/ Romansa / Partner Life / PL 3. Sebuah Kebohongan

공유

PL 3. Sebuah Kebohongan

작가: Cheezyweeze
last update 최신 업데이트: 2021-09-03 23:25:00

Catharina duduk terdiam di sebuah bangku halte bus. Dia duduk menunggu bus lewat sambil memainkan kedua kakinya. Dia terlihat sangat menikmati musik yang sedang didengarkan lewat headset. Dari kejauhan Aaric tampak memperhatikan Catharina sambil tersenyum.

"Aku penasaran dia kerja di mana? Apa aku ikuti saja dia?" gumam Aaric. Sedangkan Catharina, dia masih duduk termenung di sana.

"Apa yang harus aku lakukan? Aku terus berbohong pada Ibu. Aku benar-benar sangat berdosa padanya," cicit-nya pelan. "Tapi kalau tidak seperti ini bagaimana aku, Ibu, dan Celine bisa bertahan hidup?" Lamunan Catharina buyar saat sebuah bus berhenti di depannya. Namun, sebelum Catharina hendak naik ke atas bus. Seseorang dengan cepat merebut tas milik Catharina. Setelah mendapatkan tas tersebut, dia langsung berlari. Menyadari akan hal itu, Catharina langsung berteriak.

"Pencuri … pencuri!" teriaknya bingung. Dia pun berlari mengejar pencuri tersebut. Namun kalah cepat, dia pun terjatuh dan lututnya sedikit berdarah karena terbentur di aspal. Beruntung Aaric yang masih berada di sekitar tempat itu langsung ikut mengejarnya.

Pemuda itu terus berlari sekuat tenaga untuk mengejar pencuri tersebut. Dengan usaha yang gigih, akhirnya Aaric bisa membekuk pencuri itu. Orang-orang yang ada di sekitar pun membantu Aaric. Setelah itu, si pencuri dibawa ke kantor polisi.

Aaric menghampiri Catharina yang sedang duduk sambil meniup-niup lukanya yang ada pada lutut. Aaric duduk di samping Catharina hingga membuat gadis itu menoleh ke arah Aaric.

"Aaric!" Catharina kaget. "Bagaimana bisa kau ada di sini?" lanjutnya.

"Ini tas-mu?" tanya Aaric. Catharina mengalihkan pandangannya ke arah benda yang dipegang oleh Aaric.

"Ah, benar. Ini tasku. Bagaimana bisa—" 

"Aku tidak sengaja melihat tas-mu dicuri, jadi tadi aku berusaha mengejarnya dan syukurlah pencuri itu bisa aku tangkap." Aaric menyerahkan tas itu pada Catharina. 

Catharina meraih tas itu lalu menyelempangkan ke tubuhnya dan menarik tangan kiri Aaric.

"Wah, aku telat." Catharina menoleh kanan dan kiri. "Ketinggalan bus dan—" 

"Aku antar!" Aaric menawarkan bantuan.

"Hah?" Catharina kaget. "Ti-tidak perlu, Aaric. Aku bisa menunggu bus berikutnya datang."

"Bus selanjutnya satu jam lagi datangnya." Aaric bangkit dan melangkahkan kakinya hendak mengambil motornya. Mau tidak mau Catharina menerimanya, akan tetapi dia mulai galau.

"Aduh, bagaimana jika Aaric tahu pekerjaanku dan menceritakan pada Ibu di rumah." Catharina berusaha mencari jalan keluar. "Ah, aku bisa minta Aaric untuk menurunkanku di toko roti." Mata Catharina langsung berbinar-binar.

Aaric menghentikan motor yang dia tumpangi tepat di depan Catharina dan memberikan helm pada gadis itu untuk dipakainya. Catharina menerima helm tersebut dan memakainya. Matahari mulai naik perlahan. Siang sudah mulai datang.

"Sudah siap? Ayo naik, aku antar sampai tempat kerja-mu," kata Aaric. Dengan gelisah Catharina menaiki motor tersebut dan motor itu melesat pergi membawa Aaric dan Catharina membelah jalanan ibukota Berlin.

