Share

7. Sadis

-sangat khawatir-

      Hari ini adalah hari liburku untuk bekerja, jadi kalau sudah datang waktu libur, aku lebih banyak membantu ibu berjualan. Aku mulai membantu ibu mempersiapkan dagangan yang akan dijual, mulai dari menata bahan-bahan, menata meja serta membersihkan warung. Alhamdulillah, masih di jam delapan pagi dagangan ibu sudah lumayan ramai. Aku benar-benar semangat untuk hari ini. Tapi, di saatku sedang asyik-asyiknya bekerja, aku jadi teringat akan sosok Aisy dulu di saat dia suka mencicipi rujak buatan ibu, entah sampai saat ini apakah kira-kira Aisy masih suka atau tidak.

         Saat tiba jam sepuluh pagi, saat itulah aku mulai ingin pergi menuju rumahnya, yang tidak lain hanyalah untuk memberikan bungkusan rujak yang bisa mereka cicipi. Apa yang akan kulakukan saat ini sebagai upaya untuk membangun tali silaturahmi dengan keluarganya. Kusegera berangkat dengan berpamitan pada ibu. Saat dalam perjalanan, kumulai teringat kembali akan sosok Aisy di saat kita masih satu sekolah. Saat itu aku membawa bekal rujak dari rumah, dan Aisy selalu membawa bekal nasi goreng kesukaannya, dan satu hal yang menurutku paling menarik adalah, dulu kita berdua sering untuk tuker-tukeran bekal. Tak heran, ternyata Aisy sangat suka akan rujak buatan ibu, begitu juga dengan diriku yang juga suka dengan nasi goreng miliknya. Dari dulu rujak buatan ibu rasanya tidak pernah berubah, kini sudah kubawakan tiga bungkus rujak untuk Aisy dan keluarganya. Semoga saja ketika Aisy sudah mencicipi rujak ini, dia bisa merasa senang, karena kuyakin jika Aisy masih suka dengan rujak buatan ibu.

           “Assalamualikum.” Ucapku pada ibunya Aisy saat sudah tiba di depan rumahnya.

           “Walaikum salam, ehh nak Aldi mari masuk dulu!” seru beliau.

           “Hemm, tidak usah buk terima kasih, kedatangan saya cuma sebentar kok. Ini saya bawakan tiga bungkus rujak kesukaan Aisy. Silahkan bisa dicicipi.” Pintaku.

           “Waduh, nak Aldi kogh repot-repot sekali, maaf loh yaa.” Tukasnya.

           “Nggak kogh buk, sekali-kali saja saya nganter makanan kan juga nggak ada salahnya.” Jawabnya.

           “Iya-iya terima kasih banyak.” Jawab beliau kembali.

           “Ohhh iya buk Aisy ada?” tanyaku.

           “Hem, lah iya itu Aldi, Aisy belum pulang juga dari semalam. Ibuk sebenarnya sangat khawatir kalau dia sering-sering tidak pulang seperti ini.” keluh beliau.

           “Ohh begitu buk, pantesan mobilnya nggak kelihatan. Ya sudah buk semoga Aisy baik-baik saja yaa.” Tambahku.

           “Iya Aldi, insya Allah sebentar lagi juga akan pulang kogh.” Jawab beliau.

           “Kalau begitu Aldi pamit pulang dulu ya buk.” Ucapku.

           “Ya nak Aldi, terima kasih banyak loh yaa.” Imbuhnya.

           “Baik buk, assalamualikum.” Ucapku.

           “Walaikum salam.” Jawab beliau kembali.

          Dan aku kembali pulang dengan perasaan yang tak menentu. Rasa sesal dan sedikit kecewa sudah pasti ada. Aku datang dengan perasaan gembira, berharap bisa memandang wajah Aisy sejenak ternyata hal itu tak juga terwujud. Semua itu karena dirinya masih belum pulang dari semalam. Ya sudahlah, aku tak perlu merisaukan hal itu, lagipula diriku bukanlah seorang kakak dari Aisy. Dalam waktu ini, ku tak langsung pulang menuju rumah, tapi kusempatkan waktu sebentar bermain sendiri di taman dekat telaga. Aku terduduk dan mulai terdiam sepi. Ku kembali memikirkan akan sosok Aisy, kuteringat betul sosok Aisy antara dulu dan sekarang. Dulu dia adalah sosok perempuan yang begitu baik, lugu dan penuh perhatian. Aku sangat terpukau akan kebaikannya hingga saat ini bayangan itu masih terekam kuat di otakku.

