Share

Bab 3. Pertarungan

Author: Lafiza
last update Last Updated: 2024-04-11 17:54:14

Tapi si gadis malah ikut tertawa. Seakan bukan dia yang menjadi bahan tertawaan.

Richard menjadi tidak senang. Olok-olok mereka terasa menampar udara.

“Apa yang kau tertawakan, Nona Anderson?”

“Aku menertawakan apa yang kalian anggap lucu.” Willa bahkan menyeka sudut matanya yang berair karena ikut tertawa tadi.

“Menurutmu apa yang lucu?” Richard menjadi kesal kini. Bicara gadis ini berbelit-belit. Apa mungkin dia ketakutan? Mungkin—

“Kau bertanya apa yang lucu padaku sementara kau juga tertawa? Bukankah kau benar-benar idiot yang tidak tertolong?” ujar Willa. Lagi-lagi dia menyebut para remaja itu sebagai idiot.

Ucapan Willa tidak saja membuat bingung tapi juga memancing kemarahan sekelompok remaja itu. Ini telah ke sekian kalinya mereka dipanggil idiot hanya dalam hitungan menit.

“Bos, hajar saja. Beri pelajaran. Mulutnya terlalu tajam. Lama-lama kita akan menjadi sakit kepala dibuatnya.” Seorang bertubuh pendek dengan wajah jerawatan menyela dengan tidak sabar. Dia hanya mendengarkan dari tadi karena tahu bosnya tampak terpikat pada kecantikan gadis ini.

Siapa bisa mengira telinga semua orang makin lama menjadi makin panas dibuatnya.

“Hajar apa? Apa yang kalian maksud dengan menghajar adalah membuat sumpah serapah dengan mulut kotor kalian? Sudah kukatakan, segera minta maaf sambil berlutut dan pergi dari sini dengan merangkak.” Willa tetap tidak mau kalah. Dia tidak terlihat gentar sedikit pun.

Dua anak di sisi lainlah yang kini  ketakutan. Mereka ingin segera pergi dari tempat itu tapi merasa tidak tega karena interupsi gadis ini sesaat tadi telah menghentikan kegilaan kelompok Richard. Mereka seperti bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada gadis penolong mereka.

“Nona Anderson, sebaiknya kita pergi saja dari tempat ini. Mereka orang-orang berbahaya.” Gadis kecil berusia sekitar dua belas tahun itu berusaha mengingatkan.

Richard terkekeh. “Sudah terlambat untuk memperingatkan kakak cantik ini. Kalian berdua sebaiknya minggir dan tunggu giliran. Jangan mencoba kabur—“

Plak!

Belum selesai Richard bicara, mulutnya sudah ditampar. Wajahnya sampai menoleh ke samping oleh kerasnya tamparan itu. Semua orang tersentak kaget.

“Siapa yang akan kabur? Tidak ada yang akan kabur. Kalau ada yang mungkin ingin kabur, itu adalah kalian nantinya. Kalian sungguh sial bertemu kakak hari ini.” Willa mengibas-ngibaskan telapak tangannya seolah sangat kesakitan setelah tamparan tadi. Ya, dialah yang barusan menampar mulut remaja laki-laki itu.

Remaja lelaki dan anak perempuan ternganga. Mereka tidak menyangka jika Willa berani menampar si pembuat onar. Sedetik kemudian keduanya terlihat cemas. Yang lelaki mengambil ponsel dan mulai membuat panggilan. Anak perempuan menjadi pucat wajahnya. Dia menyukai keberanian kakak cantik ini, tapi dia benar-benar mengkhawatirkannya.

Empat remaja anak buah Richard tergesa memburu ke arah bos mereka. Suara tamparan itu terdengar menyakitkan.

“Bos, kau tidak apa-apa?!” Seruan keempatnya kompak bergema di udara.

Richard menggeleng. Bukan karena membantah persangkaan anak buah yang mengkhawatirkannya. Tapi kepalanya menjadi pusing setelah tamparan itu. Dia menggeleng untuk mengusir rasa pusing.

Keempat anak buahnya yang tidak tahu kondisi sebenarnya dari si bos merasa lega. Tapi hanya sebentar. Seseorang melihat sudut bibir Richard meneteskan darah dan pipinya yang tadi terkena tamparan sudah menjadi bengkak. Lalu remaja bertubuh besar itu tiba-tiba meludahkan sebuah giginya yang tanggal.

