Share

4. Terbuang

Kau tahu? sebenarnya tidak ada orang yang ingin mendapatkan posisi ini. Aku tak bisa mengelak lagi, setelah aku terselamatkan dari penjara berbahaya itu kini aku masuk kandang harimau. Aku tidak bilang karakter pangeran di sini jahat karena ia sukarela memberiku hanfu , makanan dan tempat istirahat gratis dan tentunya dengan sebuah perjanjian. Sebagai penilaiannya- aku bilang ia orang baik.

Di sana pangeran telah duduk disinggasana, upacara di balairung telah mulai sejak tadi. Ia mendeklarasikanku di depan semua menteri. Kulihat mata mereka terlihat bingung, cemas, dan takut hingga akhirnya suara berat itu mematahkan lamunanku. Ia memberi hormat seperti biasanya lalu bangkit berbicara dengan Yang Mulia Pangeran.

"Turunkan perintahmu Yang Mulia," pejabat dewa berseru dan disambut dengan perdana menteri Han. "Jika benar dia adalah dewi kebenaran maka ia seharusnya dikurung dan diadili."

Pangeran tak setuju dan menimpali,"Apa maksudmu Perdana Menteri Han?"

Dadaku berdebar ketika mendengar suara berat dan bijak dari pak Han alhasil  pandangan semua orang terpusat padanya. "Yang Mulia, klan iblis telah menggemparkan hidup manusia. Semua orang ketakutan dengan siluman penghisap darah. Korbannya adalah wanita muda, anak-anak dan pria dewasa yang seluruhnya adalah sangat sehat, cantik dan tampan. Hidup mereka telah diresahkan oleh kehadiran dewi kebenaran yang menjadi dewa iblis. YANG MULIA! hamba takut ia akan berubah menjadi penghisab darah dan membunuh kita semua."

"Omong kosong macam apa yang kau katakan perdana menteri Han?"

"Mohon ampun Yang Mulia. Mereka juga menambahkan sosok pembunuh itu mengendarai burung langit. Mohon Yang Mulia koreksi apakah dewi itu membawa burung langit."

Pak Han pria berkumis lebat itu menunjukku dan diikuti pandangan suram dari menteri yang berbisik ketakutan saat melihatku sementara pangeran sudah menjadi kaku.

Aku yang dilihatpun merasa tak nyaman. Bagaimana pun aku tak punya alat suntik dan begitu  juga  Alex dan kawan-kawan, memangnya mereka punya taring? apakah itu Alex dan salah satu temanku yang terlibat? bahkan aku tak bisa menawarkan diri atau mereka menjadi salah satu karakter dracula. Pak Han  itu memang pembual. 

Para pelayan dan pengawal bersiaga menjaga jarak dan berancang mengambil pedang. Aku melotot, apalagi ini?

"Yang Mulia, Anda harus waspada karena semua orang menginginkan keselamatan Anda."

"Cukup! Tanpa ada bukti apapun itu omong kosong! sesungguhnya Dewi kebenaran yang kalian tahu itu adalah palsu." Dalam hitungan menit ada prajurit yang terluka menerobos dan berlutut di depan pangeran sampai semua orang juga panik. Ia menuduhku.

"Prajurit Ki! Kau kenapa?" ujar pangeran.

"Dia orangnya Yang Mulia, dia yang mengendarai burung itu.  Dewi kebenaran. Aku melihatnya dia hampir memusnahkanku saat itu. Aku berhasil kembali ke sini berkat bantuan Pak Han beruntungnya kita kebetulan bertemu. Aku bahkan hampir mati. Mohon Yang Mulia jangan biarkan ia berkeliaran." Semua terkejut dan saling berbisik.

"Yang Mulia, orang yang mengendarai burung adalah dewi kebenaran. Semua pasti tahu hal itu. Anda telah memberi memerintahkan saya untuk menyelidiknya. Dia saksinya Yang mulia. Tolong sadarlah!" Semua ketakutan dan waspada denganku.

Pangeran tampak seperti orang bodoh saat itu, rencana melindungiku gagal karena kepandaiannya.

"Ak-aku akan mengutusnya untuk mencari tahu,  kalian tidak usah khawatir. Jika saja dia  dewi kebenaran, dan bersekongkol dengan   klan iblis. Kalian akan melihatnya terbakar hidup-hidup di bawah patung Dewa lain."

Aku menganga, "Apa-apaan ini dia mengancamku sadis sekali. Padahal dia sendiri mau melindungiku dengan iming-iming kata "dewi kebenaran" sekarang dia mau berkhianat? Hah.ahaha." Aku tersenyum sinis melihatnya.

"Bagaimana jika dewi melakukan sesuatu padamu Yang Mulia."

"Dia terlalu bodoh untuk melakukan sesuatu dan aku lebih paham apa kelemahannya." Pangeran dewa itu turun dari singgasana dan menghampiriku. Seakan-akan ia sangat kenal dan memahamiku. Padahal ini pertemuanku yang pertama kalinya. Aku pun heran dan ingin tanya padanya namun situasinya tidak memungkinkan jadi begini saja lebih baik.

"Nona dewi apakah kau bersedia bekerja sekarang?"

"Hah? Kau... kau... sekarang? E-tapi mereka belum..."

Ia tersenyum sambil menyeringai.  "Pertemuan saya akhiri. Silahkan kembali dengan pekerjaan kalian." Dan semuanya tampak bingung karena pangeran dewa bersikap egois dan terlihat tak bijak.

"Tunggu!"

"RATU CHEON TELAH TIBAAAAAA!"

