Quilla menangis sejadi-jadinya dalam kamarnya. Hasil tes DNA itu sudah keluar. Nuri benar-benar putri kandung mama dan papanya. Itu artinya dia bukan putri kandung mereka. Gadis itu menepuk-nepuk dadanya yang terasa begitu sesak.
Kenapa, kenapa takdir mempermainkan hidupnya seperti ini? Saat mengamati mereka diam-diam tadi dari lantai atas, hatinya makin pedih melihat keakraban Nuri dengan orangtuanya. Ia sungguh tidak tahu harus bagaimana.Sekarang dia harus bagaimana? Tiba-tiba saja rumah ini terasa asing. Orang-orangnya juga. Ia tidak tahan melihat gadis bernama Nuri itu bahagia dengan orangtuanya. Sungguh tidak mampu. Bagaimana kalau dia pergi saja dari rumah ini? Balik ke keluarga kandungnya."Non Quella?" itu suara bi Mira. Quella cepat-cepat mengusap airmatanya."Kenapa bi?" sahutnya berusaha terdengar biasa."Nyonya sama tuan manggil non. Mau makan katanya,""Iya bi. Bentar lagi aku turun.""Ya udah, jangan lama-lama ya non.""Iya!"lalu tak terdengar lagi suara bi Mira. Quella menarik napas dan cepat-cepat membasuh wajahnya di wastafel kamar mandi, berharap bengkak dimatanya berkurang.Saat mencapai meja makan, Quella mendapati Nuri duduk di tempat biasa ia duduk saat makan. Gadis itu sengaja menatapnya penuh permusuhan saat orang tua mereka tidak melihat. Pandangan Quella menyapu seluruh ruangan. Ia tidak melihat kak Parkins. Hanya kakaknya itu yang selalu menghiburnya beberapa hari ini."Kakak kamu lagi ada kegiatan kampus diluar kota selama seminggu sayang." ucap Sarah menyadari siapa yang dicari putrinya."Sini duduk sebelah papa," Quella menatap ke papanya. Berusaha memaksakan seulas senyum."Makan ini. Mama masakin makanan kesukaan kamu." Sarah memasukkan makanan kesukaan Quella di piring gadis itu. Nuri yang melihat merasa cemburu."Pa, ma," Quella berusaha terlihat baik-baik saja, tapi nyatanya ia tidak bisa."Aku udah ambil keputusan akan pindah di rumah keluarga kandung aku." katanya mengambil keputusan. Hening sebentar. Senyuman di wajan Bryan dan Sarah pudar seketika. Suasana berubah tegang."Sayang, akhir-akhir ini memang terjadi banyak hal dalam keluarga kita. Papa tahu ini berat buat kamu, tapi kamu harus tahu, papa sama mama selalu anggap kamu anak kandung kita. Gimana bisa kamu berpikir buat pindah? Ini rumah kamu, sejak lahir kamu udah tinggal di sini." kata papanya panjang lebar. Sedih mendengar keputusan Quella.Quella berusaha agar tangisnya tidak tumpah lagi. Gadis itu menatap Nuri sebentar."Nuri, mulai sekarang Quella adalah adik kamu. Nggak ada yang namanya putri asli dan palsu. Kalian sama-sama anak mama dan papa. Kamu ngerti maksud mama kan?" Sarah menatap sih putri kandung. Mau tak mau Nuri mengangguk. Demi mendapatkan kepercayaan dan kasih sayang mereka.Adik? Hah! Mereka saja lahir pada bulan, hari dan jam yang sama, bagaimana dia bisa jadi kakak dan putri palsu ini adalah seorang adik? Terang saja dia menolak, meski hanya bisa ia lakukan dalam hati. Ia harus mengambil hati kedua orangtuanya. Biar bagaimanapun mereka hidup dengan putri palsu itu sudah lima belas tahun, wajar kalau mereka sangat menyayanginya."Keputusan aku sudah bulat. Aku harap papa sama mama setuju. Aku masih punya keluarga kandung, mereka pasti ingin melihatku juga." Quella tetap bersikeras."Quella, please sayang. Mama nggak pengen kamu pergi dari sini." kata mamanya dengan raut sedih. Suami istri tersebut sudah tidak ada napsu makan sama sekali. Mereka terus membujuk Quella, berdebat panjang, tapi sang putri tetap saja bersikeras mau pulang ke rumah orangtua kandungnya."Begini saja," papanya menarik napas panjang menatap Quella."Kamu boleh pergi ke rumah orangtua kandungmu,""Papa," sergah Sarah."Kalau mereka memperlakukanmu dengan baik, kamu boleh tinggal dengan mereka. Tapi kamu boleh kembali ke sini