Jarak tempat kerja Catharina memang lumayan jauh dan itu membutuhkan waktu satu jam lebih. Padahal dia sudah termasuk terlambat masuk kerja. Catharina memegang erat pinggang Aaric ketika pemuda itu menambah kecepatannya. Sebelum sampai di tempat yang dituju, Catharina sudah memberi kode pada Aaric untuk berhenti di depan toko roti.

"Apa ini tempat kerjamu?" tanya Aaric.

"I-iya …," ucap Catharina gugup.

"Cat, kau benar-benar telat!" seru seorang laki-laki dari balik pintu kaca membuat Catharina dan Aaric menoleh menatapnya.

"Maaf, Paman. Tadi ada sedikit halangan," ucap Catharina.

"Lututmu kenapa?" tanyanya ketika melihat ada sedikit darah di lutut Catharina. "Masuklah, kau obati dulu kakimu itu." Laki-laki dengan perawakan sangar kembali masuk ke dalam toko. 

Catharina membalikkan badannya menatap Aaric. Pemuda itu tampak terlihat khawatir.

"Dia bos-mu? Galak sekali dia." Menatap Catharina. "Kau sungguh betah kerja di sini?" tanyanya.

Catharina tersenyum, "Pulanglah dan Terima kasih sudah mengantarku sampai sini." 

Aaric mengangguk, "Pulangnya mau aku jemput?" 

"Ti-tidak perlu. Aku bisa pulang sendiri, kok." Catharina menggerakkan kedua telapak tangannya. "Hati-hati dijalan, ya." Catharina masuk ke dalam toko itu. Aaric pun memakai helmnya lagi dan menaruh helm yang dipakai Catharina di belakang. Setelah itu dia meninggalkan toko tersebut. 

Catharina terus memperhatikan dari dalam. Dia bernapas lega saat melihat Aaric sudah meninggalkan tempat itu. 

"Pyuuuh!" tangannya mengusap peluh yang mengalir.

"Apa dia sudah pergi? Ini obati dulu lukamu. Kau yakin akan terus kerja di tempat itu?" ucapnya melirik Catharina.

"Tidak ada pilihan lain, Paman. Kalau tidak seperti ini bagaimana aku menyambung hidupku?" jawab Catharina.

"Paman tahu, tapi Paman miris melihatmu kerja di sana." 

"Aku juga ingin mendapatkan pekerjaan yang lebih baik, tapi aku sendiri belum menemukannya." Catharina mengoleskan krim pada lukanya.

"Kalau kau terus berbohong, ke depannya kau akan membutuhkan kebohongan-kebohongan yang lebih besar lagi," lanjut Paman Deff.

"Aku tahu itu Paman. Bahkan sekarang pun aku sulit mencari alasan untuk berbohong." Catharina menempelkan sebuah plester.

Paman Deff menarik napas panjang. Dia menatap gadis muda yang ada di depannya. Entah apa yang dipikirkan dia saat itu. Laki-laki itu benar-benar tidak tega melihat Catharina bekerja sebagai pemandu karaoke yang memang sebagian orang berpendapat negatif tentang pekerjaan itu. Pekerjaan yang bisa saja membuatnya terjerumus ke lembah hitam. Pekerjaan yang berhubungan dengan pria-pria nakal. Bisa saja mereka menjamah tubuh Catharina.

"Paman akan usaha mencarikan pekerjaan untukmu," sahutnya membereskan obat-obatan dan memasukkannya ke dalam kotak P3K.

"Paman tidak perlu repot mencarikan aku pekerjaan. Aku bisa mencarinya sendiri," tolak Catharina.

"Tidak apa. Aku tidak merasakan dibuat repot. Lebih cepat lebih baik, kan? Jadi kau bisa langsung pindah dari tempat itu dan kau tidak perlu lagi berbohong, karena itu tidak baik."

"Terima kasih. Paman sudah banyak membantuku."

"Kau bisa sarapan terlebih dahulu di dalam. Sudah ada teman-temanmu di dalam sana," tunjuk Deff.

Catharina pamit dan masuk ke dalam. Paman Deff adalah laki-laki yang sudah banyak membantunya. Di toko roti itu Catharina dan dua temannya bisa kerja part-time sebelum akhirnya melanjutkan kerja jadi pemandu karaoke di sebuah Bar yang terletak di ujung gang.

