Share

PL 3. Sebuah Kebohongan

Catharina duduk terdiam di sebuah bangku halte bus. Dia duduk menunggu bus lewat sambil memainkan kedua kakinya. Dia terlihat sangat menikmati musik yang sedang didengarkan lewat headset. Dari kejauhan Aaric tampak memperhatikan Catharina sambil tersenyum.

"Aku penasaran dia kerja di mana? Apa aku ikuti saja dia?" gumam Aaric. Sedangkan Catharina, dia masih duduk termenung di sana.

"Apa yang harus aku lakukan? Aku terus berbohong pada Ibu. Aku benar-benar sangat berdosa padanya," cicit-nya pelan. "Tapi kalau tidak seperti ini bagaimana aku, Ibu, dan Celine bisa bertahan hidup?" Lamunan Catharina buyar saat sebuah bus berhenti di depannya. Namun, sebelum Catharina hendak naik ke atas bus. Seseorang dengan cepat merebut tas milik Catharina. Setelah mendapatkan tas tersebut, dia langsung berlari. Menyadari akan hal itu, Catharina langsung berteriak.

"Pencuri … pencuri!" teriaknya bingung. Dia pun berlari mengejar pencuri tersebut. Namun kalah cepat, dia pun terjatuh dan lututnya sedikit berdarah karena terbentur di aspal. Beruntung Aaric yang masih berada di sekitar tempat itu langsung ikut mengejarnya.

Pemuda itu terus berlari sekuat tenaga untuk mengejar pencuri tersebut. Dengan usaha yang gigih, akhirnya Aaric bisa membekuk pencuri itu. Orang-orang yang ada di sekitar pun membantu Aaric. Setelah itu, si pencuri dibawa ke kantor polisi.

Aaric menghampiri Catharina yang sedang duduk sambil meniup-niup lukanya yang ada pada lutut. Aaric duduk di samping Catharina hingga membuat gadis itu menoleh ke arah Aaric.

"Aaric!" Catharina kaget. "Bagaimana bisa kau ada di sini?" lanjutnya.

"Ini tas-mu?" tanya Aaric. Catharina mengalihkan pandangannya ke arah benda yang dipegang oleh Aaric.

"Ah, benar. Ini tasku. Bagaimana bisa—" 

"Aku tidak sengaja melihat tas-mu dicuri, jadi tadi aku berusaha mengejarnya dan syukurlah pencuri itu bisa aku tangkap." Aaric menyerahkan tas itu pada Catharina. 

Catharina meraih tas itu lalu menyelempangkan ke tubuhnya dan menarik tangan kiri Aaric.

"Wah, aku telat." Catharina menoleh kanan dan kiri. "Ketinggalan bus dan—" 

"Aku antar!" Aaric menawarkan bantuan.

"Hah?" Catharina kaget. "Ti-tidak perlu, Aaric. Aku bisa menunggu bus berikutnya datang."

"Bus selanjutnya satu jam lagi datangnya." Aaric bangkit dan melangkahkan kakinya hendak mengambil motornya. Mau tidak mau Catharina menerimanya, akan tetapi dia mulai galau.

"Aduh, bagaimana jika Aaric tahu pekerjaanku dan menceritakan pada Ibu di rumah." Catharina berusaha mencari jalan keluar. "Ah, aku bisa minta Aaric untuk menurunkanku di toko roti." Mata Catharina langsung berbinar-binar.

Aaric menghentikan motor yang dia tumpangi tepat di depan Catharina dan memberikan helm pada gadis itu untuk dipakainya. Catharina menerima helm tersebut dan memakainya. Matahari mulai naik perlahan. Siang sudah mulai datang.

"Sudah siap? Ayo naik, aku antar sampai tempat kerja-mu," kata Aaric. Dengan gelisah Catharina menaiki motor tersebut dan motor itu melesat pergi membawa Aaric dan Catharina membelah jalanan ibukota Berlin.

Jarak tempat kerja Catharina memang lumayan jauh dan itu membutuhkan waktu satu jam lebih. Padahal dia sudah termasuk terlambat masuk kerja. Catharina memegang erat pinggang Aaric ketika pemuda itu menambah kecepatannya. Sebelum sampai di tempat yang dituju, Catharina sudah memberi kode pada Aaric untuk berhenti di depan toko roti.

"Apa ini tempat kerjamu?" tanya Aaric.

"I-iya …," ucap Catharina gugup.

"Cat, kau benar-benar telat!" seru seorang laki-laki dari balik pintu kaca membuat Catharina dan Aaric menoleh menatapnya.

