Yan Feng memasuki Restoran Lingxiang dengan langkah ringan. Suasana restoran masih lengang, dampak dari kekacauan pagi tadi. Meja-meja kayu berjejer rapi tetapi kosong, hanya beberapa pelanggan berani kembali setelah insiden pengejaran buronan yang berakhir dengan hilangnya seorang tamu terhormat.
Hu Renshu, pemilik restoran bertubuh gempal dengan kumis tipis melengkung, segera menghampirinya dengan tatapan penuh kecurigaan. "Ada perlu apa?" tanya Hu Renshu sambil memperhatikan penampilan Yan Feng dari atas hingga bawah. "Untukmu!" jawab Yan Feng singkat, menyodorkan gulungan kertas itu tanpa basa-basi. Hu Renshu menerima gulungan tersebut dengan hati-hati, seolah takut isinya ular berbisa. "Surat dari siapa?" "Baca saja!" Pemilik restoran membuka gulungan perlahan, matanya bergerak cepat menyusuri huruf demi huruf. Ekspresi wajahnya berubah-ubah seperti topeng opera. Awalnya bingung, kemudian prihatin, lalu berubah menjadi penuh perhitungan. Keringat dingin mulai membasahi dahinya. "Tuan Baili Zhiyu disandera?" bisiknya, suaranya bergetar. "Dan... dan... semua biaya dibebankan pada Yang Mulia Pangeran Ketiga?" Yan Feng mengangkat bahu. "Mana kutahu? Aku hanya pengantar." Hu Renshu mengusap wajahnya dengan gugup. "Baiklah! Tunggu sebentar! Aku harus membicarakan ini dengan istriku." Pemilik restoran bergegas menuju dapur dengan langkah terburu-buru, surat itu tergenggam erat di tangannya. Yan Feng berdiri canggung di tengah restoran, jari-jarinya mengetuk-ngetuk meja kayu. "Ah, hampir lupa," Yan Feng berseru ketika Hu Renshu hampir menghilang ke balik tirai dapur. "Jangan lupa siapkan makanan yang dipesan... sial, aku lupa siapa namanya." Hu Renshu berbalik, tersenyum lebar dan menepuk bahunya dengan ramah, terlalu ramah. "Tentu, tentu! Kau duduklah di sini. Kami akan menyiapkan semuanya!" Yan Feng duduk di sudut restoran dengan punggung menghadap dinding, kebiasaan petualang yang selalu waspada. Matanya mengawasi sekeliling, mengamati bekas-bekas kekacauan yang belum sepenuhnya dibersihkan. Noda makanan di lantai, beberapa meja yang belum dipindahkan kembali, dan tatapan pelayan yang tampak was-was. Waktu berlalu. Lima menit. Sepuluh menit. Pemilik restoran tidak kunjung kembali. Perasaan tidak enak mulai menggerogoti Yan Feng. Ia bangkit perlahan, hendak menyusul ke dapur ketika ... "TANGKAP DIA! DIA KAKI TANGAN PEMBERONTAK!" Pintu restoran didobrak dengan keras. Serombongan pasukan Jinyiwei berseragam hitam-merah menyerbu masuk dengan pedang terhunus. Yan Feng membeku sejenak, otaknya mencerna situasi dalam sekejap. Ia terjebak. Tanpa pikir panjang, Yan Feng melompat ke samping, menghindari sabetan pedang prajurit terdepan, kemudian melesat menuju dapur! Tangannya menyambar vas bunga dari meja dan melemparkannya ke arah pasukan, menciptakan pengalih perhatian. Seorang pelayan yang ditabraknya hampir menjatuhkan nampan berisi makanan. "Tuan, jangan lupa pesanan Anda!" teriak pelayan itu, mengejar Yan Feng sambil menyodorkan bungkusan makanan dengan sikap profesional yang mengagumkan di tengah kekacauan. Yan Feng hampir menolak, tetapi tangannya refleks menerima bungkusan itu. "Terima kasih," gumamnya bingung, sambil terus berlari. Ia menerobos dapur, menabrak dua koki yang tengah memotong sayuran. Sepanci sup tersenggol dan tumpah, menghasilkan teriakan marah dari koki kepala. Yan Feng melompati meja, menendang sebuah tumpukan panci untuk menghalangi jalan, dan melesat keluar melalui pintu belakang. Gong peringatan dipukul keras di belakangnya. Suara derap langkah menggema di gang sempit. "BERHENTI!" Yan Feng berlari