“Bos, kau berdarah!” Seseorang berseru kaget. Bos sepertinya terluka.

Richard mendorong remaja anak buahnya yang berada lebih dekat dengannya ke samping. Dia tidak ingin orang-orang tahu betapa parah dia terluka karena sebuah tamparan yang terlihat ringan itu.

Sialan sekali! Richard mengumpat dalam hati. Tamparan gadis ini kuat sekali. Seperti dihantam dengan pemukul besi saja. Gerakannya juga cepat. Tapi mungkin karena Richard tidak mengira nyali besar gadis ini.

Remaja itu mulai waspada. Gadis ini memiliki sesuatu di balik penampilan lemahnya. Meskipun begitu tetap saja Richard tidak takut. Bagaimana pun mereka berlima. Seorang gadis menghadapi lima remaja lelaki. Tidak mungkin mereka kalah. Itu pasti akan sangat memalukan.

Dua anak yang tadi dikerjai lima remaja menatap cemas ketika Richard dan anak buahnya mulai mengurung Willa.

Pemandangannya begitu mendebarkan. Beberapa remaja lelaki itu membuat jari-jari mereka mengeluarkan bunyi, siap menjadikan gadis itu sasaran serangan.

“Gadis sialan, kami tidak akan bermurah hati lagi. Jangan katakan kami kejam nanti jika membuatmu terluka.” Kata-kata Richard disusul sebuah tinju yang dilayangkan dengan keras ke wajah Willa. Dia mengerahkan semua kekuatan dan kecepatan yang dia miliki.

Tidak boleh meleset. Richard tidak ingin dipermalukan lebih jauh lagi.

Willa hanya memiringkan kepalanya sedikit. Tinju itu lewat di sisi kiri wajahnya. Nyaris, tapi tidak kena. Richard bahkan tidak sempat mengedipkan matanya ketika tangan yang membuat pukulan dicengkeram dengan tiba-tiba dan dipelintir keras. Terdengar bunyi retakan tulang.

Krek!

Lalu teriakan kesakitan remaja itu mengilukan hati semua orang.

“Aaakh!”

Willa mendorong dengan sedikit tenaga. Tapi cukup untuk membuat remaja bertubuh besar itu mencium tanah. Richard menjerit lagi. Nyeri ditangannya seperti menyebar ke seluruh tubuh.

Empat remaja lain yang siap menyerang tercengang. Gadis itu melumpuhkan bos mereka dalam satu serangan pendek. Terlihat ringan. Tapi kerusakan yang ditimbulkan pada lengan bos mereka sepertinya tidak ringan.

Richard meraung menahan sakit yang luar biasa di lengannya. Dia bahkan tidak malu untuk menangis kini. Tadi wajahnya, sekarang tangannya yang terluka. Dapat dipastikan kalau ada salah satu tulangnya yang patah.

Dia harus membalas untuk luka yang diterimanya.

“Apa yang kalian lakukan? Kenapa diam saja seperti orang bodoh? Habisi gadis itu!” Richard meraung dalam kemarahan.

Willa, di bagian lain, malah terkikik melihat adegan itu. “Idiot berteriak pada idiot lainnya.” Dia menabur garam pada luka. Menambahkan minyak pada api.

“Bunuh gadis itu!” Richard berteriak lagi menambahkan. Api kemarahannya makin berkobar. Tidak masalah untuk membunuh. Saudara laki-lakinya juga telah membunuh banyak orang. Semua akan ada yang membereskan.

Hanya dengan membunuh baru dendamnya bisa terbalaskan. Persetan dengan wajah cantik gadis itu. Mungkin dia adalah jelmaan setan. Richard tidak akan peduli lagi.

Willa hanya mendecakkan lidahnya mendengar perintah menakutkan itu. Dia tidak gentar sedikit pun. Di Omega, dia sering ikut berlatih beladiri. Walau pun dia lebih sering hanya bermain-main, tapi kemampuan bertarungnya menyamai agen tingkat ke lima. Sebagai pimpinan Omega, pamannya berada di tingkat tertinggi, tingkat ke tujuh.

