Share

Paman Mafia, Mari Kita Bercerai
Paman Mafia, Mari Kita Bercerai
Penulis: Kuldesak

Bab_1

Penulis: Kuldesak
last update Terakhir Diperbarui: 2024-06-15 21:08:25

Malam ini, Berlian berdiri di ruang makan besar keluarga Kenneth, memandangi meja makan kaca yang telah ia siapkan dengan hati-hati.

Setiap detail ditata dengan penuh harapan—bunga mawar merah segar di tengah meja, lilin-lilin yang menyala lembut, dan hidangan lezat yang menunggu untuk dinikmati.

"Mengapa tidak diangkat? Apakah paman begitu sibuk?" keluh Berlian, sesekali mendesah pelan ketika Berlian menekan nomor suaminya, berharap ada jawaban.

"Nyonya, mungkin Anda ingin minum sedikit sementara menunggu Tuan pulang atau makan sesuatu terlebih dulu?" Ana menawarkan sambil menyodorkan gelas anggur.

Berlian menggeleng, mencoba tersenyum. "Tidak, Ana. Aku akan menunggu. Mungkin Paman sedang dalam perjalanan. Sebentar lagi pasti akan sampai."

"Apakah ada yang bisa saya lakukan untuk membantu? Mungkin menyiapkan makanan lain atau menghubungi Tuan melalui nomor lain, Nyonya?"

"Tidak, Ana. Kau sudah banyak membantu," jawab Berlian tertunduk.

Berlian Kenneth adalah seorang wanita berusia 22 tahun, Berlian merupakan keturunan keluarga mafia yang memiliki ladang opium dan kekuasaan yang cukup berpengaruh. Ia dijodohkan oleh kakek dan neneknya dengan Luke Kendrick, anak angkat keluarga Kenneth, seorang pria berusia 35 tahun.

Meskipun awalnya Berlian benci karena perbedaan usia dan juga pernikahan yang mereka lakukan hanyalah simbol sebagai kepentingan bisnis. Tetapi malam ini, Berlian ingin membuat pernikahan mereka lebih dari sekadar simbol. Ia ingin menunjukkan kepada Luke bahwa pernikahan mereka bisa menjadi sesuatu yang lebih berarti.

Berlian meraih ponselnya dan menekan nomor Luke lagi. Dia menunggu, detik demi detik terasa begitu lama. Tidak ada jawaban. Hanya suara operator yang terdengar, "Maaf, nomor yang Anda tuju tidak menjawab." Berlian menghela napas frustasi, mematikan panggilan. Sia-sia lagi.

"Haaa ...." terdengar Berlian menghembuskan napas panjang, Berlian menatap layar ponselnya dengan hati yang patah, ia tidak mendapatkan jawaban dari sang suami. "Sungguh bodoh. Kenapa aku harus memperbaiki hubungan ini? Sementara dia begitu tidak peduli?"

Waktu terus merambat pelan. Jarum jam bergeser dari pukul sembilan ke sepuluh malam. Berlian bangkit dari kursinya dan melangkah menuju jendela besar.

Di jendela itu, Berlian menatap keluar, melihat jalan yang sepi dan gelap. Tidak ada tanda-tanda Luke akan hadir. Hanya kegelapan di luar semakin mencerminkan kekosongan di hati Berlian.

Tring!

Saat Berlian berdiri di depan jendela, ponsel yang tergeletak di atas meja makan berkedip, menampilkan pop up pesan baru. Layar ponsel itu menunjukkan sebuah notifikasi:

"Jangan tunggu aku pulang. Tidurlah dulu, aku sedang banyak urusan. -Luke"

Berlian melangkah kembali ke meja. "Ana, tolong bersihkan meja makan ini. Tidak ada gunanya menunggu lebih lama lagi," ujar Berlian dengan suara yang terdengar hampir patah.

Ana mengangguk lembut. "Baik, Nyonya. Saya akan segera membereskan semuanya."

Berlian mengambil ponselnya tanpa mengecek lagi, ia melangkah menuju tangga dengan langkah berat.

"Lian!"

Mendengar namanya dipanggil, Berlian menghentikan langkah, ia menoleh dan mendapati sepupunya Andrew berlari kecil menghampirinya.