"Maaf, Paman. Tadi ada sedikit halangan," ucap Catharina.

"Lututmu kenapa?" tanyanya ketika melihat ada sedikit darah di lutut Catharina. "Masuklah, kau obati dulu kakimu itu." Laki-laki dengan perawakan sangar kembali masuk ke dalam toko. 

Catharina membalikkan badannya menatap Aaric. Pemuda itu tampak terlihat khawatir.

"Dia bos-mu? Galak sekali dia." Menatap Catharina. "Kau sungguh betah kerja di sini?" tanyanya.

Catharina tersenyum, "Pulanglah dan Terima kasih sudah mengantarku sampai sini." 

Aaric mengangguk, "Pulangnya mau aku jemput?" 

"Ti-tidak perlu. Aku bisa pulang sendiri, kok." Catharina menggerakkan kedua telapak tangannya. "Hati-hati dijalan, ya." Catharina masuk ke dalam toko itu. Aaric pun memakai helmnya lagi dan menaruh helm yang dipakai Catharina di belakang. Setelah itu dia meninggalkan toko tersebut. 

Catharina terus memperhatikan dari dalam. Dia bernapas lega saat melihat Aaric sudah meninggalkan tempat itu. 

"Pyuuuh!" tangannya mengusap peluh yang mengalir.

"Apa dia sudah pergi? Ini obati dulu lukamu. Kau yakin akan terus kerja di tempat itu?" ucapnya melirik Catharina.

"Tidak ada pilihan lain, Paman. Kalau tidak seperti ini bagaimana aku menyambung hidupku?" jawab Catharina.

"Paman tahu, tapi Paman miris melihatmu kerja di sana." 

"Aku juga ingin mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, tapi aku sendiri belum menemukannya." Catharina mengoleskan krim pada lukanya.

"Kalau kau terus berbohong, ke depannya kau akan membutuhkan kebohongan-kebohongan yang lebih besar lagi," lanjut Paman Deff.

"Aku tahu itu Paman. Bahkan sekarang pun aku sulit mencari alasan untuk berbohong." Catharina menempelkan sebuah plester.

Paman Deff menarik napas panjang. Dia menatap gadis muda yang ada di depannya. Entah apa yang dipikirkan dia saat itu. Laki-laki itu benar-benar tidak tega melihat Catharina bekerja sebagai pemandu karaoke yang memang sebagian orang berpendapat negatif tentang pekerjaan itu. Pekerjaan yang bisa saja membuatnya terjerumus ke lembah hitam. Pekerjaan yang berhubungan dengan pria-pria nakal. Bisa saja mereka menjamah tubuh Catharina.

"Paman akan usaha mencarikan pekerjaan untukmu," sahutnya membereskan obat-obatan dan memasukkannya ke dalam kotak P3K.

"Paman tidak perlu repot mencarikan aku pekerjaan. Aku bisa mencarinya sendiri," tolak Catharina.

"Tidak apa. Aku tidak merasakan dibuat repot. Lebih cepat lebih baik, kan? Jadi kau bisa langsung pindah dari tempat itu dan kau tidak perlu lagi berbohong, karena itu tidak baik."

"Terima kasih. Paman sudah banyak membantuku."

"Kau bisa sarapan terlebih dahulu di dalam. Sudah ada teman-temanmu di dalam sana," tunjuk Deff.

Catharina pamit dan masuk ke dalam. Paman Deff adalah laki-laki yang sudah banyak membantunya. Di toko roti itu Catharina dan dua temannya bisa kerja part-time sebelum akhirnya melanjutkan kerja jadi pemandu karaoke di sebuah Bar yang terletak di ujung gang.

Jadi bisa dibilang Catharina kerja di dua tempat, tapi memang upah jadi pemandu karaoke besar. Selama kerja jadi pemandu karaoke, Catharina masih bisa menjaga dirinya walaupun dia sering merasakan belaian di sekitar tubuhnya.

Yang Catharina takutkan sekarang ini adalah Aaric. Pemuda itu bisa saja mencari info jika sudah terlalu penasaran. Jika sampai Paula tahu tentu saja dia akan melarang Catharina untuk bekerja. Catharina harus mencari cara agar Aaric tidak penasaran atau menjemput dirinya. Sedangkan di satu sisi, Catharina juga menyesal telah berbohong pada Ibunya.

Catharina mulai dilema dan galau. Lalu adalah langkah yang akan diambil oleh Catharina?

TO BE CONTINUE

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status