Share

Bab 5 | Kepergian Calon Buah Hati

“Apa ini? kenapa ada darah dari kedua kakiku?”

Alessa membelalakkan kedua matanya. Rasa sakit diperutnya semakin menjadi tapi Alessa menjadi panik karena menyadari kedua kakinya sudah dialiri oleh cairan merah. Alessa berusaha beranjak dari ranjangnya. Kedua kakinya berusaha menapaki lantai tapi tiba-tiba saja tubuh Alessa ambruk.

“Tolong ... kumohon tolong aku.” Alessa melirih. Dia merangkak berusaha menggapai pintu untuk meminta pertolongan seseorang. Alessa akhirnya menyerah karena selain rasa sakit tapi aliran cairan terus mengalir dari kedua kakinya. Lantai keramik putih bahkan sudah berubah jadi merah terang.

Alessa memengangi perutnya. Ia memilih merebahkan dirinya pada lantai keramik putih itu. Alessa bisa melihat jika dirinya kini berbaring dikubangan darahnya sendiri. Alessa terisak menangis pilu. “Rasa nyeri tertusuk, tubuh melemah drastis dan ... perdarahan tidak berhenti dari dalam perutku.” Alessa bergumam seorang diri. Dia tak bisa bergerak karena terlalu lemah.

“Tuhan, berilah aku kekuatan jika aku selamat dari ajal ini, maafkan Ibu, nak.” Alessa berucap sendiri. Perlahan-lahan kedua kelopak matanya pun tertutup rapat. 

Pintu terbuka menampaki sosok Pria tua yang terkejut menatap Alessa terbaring di lantai lautan merahnya itu. Dia menatap Alessa yang sudah tergeletak tak berdaya. Pria itu segera mendekati Alessa kemudian mendekati Alessa dan menepuk-nepukpelan pipi Alessa yang kini terlihat pucat pasi.

“Nona, bangunlah,” ucap Pria itu.

“Robert, apa dia sudah mati?” tanya Julia yang berdiri di ambang pintu. 

Robert mengarahkan tangannya pada leher Alessa untuk merasakan denyut nadinya. Robert juga melihat deru napas Alessa yang sangat pelan. Ia tahu Alessa masih hidup tapi kondisinya sudah mengenaskan karena cairan merah yang keluar dari dirinya begitu banyak. “Ya, dia sudah tiada bahkan dengan kondisi seperti ini janinnya sudah dipastikan juga gugur, Nyonya.” Robert menjawab dengan dusta. 

Julia tertawa dengan kencang. Dia malah girang atas kemalangan yang Alessa alami. “Bagus, bagus, setelah itu buang tubuh Gadis itu ke jurang biar disangka Ia kecelakaan dan mati membusuk di sana,” perintah Julia.

“Baik, Nyonya,” sahut Robert.

“Jangan disangka aku sudi menerimamu perempuan tidak jelas, sudah pasti Ia menjebak Jovian agar menidurinya kemudian menjadikan alasan janin itu untuk memporoti Jovian.” Julia berucap sambil beranjak meninggalkan kamar yang Alessa tempati. Julia masih tertawa ketika keluar dari kamar seolah Ia sangat senang dengan kematian yang Ia sangka itu.

Robert mengangguk tapi Ia tak bisa melepaskan tatapan ibanya pada Alessa. Robert menanti hingga Julia keluar dari mansion ini. Beruntung suara deruan mobil terdengar dari halaman perkarangan rumah megah ini. Robert yang bertahun-tahun mengabdi pada keluarga konglomerat ini mengenali bunyi mobil milik Julia.

“Nona, ampuni aku atas dosa besar ini, mari kita pergi.” Robert menggendong tubuh Alessa yang tak sadarkan diri itu. “Kemungkinan masih ada waktu, Ia pingsan karena kehilangan darah, aku harus bergegas,” ucap Robert. 

Pria tua itu menyelamatkan Alessa. Dia dengan hati-hati mengeluarkan Alessa usai Alessa ditutupi kain kemudian meletakkan Alessa di bangku belakang mobil. “Bertahanlah, Nona kecil,” gumam Robert. Saat itu pula melesat membawa Alessa keluar dari kediaman megah itu. Ia menyetir hingga tiba di sebuah Rumah Sakit.

“Panggilkan Dokter Mina Harun!” Teriak Robert. 

Pria itu menggendong tubuh Alessa yang terkulai lemah menuju Unit Gawat Darurat. Dia terus meminta agar Alessa ditangani oleh Dokter Mina Harun. “Tolong, biarkan Dokter Mina yang menanganinya,” ucap Robert memelas. 

