Tristan mengajak Laura makan siang di restoran Enchanted. Seorang pelayan menghampiri Laura dan bertanya dengan penuh hormat, "Nona Laura Adams?""Ya…""Saya manajer restoran. Silakan ikuti saya, Tuan Adams sudah menunggu Anda." Manajer itu menunjukkan sikap yang sangat hormat, membawa Laura ke lantai dua sebelum berhenti di sebuah ruang privat VVP."Silakan masuk, Nona." Manajer membuka pintu dan mempersilahkan Laura masuk.Laura melihat seorang pria yang sudah berada di dalam: Tristan Adams, seorang pengusaha yang sangat dikagumi Kakek Billy, milyarder jenius, dan orang yang sulit didekati—kakak kandung Laura.Wajahnya sangat dingin dan memancarkan aura kharismatik. Dia tampak mengintimidasi, dengan aura dingin. Namun, saat menatap Laura, wajah acuh tak acuh itu memudar menjadi senyuman."Adik, apa kabar?" Suaranya ramah dan lembut.Laura menghela napas lega, tanpa sadar menahan napas. Dia melangkah masuk."Kak Tristan?""Ya, duduklah, Adik." Tristan menghampiri dan menarik kur
"Aku akan memberitahumu lagi sampai aku siap bercerai."Mata Tristan menyipit tidak setuju, tetapi dia tidak bisa memaksa adiknya jika itu yang diinginkan. Adiknya baru saja kembali, dan mereka harus membuatnya nyaman, jangan sampai dia berpikir keluarga Adams mengatur dan ikut campur dalam masalahnya. Tetapi bukan berarti dia akan melepaskan Lucian Wilson begitu saja karena telah berselingkuh dari adiknya."Kamu menikah terlalu muda," kata Tristan, agak menyayangkan nasib adiknya. Dia yang berusia 30 tahun saja belum menikah, tetapi adiknya, yang baru berusia 20 tahun, sudah menikah dan memiliki anak berusia 2 tahun. Orang-orang di keluarga Samson keterlaluan memaksa Laura menikah dan akhirnya dia diselingkuhi dengan adiknya."Apa kamu pernah sekolah?""Ya, aku hanya tamat SMA dan tidak kuliah," jawab Laura malu. Keluarga Wilson tidak mengizinkannya kuliah karena dia harus menikah dan tidak boleh menyaingi Viola. Dia takut membuat malu keluarga Adams."Apa yang kamu lakukan set
"Wah, bukankah dia dayangmu, Viola? Mengapa dia di sini?" Amy berkata dengan nada merendahkan. Teman-teman Viola sangat mengenal Laura, anak angkat yang selalu mengikuti Viola ke mana-mana seperti dayangnya."Jadi dia pelanggan penting? Serius, bagaimana dayangmu bisa di sini, Viola?""Tidak mungkin dia pelanggan di ruangan privat VVIP. Dia pasti bekerja membersihkan ruangan di dalam,” ejek Windi.Teman-teman Viola tertawa mengejek Laura.Viola menatap Laura dengan tatapan menusuk dan penuh kebencian atas masalah yang terjadi tadi malam, tetapi harus menjaga sikapnya dan berpura-pura masih menganggap Laura sebagai kakak perempuannya."Kak, mengapa kamu di sini? Kamar ini sudah ku pesan. Apa kamu bekerja di sini?"Laura tersenyum dingin. "Aku nggak kerja di sini, aku sedang makan siang saat suara-suara kalian sangat berisik dan mengganggu.""Wah, lihat sikap soknya itu, memangnya kamu pikir kamu siapa. Kamu hanya dayang Viola! Kamu pasti menggunakan kartu anggota platinum Viola untuk