"Hei, Lian, gadis kecilku, ada apa dengan wajahmu?" tanya Andrew saat bertatap dengan Berlian.

Berlian tersenyum lebar. Mencoba menyembunyikan kesedihan yang menggelayuti hatinya. "Andrew, kamu datang di saat yang tepat. Aku hanya... sedang merasa lelah," jawab Berlian, mencoba terdengar riang.

Andrew memandang Berlian dengan penuh selidik, tidak sepenuhnya percaya pada jawaban Berlian. "Kamu terlihat seperti baru saja kehilangan sesuatu yang penting. Ada apa, Lian?"

Berlian menunduk. "Luke tidak pulang malam ini. Aku sudah menyiapkan segalanya, berharap bisa menghabiskan malam bersama, tapi... dia bahkan tidak menjawab teleponku."

Andrew meraih tangan Berlian dengan lembut. "Lian, Luke mungkin sibuk. Kamu tahu sendiri, Luke baru mendapatkan penobatan untuk mengurus ladang opium milik keluargamu. Aku rasa, dia benar-benar sibuk, Lian."

Berlian menatap Andrew dengan mata yang basah. "Aku tahu, Andrew. Tapi apakah itu alasan yang cukup untuk mengabaikan semuanya? Aku hanya ingin sedikit perhatian darinya. Tidak lebih."

"Lian, aku mengerti perasaanmu. Tapi dalam dunia kita, kadang-kadang bisnis memang menjadi prioritas utama. Luke mungkin benar-benar sedang sibuk, tapi itu bukan berarti dia tidak peduli padamu. Kalau dia tidak peduli, untuk apa dia menerima perjodohan ini? Padahal, dia hanya orang lain dan bukan dari keluarga kita, bukan?"

Berlian menatap Andrew dengan tatapan bingung. "Jadi kamu berpikir jika Luke menerima perjodohan ini hanya karena kekuasaan dan pengaruh keluargaku? Itu sebabnya dia tidak menganggapku sebagai istrinya? Dan hanya untuk bisnis keluargaku?"

Andrew menggeleng cepat, menatap Berlian dengan mata yang tampak bersimpati. "Ah... Tidak, bukan begitu. Aku tidak mengatakan bahwa Luke hanya peduli pada kekuasaan dan pengaruh keluargamu. Hanya saja, kita tidak bisa mengabaikan bahwa itu adalah faktor penting. Bagaimanapun, dalam dunia kita, kekuasaan dan pengaruh sering kali menjadi pendorong utama."

Berlian menggigit bibir bawahnya, memikirkan perkataan Andrew. Melihat kegelisahan Berlian, Andrew menepuk pundak wanita itu dengan lembut.

"Hei, jangan terlalu berpikir dengan ucapanku barusan. Aku hanya menjelaskan bahwa dalam keluarga kita, hal-hal seperti ini memang sering terjadi. Tidak ada yang salah dengan menginginkan perhatian dan kasih sayang, Lian," Andrew mencoba menghibur.

"Ya, terima kasih. Aku mengerti."

Andrew tersenyum. "Oh... Iya, apakah kau sudah mengetahui siapa yang menyabotase mobil orang tuamu? Apa kau masih melakukan penyelidikan?" tanya Andrew yang tiba-tiba mengungkit perihal kematian orang tua Berlian dalam insiden tiga yang tahun lalu.

Berlian terdiam sejenak, raut wajahnya berubah suram mengingat tragedi itu. "Belum, Andrew. Penyidik belum menemukan bukti yang cukup kuat. Aku merasa begitu frustasi karena tidak bisa mengungkap siapa yang bertanggung jawab atas kematian orangtuaku."

Andrew mengangguk. "Tapi, aku mendengar kabar jika paman Ethan sudah menemukan siapa pelakunya."

Pupil mata Berlian melebar dengan cepat, menatap Andrew penuh harap. "Apa? Kenapa aku tidak mendengar apa-apa tentang ini?"

Andrew menatap Berlian dengan serius. "Ya, Lian. Aku juga baru mendengar. Tapi, sepertinya paman Ethan ingin memastikan segalanya sebelum memberi tahu kepada kita semua. Mungkin paman Ethan ingin melindungimu dari potensi bahaya."

