Part 27"Oh ya? Terima kasih ... Saya senang sekali mendengarnya," sudut bibir Affandi melengkung, ternyata lebih tampan aslinya dari di Vidio YouTube.Mereka bertiga asyik berbincang-bincang. Kepribadian Sania yang ceria dan ceriwis mampu mencairkan suasana, hingga tiba-tiba saja beberapa orang laki-laki berpakaian serba hitam mendatangi mereka.Kemunculan mereka yang tiba-tiba tentu saja mengejutkan mereka semua, terhitung mereka ada enam orang."Bawa anak laki-laki itu!" Suara berat terdengar di belakang mereka.Dua orang diantara mereka menggeser kan tubuh sehingga terlihat seseorang di belakang mereka, seorang lelaki berpakaian serba putih kontras dengan keenam lelaki yang bersamanya. Dhea cukup terkejut melihat lelaki yang berdiri dengan tatapan tajam tersebut, lelaki itu kan, orang yang dilihatnya tempo hari di lift kantornya? Ketika dia kan terjatuh, lelaki itu yang menahannya, lelaki itu bahkan memeluk pinggangnya dengan kuat."Lingga! Apa yang kau lakukan!" Sania yang sudah
Part 28"Pak, ini sudah penerbangan terakhir. Tetapi saya tidak melihat Bu Dhea, haruskah saya masih menunggu?" Adi kembali menelpon Bram.Bram hanya mendesah mendengar asistennya itu menelpon, sebenarnya istrinya ini ke mana?"Sebaiknya kau pergi saja dari sana, coba kau intai rumah kontrakan Dhea, dia sudah sampai rumahnya belum?" jawab Bram."Baik, Pak. Jadi, Bu Dhea tidak jadi ditempatkan di rumah baru Bapak?""Besok setelah dia pulang kerja jemput dia untuk menempati rumah yang baru kubeli itu."Bram mengakhiri percakapannya di telepon itu, kepalanya tiba-tiba berdenyut, dari pagi dia belum sempat istirahat, ini sudah jam sembilan lewat, sepertinya tidak sempat untuk pulang ke rumahnya yang berada di kawasan Bintaro, sementara dia kini posisinya berada di Jatinangor, Sumedang. Terpaksa beberapa malam ini dia harus menginap di Scarlett Skyland hotel.Sementara itu, Dhea yang tengah berada di dalam taksi kembali memikirkan kejadian dua hari berada di Jakarta, sungguh dia tidak habi
Part 29Dhea keluar kantor dengan langkah gontai, hari sudah setengah enam sore, semua rekan kerjanya sudah pulang duluan dari jam empat tadi. Dia terpaksa membereskan pekerjaannya dulu, karena seperti biasanya, dia juga disuruh mengerjakan pekerjaan yang sebenarnya tugas Gracia ataupun Hendro.Rasa penat tak urung dirasakan gadis itu, apalagi seharian dia dicerca oleh rekan kerjanya tentang suaminya."Memangnya kampung kamu di mana, Dhea?" tanya Nilam waktu mereka makan siang tadi."Di pinggiran kota Metro, Lampung.""Oh, pantasan jauh. Tapi kamu gak papa ketemu suamimu cuma sebentar?""Ya, gak papa, sih?""Kamu sudah belah duren, belum?" Itu pertanyaan Hendro, yang memang suka ceplas-ceplos."Apaan sih, Pak? Aku gak mau jawab," ujar Dhea dengan perasaan tak suka."Palingan juga belum, secara siapa yang selera jika suaminya sudah bau tanah," ujar Gracia sambil tertawa.Dhea hanya tersenyum masam, mereka tidak tahu saja, yang dibilang Gracia bau tanah itu lelaki tampan, walaupun umurny
Part 30 Sesampainya Dhea dirumahnya, ternyata ada sebuah mobil MPV hitam telah terparkir di halaman rumahnya, setelah mendekat, seorang lelaki turun dari mobil itu, Dhea mengerem motor maticnya dengan kuat."Bu Dhea, kenapa baru pulang?" tanya lelaki itu dengan wajah yang datar seperti biasanya."Pak Adi? Sudah lama di sini, Pak?" "Sudah dari jam empat tadi," jawab Adi."Maaf, Pak. Tadi ada sedikit kerjaan yang harus dilembur. Mari, Pak. Masuk dulu!" Dhea segera membuka kunci rumahnya, Adi membuntutinya dari belakang."Pak Adi mau minum apa? Teh apa kopi?""Tidak perlu repot-repot, Bu. Kedatangan saya ke sini, mau menjemput ibu agar tinggal di rumah yang sudah Pak Bram persiapkan untuk rumah tinggal kalian berdua," ujar Adi dengan tatapan serius."Jadi, saya harus pindah ke sana, Pak?" "Iya, sebaiknya begitu. Kalian kan sudah suami istri, Pak Bram tentu saja harus menyiapkan tempat tinggal untuk kalian berdua.""Apakah harus malam ini, Pak? Bisa tidak kalau akhir pekan saja? Sa
Part 31Tengah malam, entah kenapa Dhea merasa sangat haus, dia juga kebelet ingin buang air kecil, matanya yang masih mengangtuk akhirnya terbuka dengan malas, ketika dia akan duduk, tubuhnya tertahan sesuatu, dan sesuatu itu sebuah tangan yang mengerat di pinggangnya, mengingat dia tengah berada di rumah sendirian, tentu saja hal itu sangat mengejutkannya dan membuatnya sangat ketakutan. Tak ayal diapun berteriak."ARRGGGHHHH!!!"Kamar yang hanya memasang lampu tidur tampak temaram, sehingga tidak jelas sosok yang tengah tidur di sampingnya. Akibat keterkejutan dan ketakutannya, Dhea secara refleks berdiri dan mengambil sapu lantai yang tadi sore dipakainya untuk menyapu lantai kamarnya.Suara jeritan seorang perempuan yang cukup keras itu membangunkan sosok lelaki yang tengah tidur terlelap tersebut, refleks lelaki itu juga berjingkat duduk untuk menyadari situasi yang sebenarnya, belum sadar sepenuhnya, lelaki itu merasakan kepalanya sangat kesakitan akibat pukulan benda tumpul."