"Aku hanya ingin makan siang dengan Laura, kamu hanya mengganggu. Pergilah."Meskipun tersinggung, Viola tetap tersenyum sambil mengulurkan tangannya. "Ah, maafkan aku, namaku Viola Samson, adik Laura. Bagaimana kamu mengenal kakakku?"Tristan menatapnya acuh tak acuh, kilatan penghinaan di matanya tampak sangat jelas."Adik? Jadi kamu selingkuhan Lucian Wilson? Ini pertama kali aku melihat orang yang paling tidak tahu malu merayu kakak iparnya dan bersikap sok akrab."Wajah Viola memerah malu. Dia memelototi Laura; pasti dia yang menjelekkan namanya di depan Tristan Adams."Tuan Adams, Anda pasti salah paham. Aku tidak mengerti maksud Anda.""Tidak apa-apa, aku juga malas bicara dengan orang bodoh," balas Tristan mencemooh lalu meraih kedua bahu Laura lembut. "Ayo masuk, jangan ladeni sekumpulan orang bodoh ini. Mereka hanya membuatmu tidak berselera makan."Keduanya hendak masuk ke dalam ruang privat VVIP itu. Viola menggertakkan gigi marah dan berkata, "Tuan Adams, apa hubunganmu d
Lucian jarang berada di rumah. Sejak dia berselingkuh dengan Viola, Lucian pindah dari rumah dan tinggal dengan selingkuhannya. "Kenapa kamu di sini?" Laura berkata dengan tenang. "Ini rumahku, apa aku nggak boleh di sini?" balas Lucian muram. "Tidak, kupikir kamu sudah lupa punya rumah dan menetap permanen dengan kekasih gelapmu," desis Laura dengan suara rendah agar Amelia tidak mendengar. Lucian mengabaikan sindiran Laura. Dia sudah terbiasa dengan perubahan sikap Laura yang tiba-tiba menjadi membangkang. Dia menatapnya tajam. "Siapa pria yang datang bersamamu?" Sebelah alis Laura terangkat. Dia menatap putrinya dan tersenyum. "Sayang, pergi ke kamarmu, oke? Mama belikan kamu mainan. Simpan di kamarmu, ya..." Dia membujuk putrinya sambil menunjukkan kotak besar berisi boneka Barbie. "Wah, Barbie...." Amel mengambil mainannya dan pergi ke kamarnya, tak menyadari orang tuanya yang akan bertengkar. Setelah Amelia pergi, Laura menegakkan tubuhnya dan menatap Lucian dingin. "Bisa
Lucian melirik Amelia yang sedari tadi diam mendengar percakapan mereka. Entah dia mengerti atau tidak, Lucian agak merasa bersalah melihat mata birunya yang seperti miliknya berkaca-kaca. Lucian tidak mengatakan apapun lagi sampai makan malam selesai. Dia ke ruang kerjanya untuk menghilangkan rasa bersalah yang aneh di dadanya. Amel bukan putrinya kandungnya, dia mengingatkan dirinya. Laura menghela napas setelah Lucian pergi. Dia melirik putrinya dan mencoba tersenyum. "Sudah saatnya tidur, sayang." Amelia mengangguk dengan sikap yang lebih pendiam. Laura merutuki Lucian dalam hati. Sejak kecil, karena masalah orang tuanya yang tidak harmonis, Amelia tampak begitu peka setiap kali menyaksikan orang tuanya bertengkar. "Ayo sayang, Mama akan membaca cerita Putri Duyung Ariel." Dia menggendong putrinya dan membawanya ke kamar. . . "Laura sayang, bagaimana kabarmu hari ini? Ibu sangat kangen. Mengapa kamu nggak mengangkat telepon ibu?" Willy meneleponnya ketika Laura hendak ti
Viola baru saja keluar dari kamar mandi ketika melihat Lucian berada di ruang tamu apartemennya, duduk di sofa dengan segelas wine di tangannya.Matanya berbinar."Sayang, mengapa kamu tidak memberitahuku akan datang? Apa kamu merindukanku?" Dia duduk di sofa sebelah Lucian dan berkata genit, meraih lengannya."Aku bertengkar dengan Laura," balas Lucian tanpa ekspresi sambil meneguk wine-nya."Hm."Viola mengerucutkan bibirnya ketika mendengar nama Laura, namun di permukaan, ia tersenyum perhatian, meremas lengan Lucian."Tolong jangan bertengkar dengan kakak lagi. Kakek Billy sudah di Capital dan mengawasimu. Jika kamu dan Kak Laura bertengkar lagi, bagaimana jika Kakek Billy tahu? Kakek akan mempersulitmu."Lucian tidak menanggapinya dan menyesap winenya.Viola merasa gelisah melihat ketidakpedulian Lucian.“Aku mengerti kalau kamu bertengkar dengan Kakak. Kakak pasti belum melupakan ayah kandung Amel.” Dia melirik ekspresi Lucian.Rahang Lucian mengeras, dan ia menoleh menatap Viola