kapanpun kamu mau. Besok papa anterin kamu ke sana." Sarah tertunduk sedih. Ia memilih masuk ke kamar. Sedang Nuri? Tentu saja gadis itu senang. ***Keesokan harinya, Quella sudah siap-siap pergi dari rumah yang lima belas tahun ini ia tinggali. Rasanya berat tapi dirinya telah mengambil keputusan. Mamanya sama sekali tidak keluar kamar. Papanya yang sebenarnya mau mengantarnya hari ini pun tidak jadi. Ia hanya di anterin sopir.Dan disinilah dia sekarang. Didepan rumah orangtua kandungnya. Rumah itu sangat kecil. Kamarnya bahkan lebih besar. Ternyata keluarga aslinya sangat miskin. Bangunan rumah itu menurutnya sudah tidak layak ditempati.Ketika Quella masuk dan bertemu keluarga aslinya, mereka tampak enggan mau menerimanya. Tidak seperti papa dan mamanya yang memperlakukan Nuri dengan sangat baik. Itu membuatnya merasa sangat sesak.Dari hari ke hari tinggal dengan keluarga itu, Nuri merasa hidupnya seperti di neraka. Keluarga kandungnya tidak pernah memperlakukannya dengan baik. Mereka lebih menyayangi kakak laki-lakinya dan memperlakukannya seperti budak.Mama kandungnya suka berkata-kata kasar, papanya senang mabuk-mabukan, dan kakak kandungnya hobi berjudi. Tidak ada satu hari pun yang membuatnya merasa bahagia tinggal di rumah itu.Quella akhirnya hanya bisa menangis tersedu-sedu di kamar kecil yang bau."Kakak, mama, papa ..." gumamnya mengingat keluarga yang membesarkannya sambil terus menangis. Dulu hidupnya seperti putri, tapi lihat sekarang, tertawa saja ia tidak bisa. Sudah hampir dua minggu ia bertahan di rumah ini. Kakak dan mamanya pernah datang sekali untuk menjemputnya, tapi karena ancaman keluarga kandungnya ia menolak. Hal itu membuat mereka kecewa dan akhirnya pergi. Quella menangis pedih."QUELLA! Sini kamu, anak sialan!" teriakan tersebut membuat Quella tersentak. Apa lagi ini? Lalu ia melihat mama kandungnya yang bernama Cheryl itu masuk ke kamarnya dengan wajah garang."Kamu yang jatohin keripik jualan mama kan? Ayo ngaku!" tuduh wanita itu."Bukan aku ma," Quella menggeleng."Ala, jangan bohong kamu. Kamu itu memang anak gak becus! Pantas saja keluarga yang sana buang kamu ke sini, anak pembawa sial kamu!"Nafas Quella terasa sesak. Sudah berkali-kali dalam dua minggu ini perempuan itu terus mencari-cari kesalahannya dan memakinya, mengatainya anak pembawa sial atau apalah. Ketika wanita itu mau memukulinya dengan rotan panjang, dengan keberanian penuh Quella mendorong wanita itu. Dan melewatinya keluar pintu. Ia tidak tahan lagi. Ia tidak mau tinggal di rumah kecil yang berisi semua anggota keluarga bobrok ini lagi. Lebih baik pergi saja daripada harus menderita batin seperti ini."Mau kemana kamu anak sial! Jangan kabur kamu!" Cheryl berteriak keras namun Quella tidak peduli. Ia tidak tahan lagi berada di sini.Quilla menangis sejadi-jadinya dalam kamarnya. Hasil tes DNA itu sudah keluar. Nuri benar-benar putri kandung mama dan papanya. Itu artinya dia bukan putri kandung mereka. Gadis itu menepuk-nepuk dadanya yang terasa begitu sesak. Kenapa, kenapa takdir mempermainkan hidupnya seperti ini? Saat mengamati mereka diam-diam tadi dari lantai atas, hatinya makin pedih melihat keakraban Nuri dengan orangtuanya. Ia sungguh tidak tahu harus bagaimana. Sekarang dia harus bagaimana? Tiba-tiba saja rumah ini terasa asing. Orang-orangnya juga. Ia tidak tahan melihat gadis bernama Nuri itu bahagia dengan orangtuanya. Sungguh tidak mampu. Bagaimana kalau dia pergi saja dari rumah ini? Balik ke keluarga kandungnya. "Non Quella?" itu suara bi Mira. Quella cepat-cepat mengusap airmatanya."Kenapa bi?" sahutnya berusaha terdengar biasa."Nyonya sama tuan manggil non. Mau makan katanya," "Iya bi. Bentar lagi aku turun." "Ya udah, jangan lama-lama ya non.""Iya!" lalu tak terdengar lagi suara bi Mira.
