Tubuh mereka berempat meluncur deras ke bawah melalui lorong gelap yang curam, disertai jeritan yang entah karena terkejut, takut, meratap, atau mengumpat dengan berbagai variasi kata-kata yang tidak pantas diucapkan di tempat suci.
"San Gē!" Zhiyu memeluk pinggang Zeyan dengan panik, mencengkeram kain hanfu sahabatnya seperti orang tenggelam yang mencari pelampung."Èr Lang! Kau membuat jubahku kusut!" teriak Zeyan dengan histeris, meski jubahnya memang sudah kusut sejak dari tadi.Mereka tidak sempat bertengkar lebih lanjut karena situasi yang mendesak.Tubuh mereka mendarat dengan sukses di dasar lorong, tepat di atas tubuh seseorang yang tadi muncul dari lantai toko dengan cara yang tidak terduga."Bukankah jubahmu memang sudah kusut dari tadi? Aah!" Wei Xuan menyahut sambil berusaha mengatur posisi jatuhnya, lalu menjerit saat tubuhnya menimpa ketiga orang yang sudah tergeletak di bawah."Wei Xuan! Kau membuat pinggangku patSementara itu, di Paviliun Kabut Rasa yang terkenal tenang, Xiao Zeyan seperti biasanya tengah bermalas-malasan sambil menikmati kacang rebus hangat di teras yang menghadap taman. Ia duduk dengan sikap santai, sesekali melempar biji kacang ke udara dan menangkapnya dengan mulut.Sementara di teras yang tak jauh darinya, Xie Zun dan pasukan bayangannya berlutut berderet dengan rapi, menunggu dalam formasi sempurna.Shèng Rui dan Ji Rou, kedua pelayan setia yang sudah bertahun-tahun mengabdi pada Pangeran Ketiga, pun melaporkan dengan nada formal yang tidak biasa."Yang Mulia, Jenderal Xie Zun dan Pasukan Angin Malam Berselimut Teh telah siap menunggu perintah Anda."Xiǎo Zeyan terkejut mendengar laporan itu dan hampir tersedak biji kacang yang tengah dimakannya dengan cara tidak elegan. Ia sedang asyik melempar kacang ke atas ketika mendengar pengumuman yang mengejutkan tersebut."Yang Mulia!" Ji Rou buru-buru berlari mengambil air dan mem
Fajar baru saja menyingsing ketika Xú Jianghong merapatkan jubahnya yang masih agak kusut dan bergegas menemui beberapa tamu penting yang pagi ini telah menunggunya di Yamen. Langkahnya tergesa namun tetap terkendali, meski pikirannya masih dipenuhi memori tentang aroma Teh Bunga Tujuh Rupa dari malam sebelumnya.Zhou Liang, pelayan Yamen yang setia dan selalu cemas berlebihan, bergegas menyambutnya dengan wajah yang menunjukkan kekhawatiran berlebihan."Menteri Xú, Menteri Han, Tuan Muda Yuan dan Komandan Wei Xuan telah menunggu Anda sedari tadi," lapornya dengan nada khawatir. "Mereka tampak sangat serius dan saya khawatir ada urusan besar yang terjadi.""Aku mengerti, Zhou Liang. Terima kasih atas laporannya," sahut Xú Jianghong dengan nada serius sambil merapikan penampilannya sebelum masuk.Dia melangkah masuk ke ruang utama Yamen dengan sikap siap menghadapi situasi apapun, dan segera memberi horm
Shèng Guan menyesap tehnya lagi, ekspresi wajahnya berubah menjadi lebih serius. "Tapi tidak semua kenangan tentang masa itu menyenangkan, Menteri Xú.""Bagaimana maksud Anda?" tanya Xú Jianghong sambil mencondongkan tubuh sedikit ke depan, menunjukkan ketertarikan yang tulus."Setelah lulus dari akademi dengan nilai yang sangat bagus, bahkan masuk dalam sepuluh besar lulusan terbaik angkatan saya, saya menghadapi kenyataan pahit." Shèng Guan menatap langit-langit sejenak. "Ternyata nilai bagus saja tidak cukup.""Ah, sistem itu," gumam Xú Jianghong paham."Tepat sekali. Untuk mendapatkan jabatan yang bagus, saya harus menyuap Menteri Personalia saat itu. Tapi dari mana saya mendapatkan uang sebanyak itu?" Shèng Guan tertawa pahit. "Keluarga saya bahkan kesulitan mengirim uang untuk makan sehari-hari.""Sistem yang tidak adil memang," komentar Xú Jianghong diplomatik.