Willy melihatnya tersenyum dan berpikir, 'Senyumnya sangat cantik dan imut seperti saat masih kecil. Bagaimana putriku secantik ini bisa diselingkuhi? Gen keluarga Wilson sangat tidak bermoral!' Ia menggerutu dalam hati.Mereka mengubah putrinya menjadi orang yang murung dan rendah hati.Willy menangkup pipinya dan berkata, "Kamu sangat cantik saat tersenyum. Kamu harus sering tersenyum, jangan khawatir membuat orang tersinggung atau bersikap rendah hati. Seluruh dunia mencintaimu karena kamu putri kami. Jika ada orang yang membuatmu tidak bahagia, kamu hanya perlu menceritakannya kepada Ibu; Ibu akan memukul mereka untukmu."Laura hampir menangis mendengar kata-kata Willy. Ia merasa seolah ibunya dapat merasakan kesedihannya, meski ia tidak bercerita."Sayang, kenapa kamu menangis?" Willy berseru panik, menghapus air mata di pipi Laura.Laura tidak bisa membendung kesedihannya. Bahkan setelah terlahir kembali dan melewati dua masa kehidupan, hatinya masih terkoyak dengan pengkhianatan
“Aku ….” Mia berdiri terkejut dengan kunjungan mendadak dari Tristan Adams.“Tuan Adams, apa Anda ada urusan di sini?” Dia bertanya dengan suara yang sangat sopan, menyembunyikan kecemasan di dadanya.Jantungnya berdegup kencang. Dia berdiri membelakangi anak-anaknya, mencoba melindungi anak-anaknya dari tatapan menyelidik Tristan.“Aku hanya penasaran karena ibuku tidak berhenti membicarakan anak-anak kembarmu yang mirip denganku. Jadi aku datang untuk melihat sendiri dengan mata kepalaku.” Tristan berjalan masuk dengan tenang dan melirik ke belakang punggung Mia.“Mama … siapa paman itu?” Alana meraih tangan Mia dan menunjuk Tristan.“Orang asing sayang. Mama nggak kenal.”“Oh ….”Raut wajah Tristan semakin datar. Dia menyerahkan oleh-oleh yang dibawanya pada Mia.“Ini untuk anak-anakmu. Kenapa kamu menyembunyikan wajah anak-anak itu dariku? Aku sangat penasaran apakah mereka sangat mirip denganku.”“Maaf. Anak-anakku takut dengan orang asing.” Mia menghindari tatapan tajam Tristan.
“Nenek, Amel ikut ….” Amel sama gembiranya dengan neneknya dan masuk ke kamar rawat.“Maaf, ibuku sudah bersikap tidak sopan. Dia senang dengan anak-anak dan bersemangat setelah mendengar dari Dean bahwa si kembar sangat mirip dengan Kak Tristan. Maaf ya ….” Laura meminta maaf menyadari raut wajah Mia terlihat tidak nyaman sejak mereka datang.“Tidak apa-apa. Apa Dean Adams … dokter di sini? Dia menyelidiki tentang anak-anakku?” Mia bertanya pasrah sambil mengusap wajahnya.Dia tidak menyadari salah satu anggota keluarga Adams bekerja di rumah sakit ini. Dan dia tak mengantisipasi kakak kedua Laura begitu tertarik pada anak-anaknya dan mengungkit tentang si kembar pada keluarga Adams.Pasti kemiripan di kembar dengan Tristan di ceritakan pada seluruh anggota keluarga Adams dan menarik perhatian mereka. Karena itu seorang Matriarch keluarga Adams datang jauh-jauh kemari tanpa peduli waktu sudah hampir larut malam.“Ya, ini salah satu rumah sakit yang dikelola olehnya. Kak Dean melihat s