Jadi bisa dibilang Catharina kerja di dua tempat, tapi memang upah jadi pemandu karaoke besar. Selama kerja jadi pemandu karaoke, Catharina masih bisa menjaga dirinya walaupun dia sering merasakan belaian di sekitar tubuhnya.

Yang Catharina takutkan sekarang ini adalah Aaric. Pemuda itu bisa saja mencari info jika sudah terlalu penasaran. Jika sampai Paula tahu tentu saja dia akan melarang Catharina untuk bekerja. Catharina harus mencari cara agar Aaric tidak penasaran atau menjemput dirinya. Sedangkan di satu sisi, Catharina juga menyesal telah berbohong pada Ibunya.

Catharina mulai dilema dan galau. Lalu adalah langkah yang akan diambil oleh Catharina?

TO BE CONTINUE

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • Partner Life   PL 36. Perang Dingin (End)

    Senyum licik Gilly mulai mengembang. Dia merasa yakin jika rencananya kali ini akan berjalan dengan lancar.Ya, manusia hanya bisa berencana, tapi semua kembali pada sang Pencipta. Karena Marcel merasa ada yang janggal, pria itu memutuskan akan kembali ke rumah dengan cepat. Pria itu bukan khawatir dengan sang ibu, melainkan dia khawatir dengan seseorang.Dalam perjalanan menuju kantor, Marcel tidak tenang. Dia selalu menggigit kukunya saat menyetir bahkan ketika dia berhenti di lampu merah."Ah, ada apa dengan perasaan ini? Kenapa jantung ini berdetak cepat dan rasa itu ...." Marcel dikejutkan dengan suara klakson yang berbunyi nyaring di belakang. Marcel baru sadar jika lampu sudah berganti warna hijau. Marcel segera menjalankan mobilnya.Rasa tenang masih dia rasakan sampai kantor. Di sana pun Marcel berpapasan dengan Mischa. Marcel menundukkan sedikit kepalanya, akan tetapi Mischa sama sekali tidak merespons. Melirik pun juga tidak. Setelah Mischa melewatinya, Marcel menghentikan

  • Partner Life   PL 35. Black Label

    Mischa tergeletak di sofa. Botol Black Label yang tidak sengaja jatuh karena senggolan dari tubuh Mischa yang oleng tidak sadarkan diri. Air keluar dari botol sampai titik akhir.Mata itu terbuka dan tangan kanan bergerak memegang kepalanya. "Aahh ..," desah Mischa berusaha mengangkat tubuhnya. "Ke-kenapa kepalaku sakit sekali?" ucapnya lirih dan tak sengaja membangunkan seseorang yang sedang tidur di sampingnya."Ehm, sudah sadar?" ujar Catharina lirih sambil menutup mulutnya karena menguap."Memangnya aku kenapa?" tanya Mischa heran."Aku menemukanmu tergeletak di sofa," tunjuk Catharina."Aahh ...." Mischa kembali mengeluh dan memegangi kepalanya."Apa kau mabuk?" Catharina memberanikan diri untuk bertanya. Dia melihat Mischa menundukkan kepalanya."Buang botol itu, sayang," sahut Mischa.Catharina menoleh ke arah tempat yang ditunjuk oleh Mischa. Di sana ada beberapa botol Black Label. Catharina sempat bingung dengan Mischa, kenapa dia bisa mabuk? Atau memang dia sedang ada masala

  • Partner Life   PL 34. Masa Kelam Gilly

    Gilly melangkah dengan ringannya menuju ruang tengah. Hatinya merasakan kemenangan tersendiri. Wanita itu berjalan dengan berdendang ria, dia sama sekali tidak melihat ada Mischa di sana.Saat Gilly sadar ada Mischa di sana, wanita itu langsung menutup mulutnya. Mata itu melotot menatap Mischa. Secara reflek Gilly menggeleng-geleng kan kepalanya."Ti-tidak ... tidak, k-kau t-tidak pe-perlu m-mendengarkan ocehan ku. I-itu semua adalah omong kosong," jelas Gilly mencoba membela dirinya sendiri.Mischa berdecak, "Omong kosong katamu? Bagaimana bisa kau melemparkan kesalahanmu pada orang lain, hah? Berani sekali kau melakukan hal itu di rumahku? Apa kau ingin mati?" Mischa berdiri dari duduknya."Bu-bukan b-begitu ma-maksudku. Aku hanya ti-----""Kau tahu tidak, bagaimana rasanya jika benda ini menusuk rongga lehermu?" Mischa mengangkat tangan kanannya dan memperlihatkan sebuah benda kecil.Kedua tangan Gilly langsung memegang lehernya sendiri. Mischa melangkahkan kakinya mendekati Gilly