Berlian menggelengkan kepala, tak sabar. "Aku harus tahu, Andrew. Ini tentang orang tuaku. Aku tidak bisa diam dan menunggu lebih lama lagi. Beritahu aku! Jika tidak, aku akan benar-benar marah!" Desak Berlian yang kini menggoyang-goyangkan kedua bahu sepupunya itu.

Andrew menghela napas, lalu mengangguk. "Baiklah, Lian. Aku akan memberitahumu karena kau memaksa. Dia adalah orang yang memiliki dendam. Hmm ... apakah kamu tidak curiga dengan suamimu?" ujar Andrew.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Paman Mafia, Mari Kita Bercerai    Bab_112

    Setelah kelahiran anak mereka yang sehat dan cantik, Luke dan Berlian menatap masa depan dengan penuh harapan dan kebahagiaan. Mereka menyadari bahwa perjalanan yang telah mereka lalui bukanlah hal yang mudah, tetapi setiap tantangan yang dihadapi telah membentuk mereka menjadi pasangan yang lebih kuat dan penuh cinta.Suatu sore, mereka duduk di teras rumah mereka yang menghadap ke taman, sambil menggendong bayi mereka yang diberi nama "Jingga". Matahari terbenam memancarkan sinar keemasan, menciptakan suasana hangat dan damai.Berlian menatap wajah kecil bayi mereka, lalu beralih memandang Luke. "Paman, pernahkah kamu berpikir sejauh ini kita telah berjalan?" tanyanya dengan suara lembut.Luke tersenyum, matanya juga tertuju pada bayi mereka. "Sering sekali, Lian. Dari pertama kali kita bertemu, hingga sekarang, rasanya seperti perjalanan panjang yang penuh dengan pelajaran berharga."Berlian mengangguk pelan. "Kita telah melewati banyak hal. Kesulitan, kebahagiaan, tantangan, dan

  • Paman Mafia, Mari Kita Bercerai    Bab_111

    Malam itu terasa begitu tenang, tidak ada yang mengira bahwa hari ini akan menjadi awal dari sebuah kehidupan baru. Luke tengah bekerja di ruang kerjanya ketika tiba-tiba terdengar suara panik dari lantai atas.“Paman! Paman! Aku rasa... aku rasa aku kontraksi!” suara Berlian terdengar tergesa dari kamar tidur mereka.Luke langsung melompat dari kursinya, tanpa berpikir dua kali ia berlari ke kamar. Ia melihat Berlian duduk di tepi tempat tidur, memegang perutnya dengan ekspresi kesakitan.“Lian! Apakah ini sudah waktunya?!” Luke berusaha tetap tenang, meskipun jelas raut wajahnya tidak bisa menyembunyikan kepanikan yang mulai merayap.Berlian mengangguk lemah, menggenggam erat tangan Luke. "Ya, Paman... aku rasa ini sudah waktunya. Rasa sakitnya... semakin parah!"Dalam hitungan detik, Luke sudah mengambil ponselnya dan menelepon rumah sakit. “Ya, istri saya mulai kontraksi. Tolong siapkan ruang persalinan, kami akan segera ke sana.”Sementara itu, Vania dan Ethan yang berada di ruan

  • Paman Mafia, Mari Kita Bercerai    Bab_110

    Pagi yang tenang di rumah mewah Luke dan Berlian tiba-tiba diwarnai oleh suara keluhan kecil dari kamar utama. Berlian, yang perutnya sudah semakin membesar, duduk di tepi ranjang sambil memegang perutnya yang buncit. Luke, yang sedang bersiap-siap di kamar mandi, mendengar keluhan manja dari istrinya itu."Paman...," panggil Berlian dengan nada manja.Luke keluar dari kamar mandi, mengusap wajahnya dengan handuk. "Ya, Sayang? Ada apa?" tanyanya, sambil berjalan ke arah tempat tidur.Berlian memutar tubuhnya, menghadap Luke dengan wajah cemberut. "Perutku sakit, kakiku pegal, dan aku nggak bisa menemukan posisi yang nyaman. Hhh... Paman, ini bayi atau bola basket sih?" keluhnya sambil mengusap perutnya.Luke tertawa kecil, lalu duduk di samping Berlian. "Hei, bola basket yang satu ini bakal jadi anak kita, Lian. Sabar ya, beberapa bulan lagi dia keluar," goda Luke sambil memeluk Berlian dengan lembut.Berlian mendengus, tapi tak bisa menahan senyum kecilnya. "Tapi Paman, aku bener-ben

