Share

Bab 2-I'll Rejected

"Duke Edmund sedang tidak berada di sini, Lady Caley. Kalau kau bersedia meninggalkan pesan, bawalah surat pribadi, kami akan sampaikan setelah dia kembali."

Samantha menrengut tak suka, ia lemparkan box bolu tersebut ke arah Earl Martin—selaku orang yang ditemui di halaman kastil. Pria itu tampak terkejut dengan tingkah si gadis, ia pikir Samantha datang untuk berterima kasih atau membalas pemberian sang duke, rupanya semua berbanding terbalik, dapat dilihat jelas dari ekspresi wajah dan tatapan matanya.

Samantha merapat di gerbang sambil berseru, membuat semua petarung dan ksatria yang sedang berlatih mengarahkan perhatian padanya, "Katakan padanya, jangan memberiku apapun! Dan jangan membuat rumor tidak benar!" Sindiranya terlampau keras, orang-orang yang berada di luar kastil bahkan bisa mendengar, mereka sontak menggunjingkan sikap Samantha. Namun gadis itu tak begitu peduli, ia lontarkan cibiran lirih pada Earl Martin sebelum pergi menjauh.

Luke Stewart—kolonel jenderal militer yang tadinya sibuk mengarahkan pelatihan tiba-tiba mendekati Earl Martin ketika mendapati keributan, "Wahh, dia berani sekali menolak pemberian dari Duke Edmund, mungkin duke tidak akan bertindak langsung tapi masyarakat yang akan membalas perbuatannya, ku jamin gadis itu akan sengsara."

"Jelas itu terjadi, Ayahya, Baron Alexandru belum lama meninggal, perekonomian keluarga mereka pasti sedang di masa sulit."

"Kasihan juga sebenarnya, dia masih muda dan cantik, pasti tidak rela kalau bersanding dengan pria yang jauh lebih tua meskipun kaya raya dan bertakhta. Tapi dengan penolakan begini, dia jadi dianggap sombong dan terlalu jual mahal."

Earl Martin sontak menoleh disertai tatapan sinis, sejak tadi nada bicara Jenderal Luke memang tidak mengenakkan, apalagi setelah dia menyebut 'Pria tua pada sang duke'', memang faktanya begitu, tapi Edmund belum terlalu sepuh untuk dikatai pria tua seolah mendeskripsikan orang bungkuk, berjenggot panjang, dan rambut putih menyeluruh. Meski usianya cukup menghabiskan banyak angka, Edmund masih kelihatan bugar, sehat, dan tampan seperti saat masih muda.

Luke kembali bicara, "Sebenarnya putri sulung mendiang Baron Alexandru cukup terkenal di desa karena kecantikannya. Aku yakin bayak pria yang akan melamarnya setelah berusia genap 20 tahun."

Hal itu membuat Earl Martin semakin dongkol sekaligus curiga—sebagai pengikut setia Duke Edmund Aisteree, ia tidak ingin pimpinannya diinjak-injak apalagi kalau hanya mengenai perempuan, "Sir Stewart, bukankah kau orang asli dari daerah sini? Bagaimana bisa tahu kalau Lady Caley cukup terkenal dan jadi incaran para pria di desanya?"

Pria berpangkat itu tampak menggerlingkan bola mata, "Aku suka menginap di desa-desa setempat saat cuti, jangan terlalu berpikiran negatif tentangku Earl Martin. Lagipula... mana mungkin aku berani meraih hati perempuan yang sudah berhasil memikat

Duke Edmund."

•••

Samantha pulang dengan perasaan campur aduk, ia sempat malu harus berteriak-teriak emosi di depan kastil Harbetor sehingga menjadi pusat perhatian para ksatria. Namun jika tidak begitu, rumor mengenai dirinya dengan sang duke tua pasti semakin menyebar tak terjangkau, apalagi kalau sampai ia menerima barang pemberian pria itu.

Sejujurnya, Sam tidak memandang seseorang dari fisik, terlebih kondisi tubuh sang duke masih sehat dan kuat layaknya remaja seusia dirinya, wajah tampannya juga tak banyak berubah, tapi tetap saja menua dan Sam tidak bisa menerima hal itu. Apa yang akan dikatakan teman-temannya jika dirinya tengah dekat dengan seorang pria seusia sang ayah? Atau mereka akan mendukung karena pria itu bukan orang biasa, melainkan seorang pemimpin, pemilik takhta tertingi di Harbetor. Jika dirinya benar-benar menjalani hubungan serius dengan Edmund, gelar duchess pasti akan ia sandang.

Ia menepuk kepala menyadarkan diri, "Aku berpikir sudah terlalu jauh, tidak mungkin dan tidak akan jadi seorang duchess.."

Sam memejamkan mata hingga tak sengaja menubruk punggung seseorang dari belakang. Ternyata tak hanya satu, mereka semua sontak menatapnya dengan ekspresi sedikit asing. Sam buru-buru meminta maaf untuk menghindari kesalah pahaman.

"Lady," panggil salah satu dari mereka. Dia seorang wanita tua bertudung merah marun yang merupakan penjual buah apel—gerobak wanita itu yang rupanya sedang dikelilingi banyak orang. Meski ramai, dia menyempatkan diri mendekati Sam tanpa ragu, "Jika suatu hari Duke Edmund melamarmu, tolong terimalah. Dia sudah banyak membuat jasa di Harbetor bahkan sebelum peresmiannya sebagai seorang pemimpin berlangsung. Apa kau tidak mau membalas budi pada orang baik sepertinya?"