  • Partner Life   PL 33. Playing Victim pt 2

    Begitu mendengar sebuah teriakan Mischa berlari masuk ke dalam rumah dan menaiki anak tangga menuju lantai atas. Mischa berdiri di ambang pintu dan melihat seorang gadis terduduk sambil menangis."Ada apa ini?" tanyanya mendekati gadis itu. Namun, justru gadis itu menangis semakin menjadi-jadi. Di dalam ruangan itu ada sekitar lima orang dan semuanya terdiam tidak menjawab pertanyaan dari Mischa."Kenapa tidak ada yang menjawab, hah!" Mischa menyebarkan pandangannya mencari seseorang."Ada apa ini? Kenapa kalian semua berkumpul di kamar ini?" tanya seseorang yang tiba-tiba muncul dari belakang Mischa.Mischa membalikkan badannya dan menatap gadis itu. "Dari mana saja kau ini?" Memegang kedua bahu gadis tersebut."Auw ... a-aku dari taman. Tadi aku melihat mobilmu masuk, makanya aku menyusulmu naik. Tolong, lepaskan cengkeraman tanganmu. Itu menyakitiku," rintis Catharina.Mischa pun melepaskan cengkeraman kedua tangannya. "Kau tahu apa yang terjadi di kamar ini?"Catharina menggeleng

  • Partner Life   PL 32. Sebuah Permainan

    Tautan itu terlepas. Mischa memandang lekat bola mata Catharina. Mata itu seperti memberi kode sesuatu pada Mischa. Pria tampan itu serasa menangkap sesuatu."Kau ingin memberitahu sesuatu padaku?" "Bukannya tadi aku sudah bilang padamu.""Sudahlah, tidak perlu dipikirkan. Aku akan selalu melindungimu," hibur Mischa.Namun, Catharina tidak seratus persen mempercayai ucapan Mischa. Gadis itu tahu betul Mischa seperti apa. Kadang baik, kadang juga bersikap dingin. Catharina kurang yakin dengan Mischa."Kenapa? Apa kau tidak percaya padaku?" lanjut Mischa.Catharina hanya menatap Mischa dan Catharina pun menggelengkan kepalanya. Akan tetapi mata itu tidak bisa membohongi. Sebenarnya Mischa sudah memahami itu, tapi dia memilih diam.Mischa menarik napas panjang dan mengembuskan pelan. Embusan napas Mischa menerpa halus wajah cantik Catharina. Gadis itu memejamkan matanya saat embusan napas itu mengenainya."Sudahlah. Jangan terlalu kau pikirkan. Lama-lama kau bisa keriput karena terlalu

  • Partner Life   PL 31. Rencana Gilly

    Adegan romantis yang begitu panas antara Mischa dan Catharina membuat seseorang menjadi panas. Seseorang itu tampak resah gelisah dibuatnya. Dia terlihat seperti orang bingung. Memainkan jari jemarinya dan menggigit bibir bawahnya. Sesekali membuang muka dan akhirnya meremas rambutnya sendiri, lalu pergi meninggalkan tempat tersebut.'Sial. Aku ini kenapa? Apakah aku ini ... ah, tidak ... tidak ... tapi,' batinnya dalam hati terhenti seketika saat berdiri di depan sebuah jendela. Mata itu kembali menatap ke arah sana dan kedua tangan itu mengepal sangat kuat. Kembali dia membuang muka dan melangkahkan lagi kakinya dengan kuat. Namun, langkah itu kembali berhenti."Apa kau menyukainya?" Sebuah suara melontarkan pertanyaan yang membuat hatinya mendadak berdetak tidak karuan."Tidak!" jawabnya dengan pasti."Apakah kau yakin dengan ucapanmu itu?" Kembali dia bertanya.Pemuda itu membalikkan badannya dan menatap wanita yang berdiri tidak jauh darinya. Tatapan tegas terlihat dari sorot mata

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status