  • Paman Mafia, Mari Kita Bercerai    Bab_109

    Malam telah tiba setelah peluncuran besar morfin. Luke dan Berlian kembali ke rumah mereka, kelelahan namun dipenuhi rasa bangga. Berlian duduk di sofa dengan tangan mengelus perutnya yang semakin membesar, sementara Luke berjalan ke dapur untuk mengambil dua cangkir teh hangat."Bagaimana rasanya sekarang setelah peluncuran, Paman?" Berlian membuka percakapan dengan senyum tipis, meskipun kelelahan tampak jelas di wajahnya.Luke menghampiri Berlian, memberikan cangkir teh hangat kepadanya sebelum duduk di sampingnya. "Rasanya... luar biasa, Lian. Aku bangga pada kita. Tapi lebih dari itu, aku bangga padamu. Kamu yang menggerakkan semua ini. Aku hanya mendukung dari belakang."Berlian tertawa kecil sambil menyeruput tehnya. "Ah, Paman selalu rendah hati. Kalau nggak ada kamu, proyek ini mungkin sudah kacau berantakan. Kamu tahu betapa gugupnya aku selama ini.""Tapi kamu berhasil melewati semuanya. Kamu kuat," jawab Luke sambil menatapnya dengan penuh kebanggaan. Ia mengusap lembut ta

  • Paman Mafia, Mari Kita Bercerai    Bab_108

    Empat bulan telah berlalu sejak kehamilan Berlian diumumkan, dan setiap harinya Luke semakin terbiasa dengan peran barunya sebagai suami sekaligus calon ayah. Ngidam aneh yang dialami Berlian perlahan-lahan mulai berkurang, meskipun sesekali ia masih meminta kombinasi makanan yang tak terduga. Namun, hari-hari mereka kini diisi dengan persiapan peluncuran produk baru dari penelitian morfin yang dilakukan Berlian bersama timnya. Di tengah sibuknya pekerjaan, Luke tidak pernah absen menemani istrinya.Pagi itu, Luke sedang duduk di ruang kerja, meneliti beberapa dokumen terkait peluncuran morfin. Berlian, yang perutnya sudah mulai membesar, berjalan perlahan masuk ke ruang kerja sambil mengusap perutnya yang semakin membuncit."Paman," panggil Berlian manja sambil berdiri di ambang pintu. "Paman sedang sibuk?"Luke mendongak dari tumpukan dokumen, senyumnya langsung mengembang melihat wajah manis Berlian. "Tidak pernah terlalu sibuk untukmu, Lian. Ada apa? Mau minta camilan lagi?" goda

  • Paman Mafia, Mari Kita Bercerai    Bab_107

    Sudah beberapa minggu berlalu sejak Berlian dinyatakan hamil, dan kehidupan mereka berdua kini dipenuhi dengan suka cita dan kejutan-kejutan kecil, salah satunya adalah ngidam Berlian yang tak terduga. Seperti pagi itu, ketika Luke sedang menikmati secangkir kopi di ruang makan, Berlian muncul dari kamar dengan wajah cemberut."Paman," panggil Berlian dengan nada manja, berjalan mendekati Luke dengan tangan memegang perutnya yang masih belum terlalu terlihat membuncit.Luke menurunkan cangkirnya dan menatap Berlian dengan senyum lembut. "Ada apa, Lian? Kenapa wajahmu cemberut begitu pagi ini?"Berlian duduk di samping Luke, menyandarkan kepala di bahu suaminya. "Aku lapar. Tapi... aku nggak mau makanan biasa."Luke tertawa kecil, membelai rambut Berlian. "Kalau begitu, apa yang kamu mau? Aku bisa minta koki buatkan sesuatu yang spesial."Berlian mengerutkan hidungnya, lalu menatap Luke dengan mata berbinar. "Aku mau pisang goreng... tapi ditaburi keju... dan dimakan dengan saus cokela

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status