Share

3

Quilla menangis sejadi-jadinya dalam kamarnya. Hasil tes DNA itu sudah keluar. Nuri benar-benar putri kandung mama dan papanya. Itu artinya dia bukan putri kandung mereka. Gadis itu menepuk-nepuk dadanya yang terasa begitu sesak.

Kenapa, kenapa takdir mempermainkan hidupnya seperti ini? Saat mengamati mereka diam-diam tadi dari lantai atas, hatinya makin pedih melihat keakraban Nuri dengan orangtuanya. Ia sungguh tidak tahu harus bagaimana.

Sekarang dia harus bagaimana? Tiba-tiba saja rumah ini terasa asing. Orang-orangnya juga. Ia tidak tahan melihat gadis bernama Nuri itu bahagia dengan orangtuanya. Sungguh tidak mampu. Bagaimana kalau dia pergi saja dari rumah ini? Balik ke keluarga kandungnya.

"Non Quella?" itu suara bi Mira. Quella cepat-cepat mengusap airmatanya.

"Kenapa bi?" sahutnya berusaha terdengar biasa.

"Nyonya sama tuan manggil non. Mau makan katanya,"

"Iya bi. Bentar lagi aku turun."

"Ya udah, jangan lama-lama ya non."

"Iya!"

lalu tak terdengar lagi suara bi Mira. Quella menarik napas dan cepat-cepat membasuh wajahnya di wastafel kamar mandi, berharap bengkak dimatanya berkurang.

Saat mencapai meja makan, Quella mendapati Nuri duduk di tempat biasa ia duduk saat makan. Gadis itu sengaja menatapnya penuh permusuhan saat orang tua mereka tidak melihat. Pandangan Quella menyapu seluruh ruangan. Ia tidak melihat kak Parkins. Hanya kakaknya itu yang selalu menghiburnya beberapa hari ini.

"Kakak kamu lagi ada kegiatan kampus diluar kota selama seminggu sayang." ucap Sarah menyadari siapa yang dicari putrinya.

"Sini duduk sebelah papa," Quella menatap ke papanya. Berusaha memaksakan seulas senyum.

"Makan ini. Mama masakin makanan kesukaan kamu." Sarah memasukkan makanan kesukaan Quella di piring gadis itu. Nuri yang melihat merasa cemburu.

"Pa, ma," Quella berusaha terlihat baik-baik saja, tapi nyatanya ia tidak bisa.

"Aku udah ambil keputusan akan pindah di rumah keluarga kandung aku." katanya mengambil keputusan. Hening sebentar. Senyuman di wajan Bryan dan Sarah pudar seketika. Suasana berubah tegang.

"Sayang, akhir-akhir ini memang  terjadi banyak hal dalam keluarga kita. Papa tahu ini berat buat kamu, tapi kamu harus tahu, papa sama mama selalu anggap kamu anak kandung kita. Gimana bisa kamu berpikir buat pindah? Ini rumah kamu, sejak lahir kamu udah tinggal di sini." kata papanya panjang lebar. Sedih mendengar keputusan Quella.

Quella berusaha agar tangisnya tidak tumpah lagi. Gadis itu menatap Nuri sebentar.

"Nuri, mulai sekarang Quella adalah adik kamu. Nggak ada yang namanya putri asli dan palsu. Kalian sama-sama anak mama dan papa. Kamu ngerti maksud mama kan?" Sarah menatap sih putri kandung. Mau tak mau Nuri mengangguk. Demi mendapatkan kepercayaan dan kasih sayang mereka.

Adik? Hah! Mereka saja lahir pada bulan, hari dan jam yang sama, bagaimana dia bisa jadi kakak dan putri palsu ini adalah seorang adik? Terang saja dia menolak, meski hanya bisa ia lakukan dalam hati. Ia harus mengambil hati kedua orangtuanya. Biar bagaimanapun mereka hidup dengan putri palsu itu sudah lima belas tahun, wajar kalau mereka sangat menyayanginya.

"Keputusan aku sudah bulat. Aku harap papa sama mama setuju. Aku masih punya keluarga kandung, mereka pasti ingin melihatku juga." Quella tetap bersikeras.