"Ah. Kenapa ibu ada di sini?" Tangan yang telah menarik lenganku tiba- tiba mengendur dan si pangeran terlihat cemas dan menoleh ke belakang,  dan aku juga.

"Tangkap dewi itu."

"Ibu apa yang kau lakukan?" setelah mendengar hal itu seluruh tentara mengarahkan pedang dan senjata lain ke arahku.

"Aku dalam bahaya lagi yah pangeran?" Aku menarik bajunya. "Aku ingin sekali mengakhiri drama ini pangeran lakukan sesuatu untukku!"

"Ibu kenapa Anda ke mari?"

"Lancang, panggil aku Yang Mulia Ratu."

"Tangkap dewi palsu itu."

"Pangeran dewa kita harus bagaimana?"

Aku ketakutan mengeratkan lenganku di lengan si pangeran dewa. 

"Yang Mulia pangeran apakah Anda selalu melindungi orang-orang yang patut dicurigai sebagai mata-mata. Berikan dewi itu ke aparat keamanan jangan melangkah terlalu jauh karena posisimu."

"Ibunda ratu. Anda mengancam saya?"

Tombak dan beberapa pedangpun telah mengarah kepadaku dan pangeran yang berusaha melindungiku.

"Pangeran lebih baik serahkan saja aku padanya. Jangan terlalu berusaha melindungiku terus."

"Diam. Kau terlalu berisik. Dalam hitungan satu sampai lima kau harus menutup matamu."

"Yang Mulia pangeran ini bukan permainan petak umpat yang bisa dimainkan di istana nyawa kita bisa melayang." Aku melihat nya, alis pangeran itu bersatu dan dahinya berkerut entah ia sedang kesal  padaku atau sedang serius. "Oh, iya kau kan penguasanya paling tidak dikurung satu tahun." Lalu alis kirinya mulai naik sambil melihat ke bawah.

"Lepaskan tanganmu dariku."

"A-a-a baiklah," aku melepaskan eratan di lengannya saat itu juga.

"Dewi!" Panggilnya membuatku mendongak.

"Ye Yang Mulia,"

"Satu."

"Eh, apa?"

"Berhitung bersama."Dia merintahku untuk mulai berhitung. 

"Dua,"

"Tiga,"

Sreet!! Ia berhasil mengambil pedang dari salah satu prajurit yang  telah ditendangnya dan  melindungiku dari beberapa pedang.  Pangeran itu beberapa kalinya menggunakan tubuhku, terbang, terpelanting, membungkuk ke sana -kemari berusaha menghindari goresan pedang. Herannya tak satupun pedang yang berani melukai dirinya. Pedang-pedang itu hanya terpusat padaku. 

"Empat,"

"Roy kau di mana?" Pangeran berguman, samar-samar aku melihat dahinya mulai berkeringat. Apakah ia sedang mencari seseorang yang belum datang. Ia terlihat cemas, aku merasa tidak enak perlahan genggaman tanganku yang mengait erat di bajunya  mengendur aku berniat untuk memberhentikan adegan berdarah ini, paling tidak tubuh luarku saja yang rusak karena tombak dan pedang itu. Aku menutup mataku dan detak jantungku terdengar sangat keras. Jujur,  aku merasa takut, takut mati untuk kedua kalinya. Paling tidak aku mati dan tak ada yang tahu di mana aku berada. 

"Alex ayah dan ibu dan semua teman-temanku maafkan aku membuat keputusan sepihak." Aku melepaskan genggamanku. Tap! Aku melotot. " Kau bodoh ya? mau mati sendiri?" Pangeran menangkap tanganku. Dahinya berkerut dan kedua kalinya ujung alisnya menyatu.

"Tidak semudah itu kau ditindas oleh mereka." Ia menarik tanganku ke lingkar pinggangnya. " Jangan berlagak dramatis, kau harus tetap hidup dan membantuku. Pegang erat  pinggangku."

Ujung sudut bibirku naik ke atas. "Dramatisir? Aku baru saja ingin berpindah dilenganmu tau! Tanganku kebas!" 

Aku mengerut dahi. "Lima!" Pandanganku masih saja terpusat pada  wajahnya, sembari cemberut namun ia tetap tidak peduli. Sesaat kemudian Roy datang menyerobot kerumunan dan mencabut pedang dan tombak mereka dengan gagah melalui tameng dan pedangnya.

"Pangeran maafkan saya karena datang terlambat." Pangeran  mengangkat tubuhku ke atas, dan langsung diterima olehnya.

"Eh, apa yang kau lakukan Roy aku bukan anak kecil yang kau gendong seperti ini?" Roy mengangkatku seperti menggendong anak kecil. "Naik kepunggungku dan pegang erat kita akan pergi jauh dari sini."

"Aku pegang di mana? Leher atau pinggang?" Aku sempat ragu dan bingung memegang yang mana karena salah pegang aku yang akan merasa malu.

"Pinggang!"

"Oh, iya pinggang, wuaaaaa! Roy pelan-pelan. Pangeran bagai-"

"Mana?" Seketika ia berlari kencang menjauhi dan menendang para prajurit yang menghadang, dan pangeran? Ia tinggalkan saja di sana. Aku menengoknya dengan pandangan kasihan. Ia melihatku dengan tenang sambil melakukan perlawanan. Apakah ia akan mati di sana sendirian? Aku ingin menolongnya namun tanganku tetap tidak mau melepaskan pinggang Roy. Ini artinya aku mementingkan keselamatanku daripada orang lain.

(Bersambung)

HMW

Hanfu: pakaian khas masyarakat Han (China kuno)

| Sukai

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status