Share

Pertarungan Pandu dengan Andaresta

Walau demikian, ia pun sedikit merasa kaget dengan apa yang telah diucapkan oleh Andaresta. Lantas, Pandu berkata lagi, “Tidak mungkin! Kau pasti bohong, Andaresta! Aku sangat mengenal baik Paman Rakuti,” tegas Pandu menyela perkataan Andaresta.

Namun, Andaresta terus membumbui perkataannya dengan kebohongan-kebohongan yang sengaja ia buat-buat. Sehingga jiwa dan pikiran Pandu sedikit mulai goyah terpengaruh oleh derasnya kebohongan yang dilancarkan oleh Andaresta.

“Apa benar, Paman Rakuti sudah berbuat demikian? Apa karena selama ini hubungan guru dengan Paman Rakuti selalu bertolak belakang. Sehingga Paman tega merencanakan hal seperti itu?” kata Pandu dalam hati.

Di saat ia sedang dalam keadaan bingung dan merasa gundah mendengar hasutan dari Andaresta. Tiba-tiba saja terdengar suara seseorang pria berteriak dari arah belakang tempatnya berdiri, “Pandu, jangan kau dengarkan perkataan Andaresta! Semua itu adalah omong kosong!” seru seorang pria paruh baya.

Pandu dan Andaresta sangat terkejut dengan kehadiran seorang pria paruh baya yang tiba-tiba muncul di belakang mereka. Dia adalah Damara seorang pendekar paruh baya yang merupakan sahabat baik Wira Karma, ia berdiri tegak di posisi sekitar lima tombak dari arah belakang tempat Pandu berdiri.

"Paman Damara," desis Pandu sambil memandang pria paruh baya itu.

Setelah menyeru, Damara langsung meloncat tinggi dan mendarat sempurna di tengah-tengah kedua pemuda yang tengah berseteru. Lantas, ia berpaling ke arah Andaresta.

“Hadapi aku!" bentak Damara penuh rasa emosi. "Buktikan kalau ucapanmu itu bukan omong kosong!” sambung pendekar paruh baya itu membentak keras kepada Andaresta.

Mendengar bentakkan dari pria paruh baya itu, Andaresta tertawa lepas sambil bertulak pinggang. Berdiri angkuh sambil membusungkan dada.

“Seharusnya kau menyingkirkan diri dari hadapanku! Jangan kau ikut campur dalam persoalan ini, kau sudah terlalu tua jika harus berhadapan denganku!” kata Andaresta dengan kasarnya balas membentak keras orang yang lebih tua darinya.

Perkataan Andaresta sungguh memancing emosi Damara. Lantas, ia pun menyahut, “Semakin jelas bahwa kau sama sekali tidak memiliki jiwa sebagai seorang kesatria, mati bertarung denganmu adalah sebuah kehormatan bagiku,” tandas Damara melotot tajam menatap wajah Andaresta.

Sementara Pandu hanya diam termangu menyaksikan perdebatan kedua pendekar beda usia itu. "Ternyata Andaresta telah dirasuki iblis, jiwanya sudah dikendalikan oleh dendam," desis Pandu.

“Jangan banyak bicara kau, Pendekar tua!” bentak Andaresta langsung menghunus pedang, dan menodongkan senjatanya itu ke arah Damara.

Melihat pemandangan seperti itu, Pandu pun kembali angkat bicara. “Mengapa kau berbuat sedemikian rupa, Andaresta? Membalas dendam kepada orang yang paling berjasa terhadap hidupmu, kemudian mereka-reka kebohongan kepadaku?!” bentak Pandu melangkah mendekati Andaresta.

Tangan Andaresta baru saja akan menampar wajah Pandu, namun hal itu urung dilakukannya. Lantas ia tertawa lepas, “Hahaha!”

“Sebaiknya, kau diam saja dulu! Aku akan menghabisi pendekar tua ini," kata Anggar sambil tersenyum sinis. "Nanti, giliran kau yang akan aku binasakan!” sambung Andaresta berkata sambil tersenyum-senyum menatap wajah Pandu yang berdiri di hadapannya.

Amarah Pandu semakin memuncak, dadanya pun bergetar hebat. Jiwa dan pikirannya sudah diselimuti amarah yang begitu tinggi.

"Jika kau inginkan marah, marah saja sesuka hatimu!" kata Andaresta terus memancing emosi Pandu.

“Aku tidak akan mengampuni pengkhianat sepertimu, Andaresta!” Pandu membentak sambil mengepalkan telapak tangannya.

“Sebaiknya kau mundur saja, Pandu! Biarkan Paman yang menghadapi bocah tengil ini!” pinta Damara mengarah kepada Pandu.

*****

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status