Bola mata Sam menggerling, membuat orang-orang sontak memandangnya tidak suka—Dia gadis sombong, mungkin begitulah salah satu isi pikiran mereka.

"Maaf, Nyonya. Tapi untuk apa kau ikut campur urusan seperti itu? Dan..." Tatapannya mengarah pada kerumunan orang yang juga memandanginya, "Jangan terlalu mempercayai rumor yang belum jelas datangnya dari mana. Yang lebih pentingnya lagi, hargai privasi orang, jangan menyebar rumor palsu!" Samantha berlalu begitu saja, tanpa mempedulikan cibiran orang-orang yang semakin menyakitkan.

•••

Gadis itu kembali ke rumah berjalan kaki, kusir pribadi di rumahnya sudah tidak ada karena ibu tidak mau mengeluarkan banyak uang untuk kebutuhan sepele. Lagi pula, sekarang sudah banyak jasa transportasi kereta kuda dengan nominal pembayaran lebih sedikit dari pada harus memiliki kusir dan kuda sendiri.

Athena dan Jamie segera menubruk tubuh sang kakak ketika baru saja sampai depan gerbang. Mereka menangis tersedu-sedu membuat Sam ikut panik.

"Ibu bilang kita akan pindah. Rumah ini akan segera ditempati Baron dan Baroness baru," ujar Samuel, adik lelakinya yang paling tua, berusia empat belas tahun.

Sam kesulitan membendung emosi, ada saja cobaan batin dan fisiknya hari ini, "Kenapa kita tidak mempertahankan rumah ini, biarkan Baron dan Baroness baru mencari tempat lain. Seperti tak ada tanah yang kosong saja."

Ibu datang dari dalam seraya membereskan pakaian, "Rumah ini atas nama Baron-Baroness, kita tidak punya hak sama sekali setelah jabatan ayah kalian dilepaskan. Seandainya ibu bisa memimpin, kita tidak perlu kesulitan seperti ini."

"Kalau begitu cobalah bu, katakan kalau kau bisa melakukannya. Aku akan membantu," sela Sam mempertahankan keinginan.

"Ibu sudah melakukan tes ulang kemarin, hasilnya keluar hari ini dan ibu gagal. Kita terpaksa pindah, beruntung masih diberi waktu satu minggu untuk mencari hunian lain. Ibu mau cari rumah sederhana di dekat hutan, harga beli di sana katanya murah."

Samantha mengacak surainya kasar, "Aku heran! Kenapa semuanya seolah berniat membuatku menderita?!" Ia segera pergi ke ruang seni yang menyimpan banyak karya buatannya mulai dari kecil sampai sekarang. Sam tak sengaja menyenggol lukisan wajah Dolyn Swan—putri Sir Bragen, orang terpandang di desanya karena memiliki bisnis di industri pakaian. Lukisan itu baru jadi semalam dan hari ini harus segera di kirim ke rumah Dolyn sesuai pesanan kala itu. Namun sayangnya lukisan tersebut jatuh tepat menimpa air keruh yang biasanya Sam gunakan untuk mencuci kuas bekas pakai. Semakin diperparah kotoran itu menempel tepat pada gambar wajah Dolyn Swan sehingga kelihatan bernoda dan sangat kotor.

Tak mampu berkata-kata lagi, Sam hanya menutup mulutnya yang terbuka lebar hendak mengumpat sepanjang jalur kereta bawah tanah milik penambang batu bara. Ini sudah pukul lima, sementara ia harus mengantarkan lukisan jam tujuh. Kalaupun sempat membuatnya lagi, pasti tidak detil, ia butuh waktu lebih lama untuk memperbarui. Sam tiba-tiba jatuh merosot di bawah meja sambil menutup kedua mata dengan telapak, air matanya seketika mengalir deras. Hari ini seharusnya ia menerima banyak uang setelah mengantar lukisannya pada Dolyn, tapi ia mengecewakan banyak orang terutama diri sendiri.

Renungan itu membawa Sam melayang jauh hingga tak sadar sejak tadi sang ibu mengajaknya bicara, "Bagaimana Sam? Kau setuju kan dengan ibu? Kita tidak perlu bersusah payah lagi nanti. Jangan biarkan lukisanmu yang rusak jadi faktor utama keluarga Swan merendahkan kita."

"Iya ibu, terserah apapun perkataanmu," balasnya lirih, Sam juga belum membuka matanya dan masih menyesali kecerobohan yang mengakibatkan dirinya kehilangan uang. Apapun yang ibunya ucapkan, ia hanya mengangguk dan mengiyakan tanpa peduli topik apa yang sedang dibicarakan.

"Bagus! Kalau begitu, kau hanya perlu kembali ke kastil Harbetor dan meminta maaf atas perilakumu tadi, jangan lagi tolak barang yang Duke antarkan padamu."

Sam melongo, "Ap-apa?"

"Iya, dekati Duke Edmuns dan semakin akrabkan diri kalian. Hanya dengan begitu saja hidup kita bisa diperbaiki."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status