Seorang wanita snelli putih datang tergopoh-gopoh. Dia langsung mengarahkan perhatiannya pada Alessa yang malang itu. Wanita itu tidak memerdulikan keberadaan Robert kemudian membawa Alessa ke salah satu ruang intensif agar ditangani dengan cepat. 

Robert menanti di luar Unit Gawat Darurat. Ia terus merapalkan doa agar Alessa dapat bertahan. Tak lama Wanita yang mengenakan snelli putih itu datang menghampiri Robert. “Gadis itu baru tadi pagi mengetahui kehamilannya, kini Ia keguguran dan aku tahu bukan secara alami melainkan,”—Wanita itu melepaskan masker yang menutupi sebagian wajahnya. “Kumohon, Paman bahkan aku tahu jika Tante Julia sempat mengekorinya tadi pagi,” ucap Wanita itu dengan lirih.

“Mina, tolonglah selamatkan anak malang itu.” Robert berucap sambil berlutut dihadapan Dokter Mina. 

Dokter Mina meraih pundak Robert untuk membawa Pria tua itu berdiri. “Aku butuh keluarganya untuk menandatangani persetujuan operasi karena perdarahannya dan luka di dalam rahimnya,” ucap Dokter Mina.

“Lakukan Mina, keluarganya bahkan mengusir gadis malang ini ... itulah yang sudah kuselidiki atas perintah Nyonya Julia selama sebulan belakangan,” ungkap Robert. 

Dokter Mina menghela napas. “Paling tidak keluarganya mengetahuinya, Paman,” ujar Dokter Mina.

“Tolong, anak itu sekarat, dosaku harus kutebus Mina.” Robert yang berucap dengan lirih. 

Alessa mengalami hal yang sulit. Masa kritisnya berhasil berlalu meski Ia harus kehilangan janinnya. Kini Alessa sudah beberapa hari di ruang rawat inap. Ia mendapatkan pengobatan dari Dokter Mina meskipun jiwanya terguncang usai mengalami semua ini.

Robert baru berani menemui Alessa pada hari ke tujuh bersama anak sulungnya. Robert sudah memberitahu jebakan yang Julia inginkan pada Alessa. Robert dengan penuh penyesalan memasuki ruang rawat inap yang Alessa tempati.

“Ayo, Ayah, kita harus meminta maaf pada gadis malang itu,” ujar seorang Pria pada Robert.

Robert mengangguk. Dia pun memasuki ruang rawat inap yang Alessa tempati. “Nak, maafkan aku,” ucap Robert. Pria tua itu mendapati sosok gadis muda yang cantik. Wajahnya berseri disinari sinar matahari dari jendela yang sengaja dibuka kemudian rambut hitam panjang bergelombang juga ikut bergerak halus kala angin sepoi-sepoi menerpanya. 

Alessa yang tengah duduk di atas ranjang kasurnya menoleh ke arah Robert. Alessa masih mengingat jelas penderitaannya yang harus melawan reaksi dari obat pengugur. “Apakah Tante Julia yang merencanakan semua ini?” tanya Alessa.

“Iya, Nak, dia tak mau kau mengandung anak dari pewaris tunggal Heide,” jawab Robert.

“Orang kaya yang keji,” celetuk Pria yang ada disamping Robert. Ia menyadari Alessa yang langsung menatap dirinya itu. “Maaf, Nona, Ayahku sebenarnya tak berniat untuk menjebakmu hingga membuatmu kehilangan bayimu,” ucap Pria itu.

Alessa tersenyum lembut. Alessa tahu Ia tak bisa mengembalikan waktu untuk mencegah semuanya. Kemalangan sudah terjadi. Dia sudah kehilangan janinnya. “Aku memang sedih karena kehilangan janinku yang tak berdosa namun Tante Julia menjebakku dengan keji, beruntung Tuhan memberiku keselamatan dari maut itu,” ujar Alessa. 

“Ampuni aku, Nak, dosa-dosa yang kuperbuat karena terpaksa atas perintah Nyonya Julia.” Robert berlutut dihadapan Alessa untuk meminta pengampunan. Ia memang meletakkan obat penggugur di makanan yang Alessa santap dalam dosis besar. 

Alessa tersenyum kecil. “Sudahlah, Paman, semua itu sudah terjadi ... aku memaafkanmu,” sahut Alessa dengan suara indahnya yang mengalun lembut. Alessa jauh lebih tegar sekarang. 

“Terima kasih, Nak,” ucap Robert. “Maukah kau tinggal bersama kami? sebagai penebusan dosaku, biarlah aku memberimu tempat untuk jadi anak angkatku, Nona.” Robert berucap pada Alessa dengan sungguh-sungguh. Dia ingin menjaga Alessa selayaknya anaknya sendiri.

“Paman, aku terima tawaranmu tapi aku lebih senang jika Paman juga membantuku untuk membalaskan dendam,” 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status