         Namun kini sepertinya Aisy mulai berubah, tak seperti dulu lagi. Ada apa gerangan, apa yang sudah membuat hidup Aisy jadi seperti ini. Sungguh aku benar-benar merasa sangat prihatin atas hal itu. Namun aku sebagai sahabat sejatinya tak akan berhenti sampai di sini saja, kuakan terus berusaha untuk bisa berperilaku baik terhadapnya, meski terkadang dia selalu cuek dan mulai acuh tak acuh terhadap diriku. Apa yang aku ketahui pada dirinya sekarang tidaklah seberapa, karena aku belum sepenuhnya tahu apa penyebab dirinya bisa berubah seperti ini. Dan sampai kapanpun ku tetap akan mencari cara untuk dapat mengetahui kepribadian Aisy dengan lebih dalam, insya Allah dengan adanya usaha serta doa pasti akan ada hasil yang sangat baik untukku.

-mulai gugup-

         Waktu sore pun telah tiba, aku baru saja menyelesaikan shalat Ashar usai menjadi imam di masjid. Waktu telah menunjukkan di angka setengah empat pagi, dan Alhamdulillah dagangan ibu mulai habis, aku segera membantunya bersih-bersih warung. Setelah tiga puluh menit diriku membantu ibu, kini saatnya diriku mandi untuk membersihkan diri. Sepertinya kumulai ada rencana lagi, bahwasanya aku akan kembali datang dengan sembunyi-sembunyi untuk menengok Aisy, siapa tahu dia sudah pulang.

          Kumulai berangkat untuk melihat rumahnya, saat itu kutelah tiba dan hanya memandangi rumahnya dari balik pohon. Namun saat aku menengok ke arah garasi rumahnya, tak kulihat mobilnya. Dan saat itulah kumulai prihatin, bisa jadi Aisy masih belum pulang. Namun di saatku memandangi rumahnya, tiba-tiba ibunya Aisy pun memergokiku dari arah belakang tanpa kusadari.

           “Aldi.” Ucapnya beliau yang membuatku kaget.

           “Ehh ibuk, Assalamualikum buk.” Jawabku dengan sedikit gugup.

           “Kamu ngapain di sini kogh nggak masuk aja?” tanyanya.

           “Hem, iya buk. Saya cuma mau menengok apakah Aisy sudah pulang.” Jawabku.

           “Aisy masih belum pulang Aldi, ibuk benar-benar bingung kenapa dia belum juga pulang.” Jawab beliau kembali.

           “Memang biasanya Aisy selalu pergi ke mana buk?” tanyaku.

           “Ibuk juga ndak tahu, tapi setiap kali ibuk tanya, dia selalu main ke kafe Cokelat Klasik.” Jawab beliau kembali.

           “Ohh begitu buk, ya sudah kita tunggu sampai malam. Jika nanti Aisy belum pulang juga, Aldi yang akan mencarinya.” Imbuhku.

           “Ya sudah kalau begitu, makasih loh nak Aldi jadi ngerepotin.” Tambahnya.

           “Ahh nggak apa-apa buk, karena Aisy kan juga sahabat saya dari kecil.” Jawabku kembali.

          Aku kembali pulang untuk menjalani aktifitas sebagaimana biasanya, mulai dari shalat Maghrib, mengaji dan juga mengisi ceramah. Tak terasa waktu sudah menunjukkan di angka sembilan malam, syukurlah kewajibanku sudah usai kulaksanakan, dan sekarang tiba saatnya kembali berangkat menuju rumah Aisy. Kuberharap, Aisy sudah pulang dan juga sudah tertidur. Saat diriku tiba, aku kembali mendapati ibunya di rumah, dan kumulai menanyakan akan diri Aisy.

           “Assalamualaikum buk, bagaimana apakah Aisy sudah pulang buk?” tanyaku.

           “Tadi barusan sudah Aldi, tapi dia berangkat lagi. Aduh kok ibu jadi tambah khawatir begini yaa.” Keluhnya.

