[Untuk beberapa hari ke depan sepertinya kita tidak akan bertemu, karena ada yang harus aku urus, masalah proyek pembangunan hotel yang sempat tertunda, sekaligus aku juga mau menjenguk Yura, dia bilang lagi sakit. Jangan merindukanku.]Kasih membaca pesan itu dengan cermat, tak lama kemudian dia mendesah berat."Padahal ada yang ingin aku tanyakan pada dia, lalu aku harus meminta bantuan pada siapa," keluh wanita itu.Kasih beranjak dari ranjang, kini dia tengah berdiri di depan cermin, mengamati tubuhnya dari cermin itu dengan penuh hati-hati dan juga teliti."Benar juga, kalau dilihat-lihat ada yang berbeda dengan tubuhku, lebih berisi dari pada yang dulu. Kira-kira sudah berapa bulan aku tidak mengecek berat tubuhku ya?" gumam wanita itu lagi.Kasih kembali menuju ranjang, berniat untuk membalas pesan Gilang.[Ada yang ingin aku tanyakan padamu.][Besok saja, kalau masalah sudah selesai. Kamu bebas menanyakannya padaku.]Kasih mencebikkan bibirnya, sedikit kesal karena Gilang tak
"Ternyata kamu setega itu ya sama aku?" tanya Kasih sinis."Sumpah! Aku--"Plak! Lagi-lagi Kasih menampar Dani, wanita itu menatap Dani begitu bengis."Tamparan pertama itu adalah balasan karena selama ini kamu sudah menelantarkan aku, yang kedua karena kamu sudah tega mengkhianatiku, dan ini yang terakhir." Kasih menampar Dani sekali lagi, "itu sebagai rasa sakit hatiku karena sudah dibodohi oleh kamu, mungkin rasa sakit itu tidak ada artinya dibandingkan dengan apa yang kamu lakukan padaku. Kamu benar-benar berengsek!" umpat Kasih.Seumur hidup, baru kali ini Kasih berbicara sekasar itu pada lawan bicaranya, entah dapat keberanian dari mana, dia juga kaget karena suaranya yang tiba-tiba meninggi itu, sulit rasanya untuk dikontrol.Dani melongo karena mendapat perlakuan kasar dari Kasih, dia masih tak percaya jika ternyata wanita itu bisa bertindak kejam juga. Kalau seperti ini mana berani dia banyak bicara, baru satu kata saja sudah dibalas 200 kata oleh wanita itu."Kasih--""Stop
"Kamu kenapa menangis? Hei, apa aku menakutiku?" tanya Bima, dia mulai cemas karena melihat sikap Kasih."Kamu berbicara seperti itu hanya bercanda, kan?""Bercanda?" tanya Bima balik sambil mengernyitkan dahi. "Aku tidak bermaksud untuk bercanda, aku mengatakan yang sejujurnya," ucap Bima meyakinkan."Memangnya kamu tahu dari mana kalau aku ini hamil? Kamu itu laki-laki, mana mungkin bisa menebak seperti itu." Kasih masih tak percaya, kendati demikian hatinya mulai was-was.Bima menghela napas panjang, dia benar-benar heran karena ternyata Kasih tak menyadari jika wanita itu hamil. Pantas saja wanita itu terkejut."Gini ya, aku memang laki-laki, tapi kalau untuk memastikan kamu hamil atau tidak, aku mengetahuinya.""Gimana caranya?""Oke, yang pertama, sewaktu pertama kali kita bertemu, badan kamu nggak seberisi ini, kalau nggak salah itu sudah empat bulan lalu, kan, ya? Nah yang kedua, waktu pertama kali kita bertemu, perut kamu tidak sebuncit sekarang, waktu itu perut kamu masih ra
Jantung Kasih berdegup begitu kencang ketika melihat tespack itu ada di tangan Dani, wajahnya berubah menjadi pucat pasi."Lagi cari ini?" tanya Dani sekali lagi.Kasih diam seribu bahasa, dia tidak bisa menjawabnya, lebih tepatnya dia bingung harus menjawab apa."Kenapa diam aja, hah?! Kamu lagi cari ini, kan?!" bentak Dani.Kepala Kasih menunduk sambil meremat kedua tangannya, terkejut juga dengan bentakan Dani.Mata Kasih terpejam ketika Dani melemparkan tespack itu ke kepalanya."Kamu bilang kemaren lagi datang bulan, terus ini apa, hah?! Kamu hamil? Jawab, Kasih, di mana suara kamu yang biasanya selalu melawanku, kenapa sekarang kamu diam aja?!" pekik pria itu."Maaf."Dani tertawa keras sambil bertepuk tangan. "Wow, wow, wow, jadi ini yang bikin sifat kamu berubah, Kasih? Aku benar-benar nggak nyangka sama kamu," desis pria itu dengan tangan mengepal.Lagi-lagi Kasih terdiam, membuat emosi Dani semakin memuncak. Dani menarik rambut wanita itu, lalu mencengkram kedua pipi Kasih b
"Maafkan aku, Bu. Seandainya saja waktu bisa diputar kembali, pasti aku nggak akan melakukan hal ini," kata wanita itu sambil menangis tergugu.Dia terus memandangi batu nisan yang bertuliskan nama ibunya itu dengan perasaan sakit yang sangat amat luar biasa. Tidak ada yang menemaninya di sini, semua orang sudah pada pergi, para tetangga Kasih mencerca Kasih habis-habisan, bahkan ada juga yang mengatainya dengan sebutan binatang.Ya, waktu ketika Dani dan Kasih bertengkar hebat, bukan hanya ibu Kasih saja yang mendengar, tapi para tetangga yang dekat dengan rumahnya juga ikut mendengarnya, dan dalam sekejap saja hal itu sudah banyak yang mengetahuinya.Ibaratnya hanya satu telinga yang mendengar, tapi banyak mulut yang ikut berbicara.Ketika Kasih membawa Mutia ke rumah sakit, dokter mengatakan jika denyut nadi ibunya mulai melemah, dan dokter itu juga mengatakan jika Mutia mengalami serangan jantung secara mendadak yang mengakibatkan nyawa wanita paruh baya itu tidak tertolong lagi.