Setelah meninggalkan rumah, Quella menyewa sebuah gubuk kosong yang tidak terpakai lagi untuk ia tinggali. Uangnya tidak sampai untuk menyewa kos-kosan. Namun bagi Quella tidak apa-apa. Gubuk itu jauh lebih baik dari rumah keluarga kandungnya.Quella akhirnya bingung apa yang harus dia lakukan nanti, bagaimana dengan masa depannya? Teman-teman sekelasnya sudah tahu bahwa dia bukanlah putri kandung keluarga Pratama yang kaya raya. Quella tidak bisa menghadapi pandangan aneh dari teman-teman sekelasnya, akhirnya dia pun memutuskan untuk berhenti sekolah, lalu bekerja untuk mencari nafkah.Namun karena dia adalah gadis yang hidup dari keluarga kaya sejak dulu, Quella tidak dapat melakukan apapun dengan baik, tidak ada pilihan lain untuknya selain bekerja sebagai pelayan di sebuah bar yang penuh dengan berbagai jenis orang.Disinilah Quella sekarang. Bar kecil yang dipenuhi manusia-manusia tidak dikenalnya. Sudah hampir seminggu ia bekerja di sini. Lagi-lagi suasana yang hingar bingar mem
"Maaf tuan-tuan, wanita ini hanya pelayan kecil di sini dan masih baru. Dia tidak ada pengalaman sama sekali. Kalau kalian tidak keberatan, aku akan menggantinya dengan perempuan yang jauh berpengalaman. Aku yakin kalian tidak akan menyesal." kata manajer itu lalu pandangannya berpindah ke salah satu perempuan lebih dewasa dari Quella yang berdiri dekat situ kemudian memberi perintah dengan gerakan kepalanya. Wanita itu menatap sinis Quella sebentar, kemudian melangkah mendekat dan langsung duduk dipangkuan salah satu dari ketiga pria tadi. Tangannya mulai bergerak lihai, dia terlihat sangat berpengalaman. Quella ditarik manajer itu dan dimarahi habis-habisan dibelakang. "Dasar perempuan tidak becus. Kau pikir kau bisa bekerja di sini semaumu hah? Lain kali kalau kau berani melawan pelanggan lagi kau akan langsung di pecat. Paham?" tukas manajer itu kasar. Quella tersentak kaget namun hanya bisa mengangguk. Ia butuh uang untuk hidup sekarang. Jadi ia tidak boleh di pecat. "Sekarang
Narrel keluar dari ruangan itu, membiarkan Austin dan Ainsley bicara berdua. Ainsley yang menyadari pria itu berjalan keluar pintu, buru-buru menghentikannya."Hei, kau mau kemana?" Langkah Narrel terhenti. Ia berbalik menatap Ainsley dan Austin bergantian."Jangan kemana-mana, kau itu saksi kalau pria ini berani macam-macam padaku."Austin tertawa kemudian bangkit dari kursi putarnya dan melangkah mendekati Ainsley. Narrel tetap menatap keduanya, dia jadi bingung sendiri. Ainsley kaget ketika Austin tiba-tiba menarik pinggangnya."Jadi kau ingin sahabatku melihat bagaimana aku melucuti pakaianmu di sini?" Bisiknya di telinga Ainsley lalu menyesap pelan daun telinga gadis itu, mulutnya kemudian turun ke leher jenjang Ainsley dan tanpa ijin memberikan tanda kepemilikannya di sana.Ainsley melotot dan mendorong kuat dada pria itu tapi tenaganya kalah kuat. Austin kembali memberikan tanda kedua kalinya pada bagian yang lain di leher Ainsley. Narrel di ujung sana melongo tidak percaya. Be