           “Ya sudah buk, saya akan coba mengejar ke mana Aisy pergi.” tambahku.

-tak tinggal diam-

          Dengan sigap, aku langsung menancap gas motor dengan kencang. Kuyakin, Aisy mungkin sedang dalam perjalanan menuju arah kota. Setelah kumelaju dengan kecepatan yang lumayan tinggi, pada akhirnya kusempat melihat mobil Aisy dari kejauhan. Kucoba untuk terus membuntuti ke mana arah perginya. Setelah melaju sekitar empat puluh menit, kulihat mobilnya mulai berbelok ke arah hotel Kartika Sari, kuterus mengikutinya dengan sembunyi-sembunyi. Aisy mulai memarkir mobilnya di basement, dan saat itu juga dia mulai turun menuju suatu tempat. Kukembali mengikutinya sambil berjalan pelan, tak kusangka ternyata dia sudah disambut oleh banyak teman-temannya, dan memasuki sebuah tempat hiburan malam.

           “Ya ampun, ternyata selama ini di sini Aisy mengisi waktu malamnya, aku benar-benar tidak habis pikir.” Batinku.

          Waktu sudah menunjukkan di angka sepuluh lebih dua menit. Kumulai terduduk dan hanya terdiam sendiri, menyikapi Aisy yang sedang asyik menikmati waktunya. Ku mulai bingung, apa yang harus kulakukan jika kondisinya menjadi seperti ini. Aku tak bisa pulang jika diriku tak membawa hasil walau itu sedikit, entah apakah kujuga harus masuk ke tempat itu, namun yang pasti kuakan merasa kebingungan di hadapan Aisy. Tetapi ini tidak bisa dibiarkan, kujadi ingat akan ibunya, yang selalu khawatir dan mulai pusing memikirkan sikap Aisy yang mulai menjadi-jadi.

          Baiklah, aku akan bertindak dengan segera, detik ini juga kan kuberanikan diri untuk masuk ke tempat hiburan malam itu, dan aku akan mengambil tindakan tegas jika Aisy keterlaluan. Di saatku mulai masuk, saat itulah hatiku merasa geram terhadap perilaku orang-orang di ruangan ini. Saat kusudah tiba di tempat orang-orang dugem, ku mulai mencari di mana keberadaannya. Kucoba berjalan ke arah depan, ada pemandangan yang membuatku sangat terkejut, di mana dirinya mulai duduk dan canda tawa bersama teman-temannya sambil merokok, dan parahnya lagi dia sempat meminum minuman beralkohol.

           “Ya Allah Aisy astaghfirullahal adzim, apa-apaan kamu di sini hahhh.” Tegasku.

          Dengan sedikit amarah, kulangsung menarik rokoknya lalu kubuang, dan setelah itu kutarik tangannya dan kuseret keluar.

           “Sini kamu.” Tegasku kembali.

           “Aldi lepasin, kamu tuh ngapain sihhh.” Jawabnya.

           “Udah diemmmm.” Bentakku.

           “Kamu ini yaa, ibumu susah banting tulang di rumah, tiap pagi tiap malam selalu memikirkan kamu. Kamu malah enak-enaknya main ke tempat seperti ini.” tegasku.

           “Lah terus kenapa? Emang masalah buat loe. Sok marah-marah lagi.” Jawabnya.

           “Ya jelas lah aku marah, karena aku peduli sama ibumu dan juga sama kamu Aisy.” Bantahku.

           “Apa? Peduli. Kepedean amat ya loe bilang. Ehh Aldi, inget yaa. Kita itu emang berteman tapi itu dulu, dan sekarang loe itu udah nggak pantas jadi temen gue lagi, jadi nggak usah sok perhatiin sama gue deh.” Balasnya.

           “Enggak, pokoknya aku nggak akan biarin kamu begitu saja. Istigfar Aisy, istighfar!!!” seruku.

           “Ahh udah ahh stoppp, nggak usah sok ceramah di sini. Sekarang loe pergi dari sini atau gue panggil satpam dan gue teriakin maling, pergiiiii!!!!” bentaknya dengan keras.

          Lalu dengan perlahan kumulai pergi meninggalkannya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status