Share

Panglima Kuno Terjebak di Tubuh CEO
Panglima Kuno Terjebak di Tubuh CEO
Author: Gauche Diablo

1 - Terjebak di Tubuh Berbeda

‘Sang Hyang Widhi! Inikah hidup untuk hamba? Berakhir begini saja? Hamba harus mati di usia muda tanpa keluarga! Inikah keadilanmu, Gusti Sang Hyang Widhi?’ Di detik-detik terakhir kehidupannya, Arjanuwanggabrata menyeru kepada Dewata di hatinya.

Meski begitu, dia masih sempat berbisik lirih, “Tapi … hamba puas karena bisa mati bersama perempuan yang hamba cintai. Tuan Putri Sarnika, maafkan hamba yang tidak berguna menjaga Tuanku. Ndoro Putri adalah cinta sejatiku … selamanya.”

Namun, Arjanuwanggabrata seperti mendengar suara lembut tuan putri di sampingnya, “Tuan Panglima, aku bahagia bisa mati bersamamu. Hari ini sungguh sebuah kebahagiaan terbesar dalam hidupku.”

Hah?

Zap!

Mata Arjanuwanggabrata segera membuka dengan cepat disertai helaan napas keras dan jantung berdegup kencang, seakan-akan dia baru terjaga dari mimpi mengerikan.

Yang dia ingat terakhir kalinya hanyalah pelukan tuan putri pada lengannya dan bisikan Beliau, lalu sinar merah terang membutakan dan menutup pengelihatannya.

Segera saja, usai tubuh Arjanuwanggabrata bergerak karena terkejut, banyak orang lari berhamburan keluar. Keadaan menjadi gempar seketika.

Ada yang berteriak, “Mayat hidup!”

“Mayatnya hidup lagi!” timpal yang lainnya sambil berlari.

Dengan cepat, beberapa orang dewasa masuk ke ruangan tersebut dan menyaksikan orang yang sudah menjadi jenazah dan siap dikubur, saat ini sedang duduk terbatuk-batuk disertai napas tersengal-sengal.

“Ju—Juna? Kamu masih hidup? Apakah kamu masih hidup?” Lelaki berumur pertengahan 50-an mencoba mendekat ke Arjanuwanggabrata yang masih linglung.

‘Juna?’ Hati sang panglima bertanya. Dia menatap lelaki itu dan kemudian sekitarnya. Sebuah tempat yang aneh dan asing. Bahkan, tata rumahnya tidak selayaknya yang lazim di kerajaannya. Apakah ini kerajaan lain? Dia berhasil selamat dari jurang?

Kemudian, muncul wanita cantik dari belakang lelaki paruh baya tadi dan memekik, “Juna hidup lagi, Mas! Dia itu hidup lagi! Tidak jadi mati!”

Lelaki paruh baya menatap ke wanita cantik tadi, berkata, “Kamu yakin?”

“Mas ini bagaimana, sih? Lihat itu, wajahnya tidak pucat seperti tadi, sudah ada rona warnanya, itu tandanya dia hidup lagi!” Demikian kata si wanita. “Mana Nita? Panggil Nita, bilang kalau suaminya hidup lagi!”

‘Juna? Kenapa mereka memanggilku demikian? Tapi lebih baik aku diam dan mengamati situasi dulu.’ Arjanuwanggabrata masih belum paham kerajaan mana yang telah menyelamatkan dia.

Kabar mengenai Juna atau Arjuna telah hidup kembali dan baru saja mengalami mati suri pun merebak di lingkungan tersebut.

Kemudian, muncul sosok wanita muda lainnya, tak kalah cantik dengan yang dipanggil Wen. Wanita muda itu menubruk Arjanuwanggabrata dan terisak keras sembari memeluk. “Juna! Ya ampun, Juna! Ternyata kamu tidak jadi mati! Ya ampun, Juna! Hu hu hu … hampir saja kau dikubur hidup-hidup!”

Mendapatkan pelukan dari wanita muda nan cantik, lelaki mana yang sanggup menolak? Meski kebingungan, tapi Arjanuwanggabrata tidak keberatan dipeluk demikian erat oleh wanita tersebut.

Tak sampai menit berganti, pelukan itu dilepas si wanita dan menatap Arjanuwanggabrata dengan mata yang dikerjap-kerjapkan, membuat dia bertanya-tanya, kenapa tak ada lelehan air mata? Atau mungkin sudah mengering dengan cepat saat memeluk tadi. Dia membalas tatapan itu.

Ya, wanita muda di depannya ini memang cantik, matanya lebar dengan bulu mata panjang dan alis melengkung tipis. Bibirnya cukup tipis tapi tetap terlihat menarik, apalagi diberi pemerah seperti itu. Di zaman Arjanuwanggabrata, hanya wanita dari golongan ningrat saja yang boleh memberi pemerah pada bibir. Apakah wanita ini seorang tuan putri?

Mengingat tuan putri, Arjanuwanggabrata teringat akan tuan putri tercintanya. Apakah tuan putri juga selamat seperti dirinya? Di mana Beliau sekarang? Apakah kerajaan lain menyelamatkannya?

“Juna! Bicaralah! Jangan diam saja seperti orang tolol, kau ini!” Wanita cantik itu berteriak di depan wajahnya, mengakibatkan Arjanuwanggabrata terkejut.

