah kasar padaku. Aku berharap sampai kami menua juga dia akan seperti ini. "Tadi siapa yang nelepon, Mas?" tanyaku akhirnya. Ah, aku tidak tahan untuk bertanya. Mas Adnan menatapku, kemudian tersenyum. Dia tampak lelah, baru pulang bekerja. Padahal tadi kami juga sedang berdua bersama, tetapi Mas Adnan ditelepon. Penting sekali telepon itu, sampai Mas Adnan

  • Pakaian Bayi di Mobil Suamiku   Kehidupan Baru (Season 2)

    "Sayang, ini makanannya habisin dulu, dong. Masa kamu tinggal gitu aja."Aku mengejar Dini—anak keduaku dari Mas Adnan. Ya, sekarang aku memanggilnya Mas, karena dia adalah suamiku. Aku juga tidak menyangka kalau Mas Adnan akan menjadi suamiku, setelah sekian lama memendam trauma itu, aku akhirnya mau menikah dengan dia. "Astaga anak itu, susah banget dibilangin." Aku menggelengkan kepala, kembali mengejar Dini. Sulit sekali untuk membujuk dia. "Ma, Andre berangkat ke kampus dulu."Andre mencium tanganku, kemudian mencium Dini. Dia melambaikan tangan. Andre mengambil kunci mobil di dinding. Aku tersenyum tipis, anakku sudah tumbuh dewasa ternyata. Mas Adnan tidak bekerja hari ini. Katanya mau bermain bersama Dini. Dia memang beberapa hari terakhir sibuk, juga tidak punya waktu untuk anak-anak, tetapi hari ini katanya dia harus bersama dengan kami. Setelah palu diketuk, aku memilih untuk menutup semua kenangan tentang Mas Riko. Andre juga tidak terlalu bersedih, bahkan dia tidak pe

  • Pakaian Bayi di Mobil Suamiku   Terlepas dari Pengkhianatan (TAMAT)

    "Apaan? Ngehalu banget, deh. Udah sana. Jangan ngulur-ngulur waktu lagi. Mau keluar baik-baik atau diseret?"Aku melipat kedua tangan di depan dada. Menatap dua sejoli yang tampak serasi ini. Nur juga ikutan tertawa di sebelahku. "Jadi perusak hubungan orang kok bangga. Kalau saya, sih, malu."Sindiran yang menusuk. Aku mengangguk-angguk, setuju dengan perkataan Kana barusan.Wajah Kana memerah. Dia sepertinya ingin menjambak wajah Nur sekarang. Mas Riko memegang tanganku. Dia sepertinya berharap sekali agar aku memaafkannya. Sebenarnya, apa yang diharapkannya lagi?"Kamu serius? Gak mau sama Mas aja? Mas jamin, hidup kamu bakalan terjamin."Aku tertawa mendengarnya. Benar-benar berkhayal orang ini. "Nih, Mas. Gak usah kamu bujuk-bujuk aku lagi. Surat perceraian kita udah keluar."Dengan cepat, aku meletakkan surat ke atas meja. Mas Riko memandangku penasaran, kemudian mengambil kertas dari atas meja. Beberapa detik, wajah Mas Riko berubah. Dia mengusap wajah, menatapku kembali.

  • Pakaian Bayi di Mobil Suamiku   Terbongkarnya Perselingkuhan Mas Riko

    MAAF, YA. HARI INI DAN KEMARIN AKU GAK BISA UPLOAD BAB BARU. ADA SUATU MASALAH, AKU JUGA LAGI KURANG ENAK BADAN. INSYA ALLAH BESOK, LANGSUNG TAMAT. SEKALI LAGI MAAF, YA.AKU MAU MINTA MAAF LAGI, HEHE. GAK SESUAI JANJI HARI INI. DOAIN AKU CEPET SEMBUH, YAA.***"Makasih, Bi." Aku tersenyum, tidak sabar memberitahukan semua ini pada Nur. Dua kabar bahagia akhirnya datang juga hari ini. Aku menghela napas pelan. Lega dengan semuanya. "Sama-sama, Bu. Saya dukung Ibu untuk bercerai dari Pak Riko, Bu.""Makasih, Bi. Makasih, banyak."Bi Sari langsung pamit ke belakang. Sedangkan aku diam sejenak di kursi. Menatap surat yang aku pegang. Hampir lima menit diam. Aku akhirnya mengambil ponsel. Hendak memberitahukan pada Nur. "Halo, Mbak. Aku baru aja nyampe pasar. Mama titip sesuatu. Belum nyampe rumah.""Mbak ada kabar gembira, Nur."Suara Nur tiba-tiba berhenti. "Kabar apa, Mbak?""Surat dari pengadilan udah datang. Sekarang, tinggal menjalankan rencana kita, Nur."Nur terdengar bersorak

  • Pakaian Bayi di Mobil Suamiku   Pembalikan Aset dan Surat Perceraian

    "Maaf, Sayang."Aku memeluk Andre. Menciumi kepalanya. Ketakutan terbesarku adalah Andre tahu tentang masalah orang tuanya. Padahal, aku sudah menyembunyikannya. "Darimana Andre mendapatkan foto ini, Nak?" tanyaku sambil melepaskan pelukan, menatap matanya. "Paket yang ada di kamar Andre, Ma. Maaf, Andre buka paketnya duluan sebelum Mama."Sedikit terkejut mendengar perkataannya. Aku buru-buru berdiri, berjalan ke tempat penyimpanan paket itu. Dengan hati-hati, aku membuka kotak paket. Menutup mulut, ketika melihat banyak foto Mas Riko dan Kana di dalamnya. "Ma." Aku menoleh, buru-buru membereskan foto yang berserakan. Kemudian berdiri. "Andre ke ruang makan, ya. Nanti, pulang sekolah, kita bahas masalah ini lagi."Andre mengangguk, meskipun masih ada banyak pertanyaan di benaknya. Aku mengangkat kotak, membawanya ke gudang. Lebih baik, disimpan disini dulu. Daripada di kamar, bisa ketahuan. "Mas berangkat kerja dulu, ya. Kalau mau pergi, telepon dulu."Mas Riko berjalan ke r

  • Pakaian Bayi di Mobil Suamiku   Salah Satu Tetangga yang Tau!

    Kana langsung menutup mulutnya. Dia baru saja melakukan kesalahan paling fatal. Aku melirik Mas Riko. Wajahnya sempat terkejut, tetapi langsung berubah. Dia terlihat biasa saja. Agar orang-orang tidak curiga. "Kamu simpanannya suami orang, Bu Kana? Ya ampun, akhirnya setelah isu buruk beredar, Ibu sendiri yang bilang fakta itu ke kita."Ibu-ibu perumahan melihat Kana marah. Sepertinya masih belum menyangka. Apa yang terjadi, ketika mereka tahu, kalau Kana itu istri kedua Mas Riko?"Gak malu, Bu Kana? Sayang sekali, Bu RT gak ada disini. Pas banget moment nya. Usir sekalian. Jauh-jauh dari perumahan ini. Meresahkan."Aku menahan tawa. Membayangkan Kana diusir dari perumahan ini. Mas Riko tampak gelisah. Sebenarnya, ketahuan sekali kalau dia pelakunya. Ah, mana ada yang memperhatikan sekarang. "Sebaiknya gitu, Bu. Gak baik, kalau dia terus-terusan ada disini."Semua ibu-ibu yang hadir, setuju. Aku menunggu apa yang akan mereka lakukan."Tidak usah dilanjutkan acaranya. Ini pengajia

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status