Setelah terdiam cukup lama, Kasih hanya bisa menghela napas berat, kentara sekali jika begitu berat beban yang dia pikul. Fandi pun menyadari hal itu."Sekarang apa yang akan kamu lakukan?"Kasih tak menjawab, dia hanya bisa menggeleng, karena memang dia tidak tahu setelah ini apa yang akan dia lakukan. Dia seperti kehilangan arah dan tidak tahu harus di mana lagi tempatnya mengadu.Fandi menepuk pundak wanita itu secara perlahan. "Aku tahu kalau kamu sedang dalam suasana sedih, dan mungkin kabar kehamilan ini juga begitu mengejutkanmu. Sebaiknya jangan terlalu dipikirkan, kasihan bayi yang kamu kandung," nasehat pria itu.Kasih tertawa mendengarnya. "Maksud kamu aku harus tetap tenang gitu? Kamu itu nggak tahu apa yang aku rasakan itu seperti apa. Sakit!"Fandi manggut-manggut. "Aku tahu, mungkin aku memang tidak pernah merasakan apa yang kamu rasakan, tapi aku paham sakitnya seperti apa. Tenangkan pikiran kamu, aku yakin semua ini pasti akan ada jalan keluarnya."Lagi-lagi wanita it
Gilang tersenyum lebar ketika melihat Kasih begitu cantik malam ini. Sebenarnya Kasih selalu berpenampilan cantik, tapi untuk malam ini penampilan wanita itu sangatlah beda."Cantik banget sih," goda pria itu.Kasih tak menjawab, wanita itu hanya tersenyum tipis, hal itu semakin membuat pria itu gemas."Kemarilah, jangan jauh-jauh dariku," titahnya dengan nada bosnya.Kasih menggeleng, akan tetapi senyum itu tetap terbit di bibirnya.Gilang yang awalnya tersenyum seketika wajahnya berubah menjadi muram."Kamu berani membantahku, huh?" tanyanya dengan kesal."Sudah waktunya," lirih wanita itu.Gilang mengerutkan keningnya, tak lama kemudian dia tersenyum menyeringai."Wah, wah, wah, kamu sekarang sudah mulai nakal ya, mengajak bercinta duluan? Hei, siapa yang ngajarin kamu seperti itu?"Gilang berusaha menangkap tubuh wanita itu, lagi-lagi pria itu mengerutkan kening karena tubuh Kasih tak bisa disentuh."Kenapa kamu nggak bisa aku sentuh?" tanya pria itu heran."Aku sudah bilang, suda
Gilang tertawa miris sambil geleng-geleng kepala, masih tak percaya dengan apa yang dia lihat barusan.Istrinya baru saja bercinta dengan orang lain, entah sudah berapa lama pria itu bermain di belakangnya.Sebenarnya Gilang ingin marah, tapi kalau dipikir-pikir lebih jauh lagi untuk apa? Toh dia juga melakukan hal yang sama. Tapi menurutnya Yura benar-benar keterlaluan. Sempat-sempatnya bercinta dengan orang lain di saat dia sedang bersama dengan wanita itu.Pikirannya kali ini benar-benar tak karuan, tiba-tiba saja dia teringat dengan Kasih. Lagi, dia kembali mengingat mimpi itu yang sialnya membuat emosinya seketika naik.Dia menggeram kesal ketika dia menghubungi Kasih, nomor wanita itu tidak aktif, dia hanya mendengar suara datar dari wanita yang dia yakini operator."Sial! Dia ke mana sih, kenapa nomornya tidak aktif? Atau jangan-jangan dia mau menjauhiku, berengsek! Ini nggak boleh terjadi. Awas saja kau, aku akan memberikanmu pelajaran karena berniat tidak mengangkat telepon d