Share

2 - Arjuna Si Lelaki Payah

Sang panglima masih berjuang mencerna berbagai informasi yang datang seperti air bah di kepalanya. Dari perubahan nama menjadi Juna , dan juga tempat tinggalnya saat ini.

Dia ada di negara Nusantara, bertempat di kota Samanggi dan ada di tahun 2017 Masehi! Bukan menggunakan penanggalan Jawa Purwa seperti yang dia ketahui.

Karena masih bingung, Juna memilih memejamkan matanya sambil terus mengolah informasi aneh yang ada di kepalanya. Dia biarkan orang-orang di sekitarnya berceloteh sesuka hati dan menganggap dia sedang beristirahat.

Juna butuh asupan informasi sebanyak mungkin akan kehidupan Arjuna andaikan benar jiwanya masuk  ke dalam raga orang lain yang kebetulan saja elemen nama dan wajahnya hampir mirip.

‘Hm jadi saat ini tidak menggunakan penanggalan Jawa Purwa, melainkan penanggalan Masehi. Aku tak paham, tapi tak apa, berikan saja semuanya!’ seru Juna. Dulu, dia hidup di tahun 134 Jawa Purwa.

Mengenai penanggalan Masehi, mungkin nanti dia akan mencari tahu mengenai itu, entah dengan cara apapun, pasti bisa, karena dia bukan orang bodoh.

Setelahnya, kilasan-kilasan memori mengenai Arjuna yang lebih bersifat pribadi datang. Kening Juna berkerut. Usai itu, dia berkata, ‘Kau ternyata lelaki payah, Arjuna! Aku tak mau melanjutkan menjadi dirimu!’

Dia seketika memikirkan kilas balik mengenai kehidupannya di masa lampau, era yang sangat kuno, tepatnya pada tahun 777 SM.

Ketika itu, dia adalah panglima termuda kerajaan Trahujoyo yang berusia 28 tahun. Dia orang tegas dan teguh, tidak seperti orang yang sedang dia gantikan. Sangat jauh berbeda.

Teringat olehnya, di masanya dulu, dia banyak dipuja dan dipuji banyak orang dikarenakan prestasinya menjadi Panglima Selatan di usia yang begitu muda. Wanita berderet mengantri untuk menghangatkan ranjangnya meski kadang dia abaikan.

‘Keadaanku di sini sungguh berbeda dengan di Trahujoyo. Tapi … kenapa aku sampai ada di sini? Bukankah aku sedang mengantarkan tuan putri Sarnika ke kerajaan Prajumanggolo untuk menyerahkannya pada pangeran di sana yang menjadi calon suaminya?’ Juna masih terus mengingat-ingat saat terakhir yang masih dia ingat.

‘Ya, saat itu raja memintaku memimpin rombongan mengantar tuan putri ke calon suaminya. Betapa ironisnya, aku mengantarkan wanita yang aku cintai untuk menikah dengan lelaki lain. Tsk!’

Mengingat hal tersebut, menyebabkan Juna merasakan sakit di hatinya. Dia dipisahkan dengan wanita tercintanya dan malah terdampar di tempat yang tak dia kenali. Belum lagi harus mendapatkan raga lemah milik pria payah.

‘Kenapa Dewata kerap memberikan aku nasib malang? Apakah karmaku terlalu buruk? Dosa apa yang sudah aku perbuat hingga harus menggantikan orang payah ini? Terlebih istrinya sangat tak sopan!’ Juna kesal sendiri jika mengingat seperti apa perlakuan Lenita padanya.

Apakah selamanya dia harus hidup di lingkungan begini? Harus meneruskan menjalani kehidupan lelaki bernama Arjuna ini?

Saat Juna sedang kesal sendiri, suara Lenita sudah menyapa pendengarannya. “Juna … Jun? Juna, hei Juna!” Tangan Lenita menggoyang-goyangkan tubuh suaminya.

Mau tak mau, Juna membuka mata. “Ada apa?” Suaranya dingin dan terdengar sedikit ketus. Dia masih kesal pada Lenita.

Di lain pihak, Lenita terkejut, tak mengira akan mendapatkan sahutan semacam itu dari suaminya. Bukankah biasanya Arjuna akan berkata-kata dengan suara lembut merayu penuh memuja? Apakah ini efek mati suri?

“Heh, Jun, mama datang dan ingin bertemu denganmu. Lekas bangun dan temui mama, sana!” Lenita menampar lengan Juna.

Bukannya menjawab istrinya, Juna justru berguling ke samping, memunggungi Lenita.