Ekspresi Tristan juga berubah serius. Dia berdiri dalam sekejap dari sofa.“Aku akan melihatnya sendiri!”“Tunggu! Tunggu dulu!” Dean buru-buru menahan kain celana Tristan. Untung kain celananya tidak melorot. Tapi Dean menatap tatapan sinis dari kakak tertua.Dia segera melepaskan celana Tristan dan cengengesan. “Aku nggak bilang anak-anak itu adalah anak-anak Tristan. Cuma bilang mirip!”Willy memukul pundak putranya gemas. “Kamu seharusnya bilang! Kamu hampir membuat ibu serangan jantung!”Tristan menatap adiknya tajam yang membuat Dean merinding takut.Dean mengusap belakang kepalanya. “Kalian akan lebih syok jika berkunjung dan melihat sendiri wajah anak-anak kembar itu. Mereka persis sekali dengan foto Kak Tristan di masa kecil. Lebih tepatnya kembar identik seperti aku dan Dean.”“mereka anak-anakmu berarti?”“Ibu, tolong jangan asal ambil kesimpulan, dong,” keluh Dean. “Pokoknya anak-anak itu persis seperti Kak Tristan. Ibu akan terkejut jika melihatnya nanti. Jadi aku ngomon
Laura mengalihkan pandangannya ke samping. Posisi ini sangat intens dan membuatnya tidak nyaman.“Mengapa kamu peduli padaku? Saat itu kamu sudah bersama Viola. Apalagi yang kamu inginkan? Aku sudah melepaskanmu agar kalian hidup bahagia. Jadi, tolong menjauhlah dari hidup—”Laura tak sempat menyelesaikan kalimatnya karena bibirnya tiba-tiba terkunci dalam ciuman panas Lucian.Matanya melebar. Dia berusaha meronta dan mendorong pria itu, namun tubuh dan bibirnya tertawan oleh pria itu, dan dia tak bisa menggerakkan tubuhnya.“Lucian...” Laura tak sempat menyelesaikan kalimatnya karena lidah pria itu menyelinap masuk ke dalam mulutnya.Ciumannya sangat intens dan panas, mencuri nafas Laura. Lidahnya menggodanya dalam mulutnya membuat sensasi geli di bawah perut Laura.Laura menggelengkan kepala menyangkal ciuman ini sangat menggairahkan. Dia menggigit bibir bawah Lucian dengan kuat, menyebabkan pria itu mendesis dan melepaskan bibirnya.Dia dengan cepat mendorong lengan Lucian.“Dasar
“Papa, kapan lagi Amel bisa ketemu Papa?” Amel menatap Lucian dengan penuh harap setelah Lucian selesai membayar makan siang mereka di kasir dan keluar dari restoran.Lucian berlutut di depan Amel dan mengusap kepalanya.“Amel bisa menghubungi Papa kapan saja. Apa Amel punya ponsel?”Amel menggelengkan kepala. “Mama nggak mengizinkan Amel pegang ponsel, nanti Amel jadi malas belajar.”“Benarkah, bagaimana ini? Kalau Amel punya ponsel, Amel bisa telepon Papa kapan saja. Bagaimana kalau telepon Papa dengan ponsel Mama?” Lucian berkata sambil melirik Laura yang berada beberapa langkah dari mereka, sedang menelepon seseorang di halaman parkir.Mata gadis kecil itu berbinar, lalu dia berlari menghampiri Laura dan menarik tangannya.“Mama, mama, mama!”Laura menunduk menatap Amel yang menarik-narik lengannya. “Ada apa, sayang?”Amel tersenyum lebar. “Boleh Amel pinjam ponsel Mama?”“Oh, tunggu sebentar, sayang.” Laura mengusap kepala Amel tanpa bertanya, lalu berbicara kembali di teleponnya
Lucian mengalihkan pandangannya dari Amel dan menatap Laura tenang.“Mama ….” Senyum lebar di wajah Amel perlahan-lahan memudar, dia memandang Laura dengan cara yang sama seperti Elina.Laura sesaat tertegun melihat ekspresi putrinya dan mengernyit. Amel terlalu peka. Dia mencoba tersenyum padanya.“Hai, sayang. Apa kamu sedang makan? Apa yang kamu makan?” Dia membungkuk dan mencium pipi putrinya.Amel menatap takut-takut. “Mama jangan marah ya. Amel cuma sekali ini makan spaghetti. Habis ini Amel nggak makan lagi ….”Hati Laura tercubit melihat tatapan cemas putrinya. Dia tersenyum lembut mengusap rambut Amel.“Nggak apa-apa, sayang. Amel bisa memakannya sekali-kali. Kalau Amel mau lagi, Mama akan bawa Amel makan spaghetti kapan-kapan.” Dia kemudian melirik Lucian tajam. “Bukankah Mama sudah bilang Amel nggak boleh menerima ajakan orang asing? Amel sudah bikin Mama khawatir.”“Tapi Papa kan bukan orang asing.” Amel mengerjap dengan polos.Laura mencoba mempertahankan senyum di wajahn