Bahkan jika kini ke empat remaja yang mendekatinya masing-masing mengeluarkan sebilah pisau saku, Willa masih dengan tenang menghadapinya.

“Serang!” Richardlah yang memberi aba-aba memulai penyerangan.

Keempat senjata serentak menuju sasaran tanpa pola yang pasti. Acak. Namun tetap membuat siapa saja yang menyaksikan akan merasa ngeri.

Remaja lelaki dan anak perempuan merasa tenggorokan mereka seperti dicekik. Ingin menjerit tapi tak ada suara yang keluar.

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Paman, Aku Layak Menjadi Isterimu   Bab 81. Aku Tahu Kau Menyukaiku

    “Itu bukan sesuatu yang bisa diselidiki dengan mudah.” Aaron menjawab jujur. Tapi dia memang sudah menemukan sesuatu yang mengarah pada kebenaran dari ‘penglihatan’ Willa. Dia sedikit sakit kepala karena tidak menemukan alasan yang masuk akal tentang bagaimana gadis ini bisa mengetahuinya.Selain dia harus mempercayai bahwa Willa memang bisa melihat sesuatu, tidak ada yang bisa dilakukan Aaron lagi.Willa tidak terlalu cerewet. Dia hanya mengangguk sedikit dengan penjelasan singkat Aaron. Lalu katanya, “Baiklah, aku harap kau bisa segera menemukan kebenarannya. Aku bisa melihat bagaimana jahatnya wanita itu.”Aaron hendak mengatakan sesuatu seperti bahwa dia tidak boleh terlalu cepat mengambil kesimpulan, tapi kemudian membatalkannya. Willa mengaku telah ‘menyaksikan’ sendiri bagaimana Hannah telah memasukkan sesuatu ke dalam tempat air minum.Willa terlihat berjalan mendekati Aaron, seperti hendak pergi. Tapi dia berhenti sangat dekat dengan pria itu.“Paman, bagaimana dengan jawaba

  • Paman, Aku Layak Menjadi Isterimu   Bab 80. Gadis yang Bermaksud Mengambil Keuntungan dari Ayah

    "Apa aku harus memberitahu semua yang terjadi di rumahku padamu?" Aaron berujar dingin. Nada suaranya datar namun menusuk, membuat nyonya Thompson mundur selangkah. "Hubunganku dengan siapapun di rumah ini bukan urusanmu."Dia mengabaikan semua pertanyaan dan rasa penasaran tamunya. Tatapan tajamnya menyapu seisi ruangan, berhenti sejenak pada William yang masih menatap Willa dengan pandangan tidak percaya.Tidak ada yang bisa dikatakan semua orang. Keheningan yang canggung menyelimuti ruangan. Tanpa menambahkan sepatah kata pun, Aaron berbalik dan melangkah menaiki tangga marmer menuju kamarnya untuk mandi.Willa dan Olivia juga meninggalkan ruang tamu. Olivia menggandeng tangan Willa erat, mendongak menatap wajah gadis itu dengan senyum lebar. Sebelum pergi, Willa memberi semua orang senyum penuh makna yang bisa berarti banyak hal—kemenangan, kepuasan, atau mungkin ejekan halus."Selamat sore," ucapnya ringan sebelum beranjak pergi.Lidya nyaris mencekik gadis itu jika saja William

  • Paman, Aku Layak Menjadi Isterimu   Bab 79. Calon Nyonya Harris

    Willa yang mendengar celaan itu hanya tertawa kecil. Baginya, ucapan gadis itu tidak berarti apa-apa.“Sebelumnya kau menyebutku gadis sembarangan. Sekarang kau menambahkan aku sebagai gadis tidak tahu malu.” Willa maju selangkah dan menilai gadis asing di depannya.Penampilannya memang tampak bagus. Tapi mulutnya sangat tajam membuat orang ingin menamparnya.“Tahukah kau siapa orang yang terus kau rendahkan ini? Kau harusnya memastikan dulu orang yang kau singgung. Dengar baik-baik, aku adalah calon nyonya rumah ini. Calon nyonya Harris.” Willa memberitahu semua orang di ruang tamu tanpa ragu sedikit pun.Beberapa pelayan yang memperhatikan hanya bisa saling pandang satu sama lain. Mereka tidak berani menertawakan atau juga membenarkan. Nona Anderson bukan gadis sembarangan. Jika dia bisa memasuki rumah ini dengan mudah dan membuat tuan mereka tidak bisa melakukan apa-apa padanya, bukankah itu luar biasa? Lagi pula dia bukan gadis yang jahat. Mungkin yang dikatakannya suatu hari akan

