Share

3 - Konfrontasi dengan Ibu Mertua

Kemudian, giliran informasi mengenai latar belakang Arjuna muncul. ‘Hm, Arjuna anak yatim piatu sejak remaja. Orang tuanya berkawan baik dengan orang tua Lenita. Makanya, dia dibawa ke rumah Hartono, diasuh dan disekolahkan sampai tamat SMA, dan bisa bertemu dengan Lenita.’

‘Arjuna bertemu Nita dan jatuh cinta sampai tergila-gila dengan wanita kasar itu, kemudian bersikeras mendekati Nita padahal aku rasa Nita tidak menyukainya.’ Juna langsung memiliki penilaian sendiri mengenai sikap Lenita pada Arjuna. Dia merasa iba akan itu, sekaligus mencemooh kebodohan pemilik raga terdahulu.

‘Hn, Arjuna payah itu terus mengejar Nita, sampai akhirnya suatu hari, Nita merayu dia dan mereka bercinta, lalu Nita dinyatakan hamil, tapi kemudian keguguran.’ Juna menghela napas ketika dia diberikan adegan ketika Lenita keguguran.

Sekali lagi, ingatan Juna mengenai kehidupan lamanya di era kuno terbayang tanpa bisa dia hentikan.

‘Di sini sungguh tak enak. Baru datang saja aku sudah ingin kembali. Tapi, bagaimana caraku kembali? Dewata, apakah ini hukuman untuk hamba?’

Terakhir kali dia berada di era kuno, dia masih berusia 28 tahun, namun kini menempati raga Arjuna, usianya menjadi 27 tahun. Memang bukan sebuah masalah untuknya. Hanya saja, dia tak suka dengan orang-orang di sekitarnya, terutama istri dan ibu mertua pertamanya.

‘Sungguh, di eraku dulu, mana ada yang berani menentangku? Aku cukup mengucapkan kata sekali saja, maka tak ada yang menyanggahku. Hanya raja dan keluarganya saja yang berhak memerintahku. Meski begitu, raja pun segan padaku, tapi di sini, orang begitu mudah meremehkan aku!’ Dia masih belum bisa melupakan kekesalannya pada Lenita.

Bagi Juna, wanita seperti Lenita harus dipukul supaya tahu diri dan tahu status. ‘Dia hanyalah istri, tapi kenapa tingkahnya sudah melebihi raja?’

Belum lagi mengenai Hartono, ayah mertua empunya raga. Dari sekali lihat, Juna menduga ayah mertuanya bukanlah lelaki yang mampu bersikap tegas. Dia tidak melihat adanya wibawa pada diri Hartono.

‘Hartono itu … apakah dia memiliki istri ketiga?’ tanya Juna secara monolog.

Segera, informasi datang kepadanya memberikan gambaran mengenai galaknya istri pertama Hartono, Leila. Hartono menikah dengan Wenti saja sudah membuat gaduh kehidupan Leila sampai hampir saja Leila mengacaukan akad pernikahan kedua Hartono dengan Wenti..

Kening Juna berkerut sambil masih memejamkan mata dan berkata dalam hatinya, ‘Kalau memang istri pertamanya seganas itu, kenapa nekat menikah lagi? Aku tak habis pikir dengan ayah mertuamu, Arjuna. Sepertinya dia hanya mengandalkan uang dan napsunya saja. Tsk!’

Bisa Juna lihat, betapa Arjuna sangat membanggakan Hartono dalam hidupnya. Itu wajar, karena yang mengentaskan Arjuna dari kehidupan suram setelah kematian kedua orang tuanya adalah Hartono. Dia dibawa ke kota Samanggi, disekolahkan sampai SMA, dan bahkan diberi jabatan CEO di salah satu bisnisnya. Mana mungkin Arjuna tidak menaruh hormat begitu besar terhadap Hartono?

Melalui ingatan berikutnya, Juna melihat seperti apa tingkah Arjuna saat menghamba kepada istrinya. Itu sungguh memuakkan di mata Juna yang merupakan panglima tegas dan keras.

‘Entah aku harus salut pada ketabahanmu atau mengasihanimu karena memiliki istrimu yang keras dan angkuh, Arjuna. Dia memang cantik, tapi perangainya tidak secantik wajahnya, dan itu sungguh sesuatu yang harus disayangkan.’ Juna berdecak kecewa.

Lalu, ada banyak adegan saat Arjuna merendahkan dirinya sekaligus memuja Lenita begitu tinggi meski Lenita tidak menunjukkan perhatian dan sikap kasih sayang pada suaminya. Ini seperti cinta bertepuk sebelah tangan.

Menghela napas, Juna berujar, ‘Oh, astaga … budak cinta ….’

Juna masih ingin mengorek apalagi informasi yang harus dia ketahui dan pelajari mengenai dunia baru ini. Saat ini, dia hanya bisa menerima takdir yang diberikan padanya, yaitu menjadi penduduk di tempat yang sangat asing ini, entah sampai kapan.

