Share

Arthur Terlempar Ke Jurang

Arthur melompat ke dalam kobaran api, panas api tak dirasakannya, hatinya amat sakit melihat penderitaan orang tuanya, dia memeluk Ayah dan Ibunya, Fernandes yang masih tersadar menyuruh Arthur melompat ke bawah, karena Fernandes tahu di bawah jurang ada sungai yang mengalir, saat ikatan tangan Fernandes mulai terlepas, dengan sekuat tenaga dia mendorong tubuh Arthur hingga terjatuh ke jurang.

"Maafkan Ayah Nak," lirih Fernandes.

Tubuh Arthur terpelanting ke bawah jurang, dia terjatuh tepat di atas sungai, tubuhnya hanyut terbawa arus, aliran arus sungai yang kencang dan berbatu, membuat tubuh Arthur beberapa kali terbentur bebatuan sampai tak sadarkan diri.

Tubuh Arthur terombang-ambing mengikuti arus sungai, aliran sungai membawanya pergi jauh dari desa tempatnya tinggal, sampai akhirnya dia ditemukan oleh seseorang yang sedang memancing, pria itu tak sengaja melihat tubuh Arthur yang tersangkut di salah satu batang pohon yang hanyut, banyak luka bakar di sekujur tubuhnya, pria itu sangat kasihan melihat kondisi Arthur, dia membawa Arthur ke dalam pondoknya yang kebetulan tak jauh dari sungai.

"Malang sekali nasibmu Nak," bisik Edward

Edward memeriksa denyut nadi Arthur, saat dicek ternyata masih ada denyutan di tangannya, Edward segera mengganti pakaian Arthur yang basah dengan pakaian yang tersedia di pondok.

"Tolong.. lepaskan mereka, jangan bakar orang tuaku." Arthur mengigau, dia terus memanggil nama Ayah dan Ibunya, setelah itu Arthur kembali tak sadarkan diri.

"Sepertinya telah terjadi suatu hal buruk yang menimpanya, wajahnya terlihat sangat gelisah, aku prihatin melihat keadaan anak ini, entah di mana orang tuanya."

Edward berlalu ke belakang rumah, dia memetik beberapa tanaman, ditumbuknya tanaman itu menjadi satu, dioleskannya sedikit demi sedikit ramuan tadi keluka Arthur, tak lupa dia juga meminumkan ramuan yang sudah diambil saripatinya.

"Minum ini," ucap Edward, dia meminumkan ramuan kemulut Arthur.

Dua hari berlalu, Arthur masih tak sadarkan diri, dengan sabar dan telaten Edward merawat dan mengobati luka Arthur.

Perlahan Arthur membuka matanya.

"Tolong aku," lirih Arthur.

Edward yang sedang meracik obat, bergegas menghampiri Arthur.

"Kau sudah sadar anak Muda?" tanya Edward.

"Tolong Aku."

"Aku pasti akan menolongmu, apa yang sebenarnya terjadi, kenapa kamu sampai seperti ini," tanya Edward.

"Ayah dan Ibuku dibantai oleh para penduduk hingga tewas," lirih Arthur.

"Siapa namamu, dan siapa nama kedua orang tuamu," tanya Edward penuh selidik.

"Namaku Arthur, nama Ayahku Fernandes dan Ibuku bernama Maria."

"Dari mana asalmu, dan siapa orang yang telah membantai keluargamu," Edward semakin penasaran.

"Aku berasal dari kota Arcadia, Ma.. marcus, dia.."

Belum sempat Arthur menjawab pertanyaan sang pria, tubuhnya mengejang hebat, darah segar keluar dari mulut, hidung dan telinga Arthur.

Nyawa Arthur tak bisa diselamatkan, air yang masuk ke badannya terlalu banyak sehingga menyebabkan pembuluh darahnya pecah.

"Marcus, ternyata dia masih hidup, Arthur bagaimanapun caranya kau harus tetap hidup untuk membalas dendam kepada manusia keparat itu!" 

####

100 tahun berlalu, keadaan kota Arcadia telah berubah, semuanya nampak asing bagi Arthur, tak ada lagi padang rumput dan perkampungan tempat dia tinggal dulu, kota Arcadia seperti di sihir menjadi bangunan yang mewah dan megah, ada banyak gedung pencakar langit, club , mall dan masih banyak lagi.

Arthur Christopher Durant, setelah kejadian 100 tahun yang lalu, untuk pertama kalinya dia menginjakan kakinya lagi di dunia manusiai, dia berdiri di tengah alun-alun kota Arcadia, yang dihuni oleh ribuan manusia, karena selama tinggal dengan Edward dia diisolasi dari dunia luar, mereka tinggal di bumi yang sama namun berada di dimensi yang berbeda.