  • Paman, Aku Layak Menjadi Isterimu   Bab 78. Gadis Sembarangan

    Mereka telah dipersilakan masuk dan menunggu di ruang tamu. Minuman dan beberapa camilan telah disajikan, tapi Aaron masih saja belum kelihatan. Dia belum pulang dari perusahaan. Tapi itu memang wajar. Menunggu bintang keberuntungan bukan masalah. Jadi mereka dengan bersemangat mulai menunggu.Nyonya Thompson memandang sekeliling dengan antusias. Dia telah mengagumi bangunan mewah ini dalam beberapa kali  kunjungan yang jarang. Membayangkan dia bisa dengan bebas keluar masuk tempat ini suatu saat sungguh membuat perasaannya mengembang seperti balon udara. Itu akan luar biasa!Ethan dan Aaron tahu bahwa sedang ada tamu yang menunggu ayahnya di bawah. Tapi mereka tidak berniat untuk menemui keluarga Thompson. Itu merupakan urusan ayahnya. Lagi pula, mereka tidak cukup dekat hingga harus pergi untuk menyapa.Keluarga Thompson telah menunggu selama lebih dari satu jam. William yang awalnya sudah enggan ikut pergi, kini wajahnya semakin muram. Dia terus mengece

  • Paman, Aku Layak Menjadi Isterimu   Bab 77. Kutukan Michael

    Olivia di tempat duduknya merasa tidak perlu berpikir saat menjawab. “Itu kakek dan nenek saat menikah.”Selain foto pernikahan orangtuanya, hanya ada foto pernikahan kakek neneknya. Tidak ada yang lain lagi.Meski sudah memiliki tebakan dan ternyata benar, tetap saja Willa merasakan sebuah kejutan. Rasanya antara ingin menangis dan tertawa.Ini konyol sekali. Dulu dia jatuh cinta pada Michael. Di kehidupan barunya, cintanya berlanjut pada generasi berikutnya dari Michael.“Astaga.” Willa bergumam pelan sembari menggelengkan kepala. Dia merasa dikutuk oleh Michael. Entah apa kesalahannya di awal penciptaannya di masa lalu. Adakah dia sudah membunuh makhluk satu galaksi?“Mommy, ada apa?” Olivia mengamati ekspresi Willa yang berubah-ubah.“Tidak. Aku cuma merasa kalau kakek kalian juga sangat tampan. Kalau saja aku hidup satu generasi dengannya, mungkin aku juga akan jatuh cinta padanya.” Willa tertawa pelan. Dia melirik Aaron. Pria itu entah kenapa sepertinya terlihat tidak senang.“T

  • Paman, Aku Layak Menjadi Isterimu   Bab 76. Foto di Ruang Kerja.

    “Paman.” Sekali lagi Willa menegur. Dari ekspresi Aaron, dia yakin, ayah Olivia ini tahu sesuatu tentang Omega. Willa menjadi sedikit gugup. Di kehidupan barunya ini, mendengar lagi tentang Omega membuatnya merindukan banyak orang.Bagaimana keadaan ayah ibu dan kakak laki-lakinya? Telah lima puluh tahun lewat, jika cukup beruntung, mungkin kakaknya masih hidup. Walau mungkin saat ini dia akan berusia tujuh puluh tahun lebih. Sementara ayah dan ibunya, besar kemungkinan mereka sudah tiada.DI mana mereka di makamkan? Di mana juga makamnya sendiri?Perasaan Willa jadi campur aduk.“Aku akan menyelidikinya.” Aaron berkata dengan kepala dipenuhi pemikiran. Dia tidak boleh mempercayai sepenuhnya sebuah penglihatan seperti ini. Apa lagi Hannah selama ini merupakan wanita yang cukup dipercaya olehnya.“Apa kau pernah mendengar tentang Omega?” Willa penasaran dengan hal ini.“Itu semacam organisasi rahasia.” Aaron mengatakannya sambil lalu. Willa mengangguk mendengar jawaban itu. Dia sudah

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status