Selama seminggu berjalan ini Ainsley merasa sangat tidak tenang. Pikirannya merembes kemana-mana. Sahabat-sahabatnya tidak ada yang kaya, yang bisa meminjamkan uang lima belas milyar padanya dalam kurun waktu satu minggu. Semakin berjalannya hari Ainsley makin tidak dapat berpikir. Ia tidak punya jalan keluar. Andai saja lima belas milyar itu tiba-tiba jatuh begitu saja dari langit, ia akan sangat berterimakasih pada Tuhan. Sayangnya itu hanya khayalan semata yang tidak mungkin terjadi.Ainsley ingat saat pulang ke rumah habis dari menemui Austin. Ia marah besar pada papanya karena tidak pernah cerita padanya tentang perjodohan gila itu. Tapi apa boleh buat, semuanya sudah terjadi. Sebenarnya sudah beberapa kali gadis itu mencoba kabur dari kota itu untuk menghindari pernikahan. Ia tahu tidak mungkin baginya mendapatkan lima belas milyar karena itu ia hanya bisa kabur. Sayangnya, sih Austin terlalu pintar. Pria itu sudah menyuruh anak buahnya untuk terus mengamati gerak-geriknya. Ains
Mata Austin dan Ainsley saling beradu. Tidak ada yang mau kalah diantara keduanya. Sementara Deisy yang berada diantara mereka berdeham pelan. Ia tidak suka diabaikan seperti ini.Ainsley yang pertama memutuskan kontak matanya dengan lelaki yang duduk dengan gaya angkuhnya didepan mereka itu. Ia memberengut kesal karena tidak bisa tahan dengan tatapan mata Austin. Lihat saja sekarang, Austin tampaknya senang sekali dengan kemenangannya."Cih," gadis itu berdecih membuang muka tak mau menatap Austin. Lelaki itu menyeringai kemudian mengubah ekspresinya menjadi serius lagi. Ia kini menatap Deisy dan Ainsley bergantian."Jelaskan, kenapa kau ingin kakakmu menggantikanmu menikah denganku?" suara itu terdengar rendah dan tegas.Ainsley kembali mengangkat wajahnya menatap kedepan. Ekspresinya tampak bingung. Ia melirik Deisy sebentar. Kapan dirinya bilang mau Deisy menggantikannya menikah dengan lelaki menyebalkan itu?Sial. Pasti kakak tirinya itu yang mengajukan dirinya sendiri. Deisy kan
Meeting dadakan yang diadakan Austin siang ini sudah usai. Beberapa karyawan telah keluar dari ruangan Austin, sedang Narrel duduk diam di ujung sofa, mengamati Austin yang masih sibuk mempelajari berkas-berkas di tangannya.Austin bukanlah lelaki yang bisa membaur, lelaki ini penyendiri, dan wataknya yang terkenal keras itu membuat orang-orang segan mendekatinya. Narrel sudah mengenalnya sejak lama, namun yang kebanyakan mereka bicarakan semuanya tentang bisnis. Austin jarang sekali berbicara tentang wanita yang disukainya atau hal lain di luar bisnis.Dan apabila menyangkut bisnis, Austin sangat kooperatif. Kerjasama mereka dengan perusahaan-perusahaan lain telah membuahkan banyak keuntungan bagi perusahaan mereka.Sesaat Narrel ragu untuk bertanya, namun ia benar-benar ingin tahu perasaan Austin sebenarnya terhadap gadis yang ingin dinikahinya. Ia tahu pernikahan itu bukanlah masalah kecil dan bukan main-main. Butuh perasaan saling suka di antara pasangan yang mau menikah. Namun Na
"Auww, pelan-pelan!" Pekik Ainsley meringis kesakitan, sesekali ia menatap tidak senang pada Austin yang kini sibuk mengobati luka kecil dan beberapa memar di tangan dan wajahnya.Tidak butuh waktu lama bagi pria berkuasa seperti Austin untuk membawanya pergi dari kantor polisi. Dara yang bersamanya tadi sudah pulang pakai taksi, hanya Ainsley seorang yang sekarang berada dalam mobil Austin.Ainsley yakin lelaki itu pasti sengaja mengobatinya dengan kasar. Apalagi Austin terus-terusan mengomelinya sejak keluar dari kantor polisi tadi. Lihat wajahnya sekarang. Seperti mau memakannya hidup-hidup saja.Austin terus menatap lekat gadis didepannya itu setelah selesai mengoleskan salep di beberapa bagian tubuhnya yang lebam. Sekarang ini mereka sedang berada di jalan dekat apotik."Kenapa berkelahi?" tanya Austin menuntut penjelasan.Ainsley menarik nafas jengah. Ia tidak suka menjelaskan karena menurutnya tidak penting. Lagipula ini masalah pribadinya. Menurutnya lelaki disampingnya ini ti