“Jadi masih saja di sini, hah?!” Mendadak, terdengar suara melengking tinggi dari seorang wanita berumur 50 tahun.

‘Itu Leila.’ Juna segera paham siapa yang berteriak karena suara itu ada banyak di memorinya. Dia meyakini bahwa Arjuna takut pada ibu mertua pertamanya.

Mengenai Leila, bagi Juna, wanita semacam itu tidak pantas mendapatkan rasa hormat darinya. ‘Apa-apaan wanita yang bersikap arogan semacam itu? Apakah dia pikir dia permaisuri? Apa dia kira dia seorang ningrat dari keluarga bangsawan?’ Dia mencemooh Leila di hatinya.

“Kenapa tidak menyambut Mama datang, Juna?” Leila seperti tak bisa mengendalikan emosinya. “Ditunggu sejak tadi kenapa malah enak-enakan tidur?” Matanya melotot kesal dan beralih ke putrinya, “Nita! Kau ini apa tak bisa mendidik suamimu?”

Leila geram atas kelakuan anak dan menantu yang dianggap mengabaikan dirinya yang sudah duduk menunggu di luar. Ini merupakan tindakan kurang ajar di matanya.

“Ma—Mama, Mama jangan salah paham!” Lenita segera menghampiri ibunya yang sedang kesal. Dia meraih lengan sang ibu sambil bersikap manja. “Itu salah Juna, Ma! Dia malah menolak bangun dari kasur ketika aku memberitahu kalau Mama datang menjenguk dia. Katanya, kalau Mama hendak menjenguk dia, maka Mama yang harus mendatangi dia, bukan sebaliknya! Begitu, Ma!”

“Oh! Jadi begitu sekarang kelakuan kamu, Jun?” Leila mendelik usai mendapatkan laporan dari putrinya.

Juna bisa melihat tabiat Lenita sebagai orang hipokrit dan ingin mencari selamat sendiri. Dia segera rebah telentang di atas kasur sambil berkata santai, “Mama Mertua, aku ini baru saja mengalami hal besar dan menakutkan. Aku butuh istirahat. Bisakah Mama keluar sekarang?”

Mata Leila mendelik lebar saat menatap menantunya yang tergolek lemah di atas kasur, dia geram dengan ucapan Juna yang dia anggap kurang ajar. “Menantu tak punya sopan santun! Cepat turun dari sana dan sambut mertuamu ini dengan sikap pantas!”

“Oh, Mama Mertua, tentunya kau tahu, aku masih sangat lemah dan masih terkaget-kaget akan pengalaman mati suriku, sehingga aku tak kuat berdiri. Mohon Mama Mertua saja yang ke sini.” Juna mengatakan dengan suara dibuat lemah. Bahkan matanya dipejamkan untuk melengkapi kesan sedang sakit.

Leila masih membelalakkan matanya. Bagaimana bisa menantunya bersikap seperti itu? Beliau menoleh putrinya, ini membuat Lenita jadi serba salah.

“Ma … dia … si bodoh itu … dia sedang sakit, Ma. Sudah, abaikan saja dia, Ma!” Lenita bingung, tak tahu kalimat macam apa yang patut dia keluarkan. Jujur saja, baru kali ini dia mengalami sikap aneh suaminya.

Juna memutar bola matanya ketika dia mendengar ucapan istrinya. Lagi-lagi disebut bodoh oleh Lenita. Apakah Arjuna begitu payah sampai-sampai diperlakukan seperti itu oleh istri dan ibu mertuanya?

‘Tsk! Arjuna, kau ini ternyata sungguh payah sampai tak tertolong lagi! Sungguh menyedihkan!’ ledek Juna pada sosok lama pemilik tubuh tersebut. ‘Apakah kau terbiasa berjalan dengan ekormu mengibas jika istri dan ibu mertuamu datang? Kau begitu patuh dan takut pada mereka?’

Sebenarnya Juna merasa iba pada nasib Arjuna, tapi apa mau dikata, sebagai seseorang dengan watak dan pembawaan keras seorang panglima, mana mungkin dia bisa tahan dengan perilaku Arjuna yang begitu lemah dan tak berdaya di hadapan istri dan mertuanya? Lelaki di zamannya adalah sosok yang teguh, kokoh, dan kuat secara mental maupun hati.

Juna justru curiga, apakah di zaman ini, banyak lelaki yang seperti Arjuna?

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Lela Redmi
santai sja baca dulu
goodnovel comment avatar
Raden Ajeng
BTW kata "TSK" apa ya maksudnya?? saya bingung
goodnovel comment avatar
Dinitra
Aku masih terkaget² baca cerita ini. Aku masih bingung mau komentar apa. Karena aku sendiri baru sadar dari perjalanan yg sangat jauh. Tolong jangan tanya komentar aku apa, ya? Sungguh aku masih bingung, ini zaman apa?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status