Di lain tempat, di kediaman Walikota Shèng Guan, suasana makan malam berlangsung dalam keheningan yang sopan namun agak canggung. Lentera gantung memantulkan cahaya temaram ke permukaan meja kayu yang dipoles halus, tempat aneka sajian lezat tersaji dengan rapi. Pangsit kukus yang masih mengepul, irisan daging rebus yang dipotong tipis sempurna, dan teh yang mengepul pelan dari cangkir porselen bermotif naga.Xú Jianghong duduk dengan sikap yang berusaha terlihat santai, menikmati hidangan itu, atau setidaknya berusaha menikmati. Namun kenyataannya, selera makannya sudah hilang sejak insiden aneh di tepi kolam taman belakang beberapa saat yang lalu.Kemunculan Wei Xuan, Komandan Pasukan Jinyiwei, dari dasar kolam seperti seekor ikan raksasa bukanlah hal yang bisa dianggap sebagai lelucon biasa. Apa yang sebenarnya dilakukan pria itu di tempat seperti itu? Pertanyaan itu berulang kali muncul di benaknya seperti mantra yang tidak bisa dihenti
Sementara itu, Baili Zhiyu berjalan cepat di tengah kegelapan malam yang menyelimuti ibukota. Langkahnya tergesa namun tetap terkendali. Menyusuri jalanan sempit yang familiar hingga tiba di sebuah persimpangan yang remang-remang.Bayangan bangunan tua yang menjulang dan lentera yang redup membuat segalanya tampak samar dan misterius. Setiap sudut gelap bisa menyembunyikan apapun, dan Zhiyu menyadari betul akan hal itu.Di kejauhan, dari arah yang berlawanan, Wei Xuan berlari dengan napas terputus-putus. Tubuhnya masih basah kuyup dari petualangan di kolam, pakaiannya berantakan dan menempel di badan, sementara pikirannya penuh dengan pertanyaan yang belum sempat ia jawab tentang pertemuan aneh antara Xú Jianghong dan walikota.Takdir membuat mereka hampir bertabrakan di persimpangan yang gelap itu. Karena cahaya yang sangat minim dan kelelahan yang menguasai pikiran mereka, keduanya tidak saling mengenali pada pandangan pertama.Refleks alami mem
Di bawah langit malam yang redup, lentera-lentera bergoyang pelan di sepanjang jalanan distrik kerajaan. Angin malam membawa aroma dupa yang samar dari kuil-kuil yang tersebar di ibukota, bercampur dengan bau tanah basah dan dedaunan.Pasukan Jinyiwei berpatroli seperti biasa, menyisir setiap sudut kota dengan langkah teratur dan mata tajam yang tidak melewatkan satu pun detail mencurigakan. Suara sepatu bot mereka bergema di jalanan batu yang sepi, menciptakan irama yang sudah familiar bagi penduduk Longcheng.Namun, malam ini terasa berbeda. Ada ketegangan di udara yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata.Di antara barisan penjaga berseragam gelap itu, tampak sosok yang jarang turun langsung ke jalan untuk patroli rutin. Jenderal Shén Luan, pemimpin tertinggi pasukan Jinyiwei, berjalan dengan sikap waspada yang lebih tinggi dari biasanya.Di sampingnya Xie Zun, mantan jenderal yang pernah memimpin pasukan di perbatasan pada masa kampanye seb