Di Manor keluarga Li, Li Qingyan duduk anggun di sebelah ayahnya yang sedang membaca dokumen administrasi. Sinar matahari membuat ruangan tampak hangat dan nyaman."Ayah," katanya sambil menyeduh teh dengan gerakan elegan, "hari ini Qingyan bertemu Letjen Wei Xuan."Li Chengfeng menoleh sambil meletakkan dokumen. "Wei Xuan? Di mana?""Di Kuil Yansheng," Li Qingyan menjawab sambil menuangkan teh ke cangkir ayahnya. "Dia sedang mengawasi Zhiyu Gē yang terlibat dalam kasus.""Ah, iya. Aku dengar Zhiyu terseret kasus aneh itu," Li Chengfeng mengangguk sambil mengambil cangkirnya. "Bagaimana keadaannya?"Li Qingyan menghela napas sambil duduk. "Seperti biasa, Ayah. Zhiyu Gē tidak sadar kalau dia selalu membuat orang khawatir.""Kakak ipar pasti pusing," Li Chengfeng berkata sambil menyesap tehnya."Makanya, Ayah," Li Qingyan melanjutkan dengan nada hati-hati, "Qingyan pikir... mungkin perlu mengawasi Zhiyu Gē lebih ketat."
Setelah investigasi di Kuil Yansheng yang diwarnai kericuhan serempak oleh duo absurd dan pelayan kecil berlogika tajam, rombongan pun kembali ke aktivitas masing-masing.Walau hari itu ditutup tanpa interogasi lagi, aroma Manor Gao terus menggema di benak mereka seperti dupa yang belum padam.Di Mahkamah Agung, Han Qingsheng duduk berhadapan dengan Xu Jianghong di ruang kerja yang dipenuhi gulungan dokumen. Sinar matahari siang menerangi tumpukan arsip di meja."Kasus ini harus punya nama resmi," Han Qingsheng berkata sambil mengambil kuas dari tempatnya. "Tidak bisa terus disebut 'kasus suami hilang yang aneh itu'."Xu Jianghong mengusap dagu sambil berpikir. "Bagaimana dengan 'Misteri Manor Gao'?""Terlalu sederhana." Han Qingsheng menggeleng sambil menimbang kuas di tangannya. "Ini lebih dari sekadar manor.""Kalau begitu…" Xu Jianghong merenung sejenak sambil melirik tumpukan dokumen, "Teh Bunga Tujuh Rupa Dan Suami Yang Hil
Kedua pengunjung kuil yang barusan menyeret Li Bao berlari langsung ke arah Baili Zhiyu, lalu berhenti dengan gaya teatrikal yang terlalu dramatis untuk peziarah biasa."Tuan Muda!"Mereka berteriak penuh semangat seperti anak kecil yang menemukan mainan kesayangan, lalu melepaskan Li Bao begitu saja.Bocah itu nyaris jatuh ke lantai batu kuil dan terhuyung beberapa langkah sebelum akhirnya berdiri tegak seperti prajurit kecil yang belum tahu sedang dalam parade apa.Zhiyu melipat tangan di dada, matanya menelusuri wajah dua pengunjung aneh yang kini berdiri kikuk dengan senyum canggung."Oh… rupanya kalian.""Eh iya, Tuan Muda…" jawab mereka dengan senyum yang semakin canggung dan bahu yang nyaris menyusut karena malu.Zhiyu menoleh ke arah Putra Mahkota dan Menteri Han dengan ekspresi yang sabar tapi tegas."Masih belum memberi hormat pada Yang Mulia Pangeran Mahkota dan Tuan Menteri Han?"Keduanya la
Sementara itu, di dalam ruang administrasi, Xu Jianghong duduk tenang di hadapan meja rendah yang aroma tintanya sudah menyatu dengan udara dan dupa. Di seberangnya, Pendeta Rong Yi, seorang pemuda dengan gestur rapi tapi mata yang terus bergerak lincah ke rak-rak tinggi yang memadati ruangan."Menteri Xu," ujarnya sambil meletakkan beberapa gulungan di atas meja dengan hati-hati, "hanya ini catatan mengenai Xu Tingsheng."Xu Jianghong membuka gulungan satu per satu dengan ketelitian seorang investigator. Teks bergaya formal dengan kaligrafi yang rapi, berisi catatan data pribadi Xu Tingsheng. Nama, tanggal lahir, asal daerah dan kerabat. Sebuah catatan standar yang tidak berbeda dengan catatan para pendeta lainnya."Xu Tingsheng berasal dari Desa Sungai Perak," gumam Xu Jianghong sambil membaca. "Desa kecil di pinggiran ibukota.""Benar, Tuan Menteri," Pendeta Rong mengangguk. "Dia yatim piatu dan mulai tinggal di kuil sejak berusia dua tahun."
Rombongan bergerak mengikuti Pendeta Liang Tong menuju Paviliun Belakang, kawasan tempat tinggal para pendeta di Kuil Yansheng.Lorong-lorong terasa sunyi. Aroma dupa menguar tajam menyelimuti seluruh kuil, mengiringi langkah-langkah kaki mereka.Li Qingyan berjalan tenang di belakang rombongan, sementara Li Bao, pelayannya yang tajam mata dan refleks logis, tiba-tiba berhenti. Matanya tertuju pada dua pengunjung kuil di sudut halaman yang berdiri terlalu diam untuk ukuran orang yang sedang berdoa."Nona…" Li Bao berbisik sambil menarik lengan jubah Li Qingyan pelan. "Izinkan saya mengawasi di luar saja."Li Qingyan mengikuti arah pandang pelayannya sekilas, lalu mengangguk. "Berhati-hatilah."Pemuda belia itu pun duduk di anak tangga paviliun dengan posisi yang tampak santai. Namun, matanya tetap waspada mengawasi dua sosok mencurigakan tersebut.Yang lain memasuki kediaman pribadi Pendeta Liang Tong. Ruangan berdinding kayu sed
Pendeta Liang Tong menghela napas pelan, menyapu pandangannya ke wajah para pejabat yang kini memandangnya dengan intensitas beragam."Sebenarnya saya… tidak tahu menahu mengenai Tuan Muda Gao. Karena saya baru pindah ke kuil ini… sekitar dua tahun yang lalu."Zhiyu mengangguk, menyambung tanpa ragu."Benar, Yang Mulia. Sebelumnya Pendeta Liang Tong adalah ketua pendeta di kuil kami, keluarga Baili."Putra Mahkota, Xiao Ji Heng, mengangkat alis ringan dan menatap bergantian antara Zhiyu dan pendeta tua itu."Benarkah?"Zeyan mengangguk dengan nada santai, tapi pasti."Benar, Xiongwang."Ji Heng menyentuh dagunya, seperti sedang membalik-balik ingatan yang belum dibuka."Dua tahun, ya…"Sejenak keheningan menggantung. Tapi Zeyan memecahnya dengan kalimat yang terdengar seperti petir di tengah siang bolong yang terik."Bagaimana dengan Xu Tingsheng?"Sekejap, atmosfer kuil berub