Susana sore yang masih terik, waktu sudah menunjukan sebentar lagi jam pulang kerja. Bram menghentikan mobilnya di parkiran kantor yang seperti bangunan ruko tiga lantai. Di sini selama tiga bulan ini istrinya bekerja dan mereka belum sempat bertemu. Kesibukan yang mereka jalankan hanya bisa menyalurkan rasa rindu dengan vidio call di malam hari. Apalagi Bram tengah menggarap proyek di Surabaya dan membuka kantor cabang baru di sana. Hari ini dan tiga hari ke depan lelaki itu sengaja mengosongkan jadwalnya untuk bertemu istri tercintanya. Bagaimanapun rasa rindu sudah tidak bisa dibendung lagi, apalagi mendengar kabar dari istrinya jika dia memenangkan proyek multinasional, Bram akan bertekad mengakhiri hubungan jarak jauh ini. Rencananya memindahkan perusahan teknologi ini ke jakarta sudah harus direalisasikan, agar Dhea akan selalu dekat dengannya. Dengan tidak sabar Bram turun dari mobil dan setengah berlari menuju ruangan istrinya, dia sudah tidak sabar memberi kejutan pada wani
Setelah dia hari pertemuan Bram dan Dhea, terpaksa Dhea harus meninggalkan suaminya untuk tanda tangan kontrak ke New York. Bram yang begitu keberatan karena Dhea hanya pergi dengan Niko, akhirnya berkompromi agar mereka ditemani dengan Adi. Sebenarnya Bram ingin sekali ikut mereka, tetapi pekerjaannya di jakarta tidak bisa ditinggal begitu saja secara mendadak, jika akan berlibur atau cuti harus jauh-jauh hari di-planning.Tentu saja lelaki itu mewanti-wanti Niko agar tidak berkesempatan merayu istrinya. Namun Niko yang sudah terlanjur kesal, mana mau mendengarkan ancaman lelaki itu, Niko hanya bertekad mencintai istri orang itu dengan caranya sendiri. Sehingga selama di new york mereka tidak pernah lepas dari pengawasan Adi dan Bram. Bram sendiri tengah menyiapkan perpindahan kantor perusahaan teknologi itu ke Jakarta, kebetulan ada bangunan yang tidak terpakai di sana yang dulunya akan digunakan sebagai bangunan rumah sakit, tetapi pemiliknya bangkrut dan diakuisisi oleh Bram, tet
"Loh, kenapa membahas masalah Star? bukankah Star itu perusahaan pribadi milik Abang? tidak ada sangkut pautnya dengan Adiguna Group, kan?""Itulah liciknya orang-orang itu, ketika tertimpa masalah mereka enggan menanggungnya bersama-sama. Tetapi ketika ada keuntungan, mereka akan meminta perusahaan ini." Dhea melihat dengan seksama pandangan Bram yang begitu muram, dia yakin posisi suaminya saat ini begitu sulit, tetapi bagaimana lagi? dia juga tidak bisa banyak membantu. "Jadi bagaimana? Apa Abang akan melepaskan Star Teknologi menjadi bagian dari Adiguna Group?""Mereka menuntut sekarang! mereka menghujat, tidak pantas seorang presiden sebuah group besar memiliki perusahaan atas namanya pribadi sendiri."Dhea yang mendengar itu merasa aneh, memangnya tidak boleh, ya? tetapi bukankah dulu mereka sendiri yang tidak mau mengakuinya?"Jika Abang tidak mau melepaskan Star Teknologi, Abang dituntut melepaskan jabatan Presdir ini.""Ha?" Dhea tidak bisa berkata-kata, sepertinya tuntutan
Rapat pemegang saham berlangsung keesokan harinya, Dhea duduk di jajaran para manajemen perusahaan dipimpin oleh Bram berhadapan langsung dengan para dewan direksi dan pemegang saham. Sementara rapat sendiri dipimpin Anggara sebagai komisaris utama. Pihak lawan dari mulai rapat sudah terang-terangan menyerang manajemen Bram, sebagai presiden direktur, dia memang bertanggung jawab atas jalannya perusahaan sehingga perusahan akan selalu untung dan memberikan dividen yang banyak untuk pemegang saham. Ajisaka yang mewakili para direksi menuntut agar Bram menyerahkan Star Teknologi dibawah naungan Aditama grup. Seperti yang Bram katakan pada Dhea kemarin, mereka benar-benar menyerang sampai ke privasi Bram. Mereka bahkan mengancam jika Bram tidak menyerahkan perusahan itu akan mencopot dari jabatan Presdir. Tentu saja orang-orang yang berambisi menduduki jabatan Bram sekarang semangat sekali membuat narasi untuk menjatuhkannya. "Bagaimana, Pak Bram? Sebaiknya anda mempertimbangkan masal