Laura baru selesai dengan laporan keuangan departemen Store dan menyerahkannya pada Anna.“Apa ini yang terakhir?” tanyanya sambil meregangkan lehernya yang pegal karena seharian menunduk mengerjakan laporan departemen Store yang menumpuk karena peralihan jabatan Direktur sebelumnya.“Ya, Direktur. Ini yang terakhirnya. Sisa laporan dari departemen lain akan diserahkan setelah jam makan siang. Ini sudah jam makan siang. Apa Anda ingin makan siang?”“Ya, aku ingin menjemput putriku dan makan siang bersamanya. Kamu boleh pergi istirahat makan siang.”“Baik Nona,” Anna menanggapi sopan dan berbalik pergi meninggalkan kantor Laura.Setelah Anna pergi, Laura meraih ponselnya dan menghubungi Elina, pengasuh Amel.“Halo Bibi, apa Amel sudah pulang sekolah?” Laura merapikan barang-barang pribadinya ke dalam tasnya dan berdiri dari kursinya.“....”"Sudah pulang? Siapa yang menjemputnya? Apa kakakku?" Langkah kakinya tiba-tiba berhenti saat hendak keluar dari kantornya."Siapa kamu bilang? Luc
Halaman sekolah itu sangat ramai dengan anak-anak yang keluar dari kelas saat bel pulang sekolah berbunyi. Anak-anak keluar dengan seorang pengasuh atau guru berlari menghampiri orang tua mereka yang sudah menunggu, menjemput mereka.Lucian mengamati dari luar mobil sambil bersandar di mobil Bentley dengan kacamata hitam di wajahnya.Beberapa ibu muda dan guru melirik-liriknya dengan wajah tersipu. Lucian mengabaikan semua perhatian itu karena fokusnya mencari wajah putrinya di antara anak-anak TK yang pulang sekolah.Kemudian dia melihat sosok anak yang menyerupai Laura versi mini keluar dari kelas sambil menggandeng lengan pengasuhnya. Lucian merasakan kehangatan dan kerinduan di dalam hatinya saat memandang putrinya. Amel sangat menggemaskan dengan seragam biru muda dan rok hitam kotak-kotak dan bertali. Tas merah muda bergambar stroberi tersampir di punggungnya yang kecil.Wajahnya benar-benar menyerupai Laura dalam versi kecil. Sangat menggemaskan. Lucian tak bisa menahan senyum
“Apa yang harus aku lakukan sayang? Aku nggak bisa menjauh dari Jayden barang sedetik saja,” Viola bersandar dengan manja di pelukan seorang pria yang cukup tua. Dia duduk di atas pangkuannya dan memeluk lehernya.“Bersabarlah. Selama Jayden kita mendapat warisan Lucian, gak apa-apa kamu menjauh dari keluarga Wilson dan Lucian. Jangan membuat kakek tua itu marah lagi.” Philip mengelus rambut wanita itu menenangkan di atas tempat tidur. Keduanya tak mengenakan sehelai benangpun di tubuh, hanya selimut yang menutup bagian bawah mereka.Setelah diusir dari kediaman Wilson dan tidak diizinkan mendekati Lucian atau Jayden, Viola sangat frustasi dan marah. Dia mendekati satu-satunya pria yang bisa membantunya dan sekaligus ayah kandung Jayden. Mereka bertemu diam-diam di sebuah hotel.“Aku nggak bisa bersabar lagi. Aku sudah cukup marah selama tiga tahun ini dicemooh karena digantung, tanpa kepastian kapan Lucian akan menikahiku sementara Jayden tumbuh semakin besar,” ujar Viola sangat tida