Share

Jangan Bermain-Main Denganku!

"Ayo. Silakan masuk. Jangan malu-malu, Bu." 

 

Aku menatap wajah wanita polos di hadapanku ini. Beberapa detik, pandanganku berpindah ke bayi yang ada di gendongannya. 

 

"Bu? Ayo, masuk." 

 

Sebenarnya, wanita ini mengenalku atau tidak? Apakah Mas Riko sudah membuka jati dirinya? Bilang yang sejujurnya, kalau dia sudah punya istri? 

 

Ah, atau Mas Riko belum bilang? Ini benar-benar menarik. Ada kemungkinan juga, wanita di hadapanku ini pura-pura tidak tahu saja. 

 

Baiklah. Aku berusaha menyesuaikan diri. Jangan sampai terlihat terkejut di hadapannya. 

 

"Saya Diah, Bu. Rumah saya tepat di depan rumah Ibu. Kalau Ibu mau berkunjung kapan-kapan boleh banget. Apalagi ajak suaminya Ibu." 

 

Aku mengukir senyum, sembari masuk ke dalam rumah wanita itu. Bu Yanti juga membuntutiku dari belakang. 

 

"Ngomong-ngomong, Ibu belum kenalan." Aku menyindirnya. 

 

"Ah, iya. Saya Kana, Bu."

 

Bayi yang ada di gendongan Kana menangis. Wanita itu permisi pada kami berdua. 

 

Selama Kana pergi, aku memperhatikan seluruh ruang tamu. Tidak ada foto keluarga atau sesuatu yang bisa mengarah ke Mas Riko. 

 

"Suami Ibu dimana?" 

 

Ini pertanyaan yang aku tunggu-tunggu. Bu Yanti lebih dulu yang bertanya. 

 

"Ah, kita ganti pertanyaan lain aja, ya, Bu. Saya soal suami, itu rahasia keluarga kami."

 

Wow. Bukannya menjawab, Kana malah berkilah. Dia memasang senyum, meminta topik lain. 

 

Hampir satu jam mengobrol. Tidak ada yang menyinggung soal Mas Riko. 

 

Aku berdeham. "Saya mau ke toilet, Bu. Arahnya kemana, ya? Kalau mau pulang, gak ketahan lagi."

 

Kana dan Bu Yanti yang sejak tadi sibuk mengobrol berdua menoleh. Kana menunjukkan jalannya, kemudian kembali sibuk mengobrol. 

 

Selama perjalanan ke kamar mandi, aku mengedarkan pandangan. Sepertinya, rumah ini belum dibersihkan. 

 

"Ah." 

 

Langkahku terhenti. Pandanganku tak lepas dari bingkai foto yang diletakkan di atas meja. 

 

Pelan sekali aku mengambil bingkai foto itu. Ini dia yang sejak tadi aku cari. Akhirnya bisa ketemu juga. 

 

Ini foto lama. Masih terlihat jelas sekali. Foto pernikahan Mas Riko dan Kana! 

 

Dengan cepat, aku mengambil ponsel. Menjepret beberapa kali. 

 

"Ibu ngapain?" 

 

Jantungku seperti berhenti berdetak. Buru-buru aku meletakkan bingkai foto ke atas meja. 

 

"Katanya tadi mau ke kamar mandi, Bu. Salah jalan, ya?" Wanita itu bertanya polos. 

 

Untung saja dia tidak curiga. Belum juga rumah dan tanah menjadi atas namaku, masa sudah ketahuan saja. 

 

"Iya, Bu. Eh, ini foto Ibu dan suami, ya?" 

 

Wajahnya tampak berubah. Namun, langsung terlihat biasa saja. "Iya. Itu foto suami saya. Masih muda banget dulu, sekarang udah banyak berubah wajahnya." 

 

Oh, begitu, ya. 

 

Satu hal yang dapat aku simpulkan. Wanita ini sudah tahu kalau aku adalah istri Mas Riko. 

 

Entah apa yang dia pikirkan. Sungguh, aku tidak paham. Dia sok polos di hadapan semua orang, tapi ternyata hanya topeng saja. 

 

***

 

"Kamu tahu, Mas. Ada tetangga baru di depan rumah." 

 

Mas Riko hanya melirikku, kemudian mengangkat bahu. Dia tidak menanggapi apa pun. 

 

Baiklah. Aku memutuskan untuk ke kamar Andre. Tidak ada gunanya bilang pada Mas Riko, dia juga sudah tahu. 

 

Aku memutuskan untuk membiarkan Kana. Biarkan dia bersandiwara di depanku. Kita lihat sampai sejauh mana dia membuat drama itu. 

 

Lalu, aku diam saja? Oh, tentu tidak. Aku sudah punya rencana. Sambil memikirkan bagaiman semua aset bisa pindah atas namaku. 

 

Mataku tak lepas memandang Andre yang sudah tidur. Ya, sekarang aku sudah punya kekuatan. Anak pertama, sekaligus satu-satunya. 

 

Ah, rasa sakit itu masih ada. Bahkan sekarang terasa lebih jelas. 

 

"Ndre, jangan pernah berhenti untuk sayang sama Mama, ya."

 

Aku mendongak, berusaha agar tidak menangis. 

 

"Nanti, suatu saat. Kalau Mama sama Papa berpisah, tetap sama Mama, ya, Nak. Tetap di samping Mama. Karena sekarang, hanya kamu kekuatan Mama." 

 

Hampir setengah jam aku berada di kamar Andre. Mas Riko ternyata masih duduk di teras rumah. 

 

"Iya, Sayang. Aku tunggu Diah tidur dulu. Nanti aku ke rumah kamu." 

 

Langkahku terhenti. Ah, ternyata ini yang direncanakan Mas Riko dengan membelikan Kana rumah tepat di depan rumah kami. 

 

Aku mengangguk-angguk. Berpikir sejenak, kemudian berjalan ke dapur. 

 

Ini sudah larut malam. Bi Sari bahkan sudah tidur. 

 

"Mas! Masuk dulu ke dalam. Aku buatin kamu teh." 

 

Mas Riko masuk ke dalam, kemudian tersenyum. Menerima teh yang aku berikan. 

 

"Kamu kapan mau tidur?" 

 

Mendengar pertanyaan Mas Riko, aku tersenyum. "Setelah teh kamu habis." 

 

Senyum Mas Riko bertambah. Dia sepertinya semangat menghabiskan teh yang aku buat. 

 

"Makasih, Sayang."

 

Aku mengangguk, berjalan ke dapur. Lima menit menunggu, aku kembali ke ruang tamu. 

 

Ah, sudah tidur rupanya. 

 

Sebelum mengunci pintu, aku menatap rumah Kana terlebih dahulu. 

 

"Bukan karena kamu pindah rumah, kamu bisa mendapatkan kesempatan itu. Justru, itu akan lebih mudah bagiku." 

 

Aku tersenyum. Kalian berdua salah, sudah bermain-main denganku. 

 

***

 

Jangan lupa like dan komen, yaa.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status