sekuat tenaga, menerobos pasar yang ramai. Gerakannya lincah bagai kucing liar, berbelok tajam di setiap persimpangan. Pasukan Jinyiwei mengejarnya dengan gigih, melompati kotak-kotak kayu dan menerobos kerumunan. "Minggir! Minggir!" teriak Yan Feng, melompati gerobak sayur. "Hei! Bayar dulu bayam itu!" protes seorang pedagang ketika Yan Feng tidak sengaja menyenggol dagangannya. Seorang nenek tua yang membawa keranjang belanjaan hampir tertabrak. "Dasar anak muda! Tidak punya sopan santun!" Seekor ayam melompat dari keranjang dan ikut berlari di samping Yan Feng. Untuk sesaat, manusia dan unggas itu berlari beriringan dalam pelarian yang absurd. "Kau juga kabur, kawan?" tanya Yan Feng pada ayam tersebut. Ayam itu berkotek keras seolah menjawab, sebelum berbelok ke gang lain. Suasana kota berubah kacau! Pejalan kaki berteriak marah! Pedagang mengutuk saat lapak mereka berantakan! Bahkan seorang penjual kue beras nekat melempar adonannya ke arah pasukan Jinyiwei yang mengejar. Yan Feng berbelok tajam di tikungan—dan BRUK! Ia menabrak sebuah tandu mewah yang diangkat empat orang pelayan berpakaian mahal. Tabrakan itu membuatnya terhuyung dan hampir jatuh. "Maaf!" teriaknya, hendak melanjutkan pelarian. Namun, sebelum ia sempat bergerak, sebuah tangan mendadak menariknya masuk ke dalam tandu! "Cepat masuk!" bisik suara dari dalam tandu. Tanpa berpikir dua kali, Yan Feng melompat masuk. Tirai tandu tertutup rapat, dan para pengangkat langsung mempercepat langkah mereka, meninggalkan pasukan Jinyiwei yang kebingungan di persimpangan jalan. Bungkusan makanan pesanan Baili Zhiyu masih tergenggam erat di tangannya."San Gē, jika lorong rahasia di Pasar Hantu memiliki jalan keluar yang berbeda-beda ke berbagai tempat, aku yakin ada satu jalur utama yang mempertemukan semua jalur rahasia itu, bukan?" Zhiyu menjawab dengan nada serius, menunjukkan bahwa otaknya sudah bekerja menganalisis situasi yang kompleks."Jadi..." Zeyan menelan ludah dengan hati-hati. "Kau mau menelusuri lorong-lorong rahasia itu sendiri?"Zhiyu mengangguk mantap tanpa ragu. "Tetapi kita harus mengeluarkan Luó Jìng dulu dari Manor Gao sebelum melakukan itu.""Bagaimana caranya?" Zeyan mengerutkan keningnya dengan khawatir, suaranya mulai bergetar karena cemas. "Èr Lang, jangan katakan kau hendak menyusup ke dalam Manor Gao? Jika sampai ketahuan, Ayahanda Kaisar pasti akan pergi ke Barat untuk menyusul Sun Go Kong karena stress berat!"Zhiyu melirik Zeyan dari atas punggungnya dengan tatapan yang cukup untuk membuat Zeyan langsung paham bahwa di
Sore menjelang malam, suasana ibukota Longcheng mulai dihiasi dengan kemeriahan khas kehidupan malam yang tidak pernah tidur. Jalanan kota diterangi lampion merah dan lentera emas yang menyala berjajar di sepanjang jalan utama, menciptakan suasana hangat yang kontras dengan udara malam yang semakin dingin.Baili Zhiyu melangkah dengan tenang dan terkendali, kedua tangannya diklasper di belakang punggung dengan sikap yang mencerminkan ketenangan seorang sarjana. Ujung hanfu biru mudanya berkibar lembut tertiup angin malam yang mulai terasa lebih dingin dan membawa aroma bunga yang harum dari taman-taman kota.Di sampingnya, Xiǎo Zeyan berjalan dengan langkah santai yang khas, jubah biru kerajaan yang dipakainya juga berkibar-kibar mengikuti irama langkahnya. Sesekali dia memperhatikan sekeliling dengan mata yang mengamati setiap detail, meski wajahnya tetap menunjukkan ekspresi santai yang biasa."Èr Lang, kau mau mereview