Melihat sikap suaminya, Lenita makin terkejut. Ada apa dengan suaminya? Mana Arjuna yang bertutur lembut dengan tatapan penuh cinta dan memuja seperti biasanya? Kenapa ini sangat berbeda?

Sayang sekali, Lenita mengabaikan keheranannya dan memukul lagi lengan suaminya sembari menghardik, “Juna! Mama datang! Cepat keluar untuk menemui mama!”

Juna mau tak mau menoleh ke belakang, mendapati wajah kesal Lenita. “Untuk apa aku menemui ibumu? Kalau dia ingin menjengukku, harusnya dia datang kepadaku, bukan sebaliknya!”

Kalau arwah Arjuna ada di sana, dia pasti terkejut bukan kepalang menyaksikan sikap macam apa yang ditunjukkan penggantinya.

Tak butuh waktu lama untuk membuat Lenita segera mengomeli Janu. “Dasar suami kurang ajar! Kau pikir kau ini siapa sampai berani bicara seperti itu kepadaku? Apa kau sudah merasa yang paling hebat? Apa kau lupa kau ini ada di mana? Kau lupa siapa yang memberimu makan dan tempat tinggal?”

Mengabaikan Lenita yang mengomelinya panjang lebar, Juna justru lebih tertarik mengakses informasi mengenai Arjuna di kepalanya sebanyak mungkin.

‘Arjuna, Arjuna … kau ternyata hanya lelaki payah dan kukatakan secara jujur, aku tak ingin menjadi dirimu yang begitu! Jangan harap!’ Juna kembali mengulang batinan yang sempat terhenti ketika istrinya datang ke kamar.

Kemudian, ada informasi baru. ‘Hm, Arjuna seorang CEO? Apa itu CEO?’ Segera, sesuatu di otaknya memberikan pengetahuan apakah CEO itu.

‘Baiklah, aku paham CEO. Tapi tetap saja kau payah, Arjuna! Kau menjadi budak bagi istrimu dan juga diremehkan ibu dari istrimu. Selain itu, kau beberapa kali ditipu rekan bisnismu sampai membuat ayah mertuamu kesal dan istrimu mengomelimu sepanjang malam sampai dia enggan disentuh olehmu. Kau bahkan—‘

Juna sampai harus mengambil napas banyak-banyak setelah memuntahkan opini buruk mengenai Arjuna. Dia seperti sedang memarahi pemilik lawas dari tubuhnya.

‘Arjuna, kenapa kau seperti berada di ketiak istrimu? Tak heran tadi istrimu menyebut kau tolol, ternyata kau sudah biasa disebut begitu oleh dia dan ibunya.’ Lalu, Juna geli sendiri ketika dia melihat adegan-adegan saat Arjuna sedang ditindas istri dan mertua perempuannya yang galak.

Apalagi di adegan Arjuna berlutut memohon agar Lenita tidak lagi mendiamkan dia karena dia tidak bergegas mengambilkan jus buah di lemari es. Juna mendengus keras dan berkata, ‘Hgh! Kalau bisa muntah, aku ingin muntah di mukamu, Arjuna!’ Dia justru memarahi Arjuna meski tahu itu sia-sia karena yang bersangkutan sudah tak ada.

Kemudian, dalam memori berikutnya, ada adegan Arjuna meratap ketika Lenita keguguran. “Tuhan, kenapa kau begitu jahat pada Nita sayangku? Apa salah dia hingga kau ambil anak kami, Tuhan?” Seperti itu.

‘Tuhan?’ Juna  mengerutkan dahi. ‘Siapa itu Tuhan? Keluarga Arjuna lainnya?’ Dia sedikit bingung.

Setelahnya, otak Juna segera memberikan pengertian singkat mengenai Tuhan yang merupakan entitas tertinggi di jagat raya ini, pemilik alam semesta, pencipta segala yang ada di langit dan bumi.

‘Hm, pencipta dan pemilik semesta? Kenapa itu lebih terdengar seperti Sang Hyang Widhi di zamanku, ya?’ Juna berpikir ke arah itu.

Juna mendengus dan berkata, ‘Baiklah, pemilik tubuh ini adalah CEO sekaligus menantu yang payah dan sembrono, tapi tentu saja aku tak mungkin sembrono sepertinya. Lihat saja nanti, aku akan membuat perbedaan yang sangat nyata!’

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Lela Redmi
perdana baca nyimak dulu
goodnovel comment avatar
DeDe M Taufik
wow awesome
goodnovel comment avatar
Anisa Salsabila P
suka alurnya! unik niy bnyakk kearifan lokal ^^
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status