Kedatangan Anggara ke perusahaan Star Teknologi, menjadi berita yang santer terdengar. Ketika malam hari, Bram akhirnya bertanya pada Dhea, apa yang ayahnya lakukan di sana."Sepertinya dia hanya meninjau perusahaan itu dan ingin melihat apa yang kamu produksi di sana," jawab Dhea "Cuma itu?""Sepertinya iya, dia sangat kagum melihat apa yang kamu buat di sana, dia bilang baru pertama kali melihat sebuah aplikasi yang diperjual belikan.""Apa ayah mengatakan sesuatu? atau berpesan sesuatu?""Apa, ya? Oh ya, dia bilang aku harus terus menjadi pendukung Abang. Seberapa profesionalnya aku, kedudukanku akan tetap lemah karena aku tidak menengah saham di Aditama grup. Jadi aku harus waspada, karena akan banyak yang merebut kedudukanku.""Yah, itu benar ... yang ayah katakan benar. Tetapi Dhea tenang saja, ada Abang yang kan selalu mendukungmu.""Iya, aku percaya."Pagi harinya, Dhea dan Bram bekerja seperti biasanya. Dhea juga melihat dan menilai para pekerja baru dan memberi sedikit pemb
Sania menunggunya di food court di sebuah mall. Dia sedang ingin ditemani belanja sambil makan malam. Karena Bram juga menelponnya akan pulang malam, maka Dhea juga ijin untuk menemani Sania berbelanja."Bagaimana hubunganmu dengan Kak Bram?""Baik, kenapa memangnya?" "Syukurlah kalau baik. Sebaiknya, kamu membeli beberapa pakaian tidur seperti itu, jika ingin rumah tanggamu tetap harmonis."Sania menunjuk sebuah gaun tidur dan beberapa lingerie seksi yang terpajang di bagian dalam toko. "Ah, tidak. Aku tidak berani memakainya." Dhea mengibaskan tangannyaDalam hati dia mengeluh, tidak memakai seperti itu saja suaminya selalu menyerangnya, apalagi memakai seperti itu? bisa habis dia tidak bisa bangun dua hari dua malam."Ayolah, Dhea. Biar kamu cepat dapat momongan, biar aku cepat dapat keponakan," rayu Sania."Aku belum punya anak karena selama ini pakai pil KB. sekarang sudah kulepas, semoga cepat dapat momongan.""Makanya, ini salah satu cara berikhtiar." Dhea tetap menolak, han
Bram yang tubuhnya sudah rileks, kembali tegang ketika mendengar cerita istrinya."Apa lelaki itu tampak gugup?""Gugup? pas sudah mendapat nomorku, dia terburu-buru pergi."Bram sungguh tidak tenang mendengar perkataan istrinya, pasalnya dia baru juga mendengar dari Adi, jika orang dalam perusahaan ada yang ingin menjatuhkan kedudukan Bram, selama ini yang dia incar bukan perusahaan Star Teknologi, tetapi kedudukan Bram dan saham mayoritas di Aditama grup. Bram percaya apa yang dikatakan Adi, tetapi dia tidak bisa melihat masa depan dan juga tidak bisa memprediksi apa yang akan dilakukan oleh lawan, hingga mendengar cerita Dhea barusan. Perasaannya menjadi gusar.******Pagi yang menjelang, kedua pasangan suami istri itu bangun tidur dan beraktifitas seperti biasanya, Dhea seperti biasa sebelum berangkat kerja menyiapkan sarapan terlebih dahulu untuk suami dan juga dirinya. Bram yang biasanya hanya menonton, kini berinisiatif membantunya, lelaki itu sibuk membuatkan teh manis, entah
"Masalahnya, ternyata Pak Anggara sudah tiada ketika di perjalanan_""APA?!" Bram tidak sadar telah mencengkeram kerah baju Adi sehingga lelaki itu menegang. Dhea sendiri terkejut sambil mengucapkan istighfar."Innalilahi wa innailaihi Raji'un ..." gumam Dhea sambil mengelus dadanya."Apa kau bilang? maksudmu papa sudah meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit?!" Bram mengulang perkataan Adi dengan suara yang bergetar "I.. iya, Pak." Bram menghempaskan tubuh kokoh Bram membuat lelaki itu terhuyung ke belakang. Dia spontan berlari ke ruangan UGD, tidak dihiraukan tatapan beberapa orang yang penasaran kenapa lelaki gagah itu berlari sekencang itu, Dhea dan Adi yang berada di belakangnya juga ikut berlari menyusulnya.Sampai di ruang UGD, sudah ada ibu tirinya yang tengah menangis dan meraung, di sebelahnya ada Siska dan Wulandari yang terus menghibur Nirmala. Setelah Bram datang, beberapa kerjanya juga berdatangan, mereka tampak begitu gusar dengan insiden yang baru saja menimpa Ang