Sementara itu, di Paviliun Kabut Rasa yang terkenal tenang, Xiao Zeyan seperti biasanya tengah bermalas-malasan sambil menikmati kacang rebus hangat di teras yang menghadap taman. Ia duduk dengan sikap santai, sesekali melempar biji kacang ke udara dan menangkapnya dengan mulut.Sementara di teras yang tak jauh darinya, Xie Zun dan pasukan bayangannya berlutut berderet dengan rapi, menunggu dalam formasi sempurna.Shèng Rui dan Ji Rou, kedua pelayan setia yang sudah bertahun-tahun mengabdi pada Pangeran Ketiga, pun melaporkan dengan nada formal yang tidak biasa."Yang Mulia, Jenderal Xie Zun dan Pasukan Angin Malam Berselimut Teh telah siap menunggu perintah Anda."Xiǎo Zeyan terkejut mendengar laporan itu dan hampir tersedak biji kacang yang tengah dimakannya dengan cara tidak elegan. Ia sedang asyik melempar kacang ke atas ketika mendengar pengumuman yang mengejutkan tersebut."Yang Mulia!" Ji Rou buru-buru berlari mengambil air dan mem
Fajar baru saja menyingsing ketika Xú Jianghong merapatkan jubahnya yang masih agak kusut dan bergegas menemui beberapa tamu penting yang pagi ini telah menunggunya di Yamen. Langkahnya tergesa namun tetap terkendali, meski pikirannya masih dipenuhi memori tentang aroma Teh Bunga Tujuh Rupa dari malam sebelumnya.Zhou Liang, pelayan Yamen yang setia dan selalu cemas berlebihan, bergegas menyambutnya dengan wajah yang menunjukkan kekhawatiran berlebihan."Menteri Xú, Menteri Han, Tuan Muda Yuan dan Komandan Wei Xuan telah menunggu Anda sedari tadi," lapornya dengan nada khawatir. "Mereka tampak sangat serius dan saya khawatir ada urusan besar yang terjadi.""Aku mengerti, Zhou Liang. Terima kasih atas laporannya," sahut Xú Jianghong dengan nada serius sambil merapikan penampilannya sebelum masuk.Dia melangkah masuk ke ruang utama Yamen dengan sikap siap menghadapi situasi apapun, dan segera memberi horm
Shèng Guan menyesap tehnya lagi, ekspresi wajahnya berubah menjadi lebih serius. "Tapi tidak semua kenangan tentang masa itu menyenangkan, Menteri Xú.""Bagaimana maksud Anda?" tanya Xú Jianghong sambil mencondongkan tubuh sedikit ke depan, menunjukkan ketertarikan yang tulus."Setelah lulus dari akademi dengan nilai yang sangat bagus, bahkan masuk dalam sepuluh besar lulusan terbaik angkatan saya, saya menghadapi kenyataan pahit." Shèng Guan menatap langit-langit sejenak. "Ternyata nilai bagus saja tidak cukup.""Ah, sistem itu," gumam Xú Jianghong paham."Tepat sekali. Untuk mendapatkan jabatan yang bagus, saya harus menyuap Menteri Personalia saat itu. Tapi dari mana saya mendapatkan uang sebanyak itu?" Shèng Guan tertawa pahit. "Keluarga saya bahkan kesulitan mengirim uang untuk makan sehari-hari.""Sistem yang tidak adil memang," komentar Xú Jianghong diplomatik.
Di lain tempat, di kediaman Walikota Shèng Guan, suasana makan malam berlangsung dalam keheningan yang sopan namun agak canggung. Lentera gantung memantulkan cahaya temaram ke permukaan meja kayu yang dipoles halus, tempat aneka sajian lezat tersaji dengan rapi. Pangsit kukus yang masih mengepul, irisan daging rebus yang dipotong tipis sempurna, dan teh yang mengepul pelan dari cangkir porselen bermotif naga.Xú Jianghong duduk dengan sikap yang berusaha terlihat santai, menikmati hidangan itu, atau setidaknya berusaha menikmati. Namun kenyataannya, selera makannya sudah hilang sejak insiden aneh di tepi kolam taman belakang beberapa saat yang lalu.Kemunculan Wei Xuan, Komandan Pasukan Jinyiwei, dari dasar kolam seperti seekor ikan raksasa bukanlah hal yang bisa dianggap sebagai lelucon biasa. Apa yang sebenarnya dilakukan pria itu di tempat seperti itu? Pertanyaan itu berulang kali muncul di benaknya seperti mantra yang tidak bisa dihenti