Pandangannya menelusur ke segala penjuru, tatapannya sedikit aneh melihat kondisi kampungnya yang telah berubah, dia berada di zaman modern, semuanya serba canggih, jelas berbanding terbalik dengan kehidupannya saat dia kecil dulu.

"Dunia macam apa ini," sahut Arthur, dia tak sengaja menabrak salah seorang pejalan kaki.

"Bisakah kau sedikit memperhatikan jalanmu!" bentak sang pejalan kaki.

"Maaf tuan, saya tidak sengaja."

"Darimana kamu berasal kenapa bajumu terlihat sangat kuno, kostum mu terlihat seperti bangsawan, darimana kau mendapatkan baju ini, apa kau mencuri!" Ejek si pejalan kaki.

Arthur emosi mendengar ejekan si pejalan kaki, matanya langsung memerah, diangkatnya dengan mudah tubuh si pejalan kaki, tiba-tiba terdengar bisikan suara di telinga Arthur "jangan layani dia, segeralah pergi, ingat tujuanmu di bumi" Arthur menghempaskan tubuh si pejalan kaki ke aspal tak di hiraukannya rintihan si pejalan kaki yang mengaduh kesakitan.

Seiring berjalannya waktu, lambat laun Arthur mulai bisa menyesuaikan diri dengan lingkungannya yang sekarang, dia mulai mempelajari bagaimana cara manusia zaman modern bertahan hidup dia mulai melakukan aktivitas layaknya manusia normal.

Siang itu Arthur mendatangi sebuah cafe, paras Arthur yang rupawan membuat dia menjadi pusat perhatian, semua mata memandang dengan kagum ketampanan Arthur, pelayan langsung menghampiri Arthur dan mempersilahkan Arthur untuk duduk.

"Ayo silahkan masuk tuan, sebentar saya akan panggilkan salah satu pelayan untuk melayani tuan," ucap sang pemilik cafe dengan ramah.

"Caroline kemari," teriaknya kepada salah satu pelayan yang sedang membersihkan meja.

"Kenapa bos, apa ada yang bisa saya bantu?" tanya Caroline dengan lembut.

"Tolong layani tamu kita dengan baik."

Caroline hanya mengangguk tanda dia sudah mengerti.

"Mau pesan apa tuan, silahkan dilihat dulu menunya," ucap Caroline sambil menyodorkan buku menu.

Arthur hanya menunjuk menggunakan tangannya, tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulutnya.

"Ehem." Arthur mendehem seakan tau apa yang sedang dipikirkan oleh Caroline.

"Ma.. maaf tuan, saya permisi," Caroline tergagap melihat ekspresi wajah Arthur yang sulit diartikan, dia langsung berlari ke belakang mengambilkan pesanan Arthur.

"Ta, tau nggak? Di depan ada cowok aneh banget, sikapnya dingin, raut wajahnya juga aneh, pokoknya semuanya serba aneh, sulit banget buat di gambarin, serem gue liatnya," bisik Caroline pada Berta.

"Kamu kali yang aneh, lagian ngapain sih kamu liatin orang sampe segitunya, kayak gak ada kerjaan aja, inget tugas kita di sini cuma melayani tamu dengan baik, jadi jangan kepo," tukas Berta.

"Aku seriusan Berta, itu orang aneh banget, mukanya pucet, sorot matanya juga kosong, kayak nggak ada kehidupan di dalamnya, kalo kamu nggak percaya liat aja sendiri sana kedepan."

"Ogah ah kaya kurang kerjaan aja, tapi denger ciri-cirinya kok aku jadi merinding ya, masa iya sih dia setan."

"Bisa aja kan dia vampire, ih serem deh kalo itu orang beneran vampir," ucap Caroline sambil bergidik.

"Otak kamu geser kali ya, ini tahun berapa, masa iya ada vampir, makanya jangan kebanyakan nonton film horor jadinya halu, lagian mana ada vampir keluar di waktu siang, vampir kan takut sama cahaya matahari," ucap Berta sambil menoyor kepala Caroline.

"Pesanan untuk meja no 23, sudah jadi," teriak koki dari dapur.

"Pesanan kamu tuh udah jadi, udah sana anterin tuh, kasian vampirnya mau makan," ucap Berta terkekeh.

"Iih rese deh Berta, nggak lucu tau."

Caroline mengantarkan pesanan kemeja Arthur, dia tak berani menatap wajahnya, saat hendak pergi tiba-tiba Arthur mencekal pergelangan tangan Caroline.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status