"Quella, please sayang. Mama nggak pengen kamu pergi dari sini." kata mamanya dengan raut sedih. Suami istri tersebut sudah tidak ada napsu makan sama sekali. Mereka terus membujuk Quella, berdebat panjang, tapi sang putri tetap saja bersikeras mau pulang ke rumah orangtua kandungnya.

"Begini saja," papanya menarik napas panjang menatap Quella."Kamu boleh pergi ke rumah orangtua kandungmu,"

"Papa," sergah Sarah.

"Kalau mereka memperlakukanmu dengan baik, kamu boleh tinggal dengan mereka. Tapi kamu boleh kembali ke sini kapanpun kamu mau. Besok papa anterin kamu ke sana." Sarah tertunduk sedih. Ia memilih masuk ke kamar. Sedang Nuri? Tentu saja gadis itu senang.

                                   ***

Keesokan harinya, Quella sudah siap-siap pergi dari rumah yang lima belas tahun ini ia tinggali. Rasanya berat tapi dirinya telah mengambil keputusan. Mamanya sama sekali tidak keluar kamar. Papanya yang sebenarnya mau mengantarnya hari ini pun tidak jadi. Ia hanya di anterin sopir.

Dan disinilah dia sekarang. Didepan rumah orangtua kandungnya. Rumah itu sangat kecil. Kamarnya bahkan lebih besar. Ternyata keluarga aslinya sangat miskin. Bangunan rumah itu menurutnya sudah tidak layak ditempati.

Ketika Quella masuk dan bertemu keluarga aslinya, mereka tampak enggan mau menerimanya. Tidak seperti papa dan mamanya yang memperlakukan Nuri dengan sangat baik. Itu membuatnya merasa sangat sesak.

Dari hari ke hari tinggal dengan keluarga itu, Nuri merasa hidupnya seperti di neraka. Keluarga kandungnya tidak pernah memperlakukannya dengan baik. Mereka lebih menyayangi kakak laki-lakinya dan memperlakukannya seperti budak.

Mama kandungnya suka berkata-kata kasar, papanya senang mabuk-mabukan, dan kakak kandungnya hobi berjudi. Tidak ada satu hari pun yang membuatnya merasa bahagia tinggal di rumah itu.

Quella akhirnya hanya bisa menangis tersedu-sedu di kamar kecil yang bau.

"Kakak, mama, papa ..." gumamnya mengingat keluarga yang membesarkannya sambil terus menangis. Dulu hidupnya seperti putri, tapi lihat sekarang, tertawa saja ia tidak bisa. Sudah hampir dua minggu ia bertahan di rumah ini. Kakak dan mamanya pernah datang sekali untuk menjemputnya, tapi karena ancaman keluarga kandungnya ia menolak. Hal itu membuat mereka kecewa dan akhirnya pergi. Quella menangis pedih.

"QUELLA! Sini kamu, anak sialan!" teriakan tersebut membuat Quella tersentak. Apa lagi ini? Lalu ia melihat mama kandungnya yang bernama Cheryl itu masuk ke kamarnya dengan wajah garang.

"Kamu yang jatohin keripik jualan mama kan? Ayo ngaku!" tuduh wanita itu.

"Bukan aku ma," Quella menggeleng.

"Ala, jangan bohong kamu. Kamu itu memang anak gak becus! Pantas saja keluarga yang sana buang kamu ke sini, anak pembawa sial kamu!"

Nafas Quella terasa sesak. Sudah berkali-kali dalam dua minggu ini perempuan itu terus mencari-cari kesalahannya dan memakinya, mengatainya anak pembawa sial atau apalah. Ketika wanita itu mau memukulinya dengan rotan panjang, dengan keberanian penuh Quella mendorong wanita itu. Dan melewatinya keluar pintu. Ia tidak tahan lagi. Ia tidak mau tinggal di rumah kecil yang berisi semua anggota keluarga bobrok ini lagi. Lebih baik pergi saja daripada harus menderita batin seperti ini.

"Mau kemana kamu anak sial! Jangan kabur kamu!" Cheryl berteriak keras namun Quella tidak peduli. Ia tidak tahan lagi berada di sini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status