‘Kenapa aku disebut tolol? Apa salahku?’ Arjanuwanggabrata bertanya di hatinya. Dia akhirnya mencoba bersuara setelah wanita bernama Wen memberinya segelas air putih. Dia meneguk dulu air itu, sungguh nyaman sekali ketika membasahi tenggorokannya. “Ahhh!”

“Nita, biarkan suamimu istirahat di kamar, jangan banyak diajak bicara dulu.” Wanita bernama Wen berbicara ke wanita muda yang ternyata bernama Nita.

‘Tunggu dulu! Apa tadi kata si Wen?’ Arjanuwanggabrata menyeru di benaknya. ‘Suami? Suami siapa? Suami dari si cantik ini?’ Mata si panglima kuno menatap lekat pada Nita.

“Nita, bawa Juna ke kamar. Dia pasti masih bingung karena mati surinya.” Lelaki paruh baya tadi berkata kepada Nita.

‘Jadi … dia bernama Nita? Dia istriku?’ Arjanuwanggabrata kini paham. Namun, baru saja dia hendak berdiri dibantu istrinya, mendadak saja kepalanya terserang sakit berdenyut luar biasa. “Erkh!” Dia sampai meremas rambut dengan ekspresi kesakitan. Tubuhnya limbung.

“Juna!” Lelaki paruh baya dan si Wen berteriak bersama-sama sambil meraih tubuh limbung Arjanuwanggabrata sebelum menghantam lantai.

Arjanuwanggabrata mencoba bertahan, berusaha tetap berdiri pada kedua kakinya meski kepala sakit bukan main.

Di saat sakit seperti itu, seperti ada yang melintas cepat di otaknya bagaikan pijar demi pijar adegan yang memercik di sana, memberikan kilasan aneh.

Ada adegan sosok mirip dia bertemu dengan istrinya yang dipanggil Nita tadi, dan mereka sepertinya jauh lebih muda dari saat ini.

Ada pula adegan pernikahan mereka dan malam pertama yang hampa karena si istri menolak disentuh.

Lalu adegan istrinya marah-marah saat hamil dan ada pula adegan sang istri menangis keras ketika dinyatakan keguguran.

Semuanya muncul seperti potongan-potongan memori yang menyerbu kepalanya. Kemudian, ada kilasan ingatan mengenai dia berenang di danau dan kemudian dia seperti panik di dalam air, dan kemudian kilasan itu berhenti.

Ketika kilasan memori yang sangat cepat itu selesai, napas Arjanuwanggabrata tersengal-sengal diiringi peluh mengucur di sekujur tubuhnya. Dia dipapah si lelaki paruh baya dan si Wen ke sebuah kamar.

Setelah mencapai tempat tidur dan duduk tenang di sana, Arjanuwanggabrata menerima suara yang samar di kepalanya, seakan itu memang berasal dari otaknya, bukan dari luar dirinya.

Mendadak saja, dia mendapatkan banyak memori seperti banjir tsunami melanda otaknya, membuat dia sedikit kewalahan menerima luapan informasi yang datang tanpa peringatan.

‘Oh, jadi namaku di tempat ini adalah Arjuna alias Juna. Baiklah.’ Sang panglima mulai menerima namanya berganti menjadi Juna.

‘Lelaki paruh baya tadi bernama Hartono Sasongkojoyo, ayah mertua pemilik badan ini. Lalu, wanita yang dipanggil Wen itu namanya Wenti Karmila, istri muda Hartono.’

‘Hm, jadi mereka suami dan istri.’ Juna bermonolog di dalam hatinya saat dia mulai mengolah informasi yang datang.

‘Istriku di sini bernama Lenita Sasongkojoyo, pemilik tubuh ini memanggilnya Nita atau sayangku. Cih! Panggilan macam apa itu!’ Juna merasa jijik dengan cara Arjuna memanggil istrinya. Secara otomatis, dia menoleh ke wanita yang dikatakan sebagai istrinya.

Namun, informasi yang datang di kepalanya begitu deras hingga dia membatin, “Hei, hei, pelan-pelan, bisa? Aku masih bingung! Tolong pelan agar aku tidak melewatkan satu pun hal yang perlu kuketahui mengenai pemilik tubuh ini.’

Seakan memahami keinginan Juna, mendadak saja informasi yang datang mulai bergulir pelan dan terkadang mengulang jika itu belum sempat ditelaah Juna dengan seksama.

‘Terima kasih! Aku memang butuh semua informasi di sini, karena aku tak tahu, aku berada di mana dan di kerajaan apa ini.’ Si mantan panglima memejamkan mata sambil bergerak patuh ketika tubuhnya direbahkan oleh istrinya, Lenita.

Anehnya, begitu Juna membatin kalimat tadi, seakan sesuatu di kepalanya memberikan informasi yang berkaitan dengan apa yang sedang dipertanyakan.

‘Hah? Tahun 2017? Apakah itu tahun 2017 Jawa Purwa? Bukan? Ini juga bukan kerajaan melainkan kota Samanggi? Negara Nusantara?’

Comments (5)
goodnovel comment avatar
juan effendi
jgn dibaca dua tahun belum tentu tamat. habis banyak duit dapatnya akhir kemarahan pembaca......ga habis habis
goodnovel comment avatar
Babang Petir
Lumayan menarik, coba mngikuti
goodnovel comment avatar
Kuntibogel 05
pemilihan namanya ga bagus, jadi ga berminat buat baca. maaf
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status