Part 32Suara panggilan telepon menggema di dalam kamar yang sepi, membuat Bram yang masih terlelap terganggu dalam tidurnya, setelah beberapa saat akhirnya suara itu terhenti, membuat lelaki itu kembali memejamkan matanya, namun baru saja beberapa detik, bunyi itu kembali terdengar dengan nyaring. Dengan kesal Bram menyambar ponsel yang ada di atas kabinet tempat tidur."Halo!" kata Bram dengan kesal."Pak, anda masih tidur? Ini sudah jam sembilan pagi, Pak. Anda ada temu janji dengan pemilik Griya Arsitektur. Mereka sudah menunggu di kantor." Suara Fikri terdengar cemas di seberang sana.Fikri hapal betul suara khas Bram yang baru bangun tidur, suaranya tampak serak-serak basah."Iya, tunggu sejam lagi!" Bram segera bangkit setelah mematikan telepon, dia menyibak jendela yang langsung tampak terang benderang, matahari sudah terlihat tinggi. Ketika dia akan melangkah ke kamar mandi, di kaca rias dia menemukan catatan yang ditinggalkan istrinya.(Bang, Dhea pergi kerja dulu, ya? Di
Part 33"Kamu belanja di pasar saja, gak usah ikut ke mall! Aku bersyukur, kamu sudah nikah, Dhea! Kalau nggak, nanti semua Bos baru atau stafnya naksir kamu lagi." Gracia berkata sinis sambil berlenggok dan berlalu mengabaikan Dhea, Nilam yang merasa tidak enak hanya bisa meminta maaf pada temannya itu. Mendapatkan kado yang cukup besar dan berat membuat Dhea tentu akan kesulitan membawanya, wanita itu jadi mengurungkan rencananya untuk membeli bahan pangan di mall.Ketika Dhea tengah menunggu lift, ternyata ponselnya berdering, ternyata Intan yang menghubungi, Dhea sampai lupa sejak dia pulang dari Jakarta, wanita itu belum pernah menghubungi sepupunya itu."Assalamu'alaikum, Tan?" "Walaikumsalam, Dhea! Ke mana aja sih, kamu? Gak pernah menghubungi aku lagi!" "Maaf, aku lagi sibuk. Apalagi ini di kantor akan ada bos baru, semuanya sibuk melakukan persiapan," ujar Dhea memberi alasan yang kebetulan memang tepat."Ya sudah. Pokoknya aku gak mau tahu, kamu harus datang ke rumahku. K
Part 34Bram sampai rumah kurang dari dua puluh menit, Dhea sudah bersiap dengan baju gamis warna putih gading dan jilbab hitam yang kontras dengan wajahnya yang seputih susu. Dhea hanya mengoleskan krim wajah dan memakai lipbalm untuk bibirnya yang memang sudah berwarna merah muda alami.Bram yang menatap penampilan istrinya yang berbeda itu cukup terkesima, diam-diam dia mengamati betapa istrinya menjadi sangat anggun jika memakai jilbab. Cantik! Lidahnya hampir saja mengeluarkan kata pujian itu, tetapi entah kenapa gengsi dalam dirinya menahannya."Kamu sudah bersiap-siap?" tanya Bram yang tengah melepaskan jasnya."Iya, kutunggu di ruang tamu, ya?" "Tolong pilihkan pakaianku!""Sudah, itu di atas tempat tidur, Bang."Bram tersenyum penuh arti melihat baju yang masih terlipat di atas tempat tidur, baru sehari dia di rumah ini, istrinya itu sudah cukup memberinya pelayanan. Tadi pagi saja sandwich buatannya untuk sarapan sangat enak walaupun sudah dingin, dia rasanya belum cukup wa