Narrel keluar dari ruangan itu, membiarkan Austin dan Ainsley bicara berdua. Ainsley yang menyadari pria itu berjalan keluar pintu, buru-buru menghentikannya.
"Hei, kau mau kemana?" Langkah Narrel terhenti. Ia berbalik menatap Ainsley dan Austin bergantian."Jangan kemana-mana, kau itu saksi kalau pria ini berani macam-macam padaku."Austin tertawa kemudian bangkit dari kursi putarnya dan melangkah mendekati Ainsley. Narrel tetap menatap keduanya, dia jadi bingung sendiri. Ainsley kaget ketika Austin tiba-tiba menarik pinggangnya."Jadi kau ingin sahabatku melihat bagaimana aku melucuti pakaianmu di sini?" Bisiknya di telinga Ainsley lalu menyesap pelan daun telinga gadis itu, mulutnya kemudian turun ke leher jenjang Ainsley dan tanpa ijin memberikan tanda kepemilikannya di sana.Ainsley melotot dan mendorong kuat dada pria itu tapi tenaganya kalah kuat. Austin kembali memberikan tanda kedua kalinya pada bagian yang lain di leher Ainsley. Narrel di ujung sana melongo tidak percaya. Benarkah yang ada didepannya sekarang ini adalah Austin?Narrel akui dirinya adalah pemain wanita. Ia sudah tidur dengan banyak wanita murahan di luar sana, bahkan beberapa kali ia membawa mereka telanjang didepan Austin dan ia bercinta dengan mereka dihadapan pria itu. Maksudnya untuk membangkitkan gairah kejantanan Austin. Tapi waktu itu Austin sama sekali tidak tergerak untuk menyentuh satu pun wanita yang dibawanya, padahal para wanita yang dibawanya itu sangat cantik dan bertubuh sexy, setidaknya jika dibandingkan dengan sih Ainsley ini.Menurut Narrel Ainsley biasa saja. Semua yang ada dalam diri gadis itu sangat biasa. Tapi yang lucunya, gadis yang serba biasa-biasa saja seperti Ainsley ini malah bisa menarik perhatian Austin. Lihat sekarang, Narrel bahkan bisa melihat wajah Austin yang penuh gairah ingin memiliki gadis didepannya itu.Lalu sebuah tamparan keras mengenai pipi Austin dan Narrel kembali terheran-heran. Bukan pada gadis yang menampar pria didepannya itu, tapi pada respon Austin yang malah tertawa mendapat tamparan. Biasanya siapapun yang berani mengusik pria itu tidak akan selamat. Narrel menggeleng, ia sungguh tidak mengerti dengan jalan pikiran Austin. Lebih baik ia keluar saja.Ainsley menatap Austin dengan emosi yang membuncah. Lelaki itu sungguh tak sopan. Ia memegang leher bekas gigitan pria itu. Ia mungkin tidak pernah berpengalaman dengan hal semacam itu tapi ia jelas tahu apa yang dilakukan lelaki didepannya ini tadi."Kau mau aku memberimu kaca?" Tanya Austin dengan nada meledek."Tidak perlu!" Balas Ainsley ketus.Sekali lagi Austin tertawa lalu kembali duduk di kursi kebesarannya. Ia sudah yakin kalau gadis itu pasti akan mencarinya lagi dan pikirannya benar, gadis itu benar-benar datang."Duduklah," ucap pria itu dengan tangan menunjuk kursi dihadapannya. Ainsley duduk dengan kasar. Ia menatap pria itu penuh permusuhan."Apa maksudmu membuatku tidak bisa bekerja lagi di cafe? Dan apa maksudmu menyebutkan pada orang-orang cafe bahwa aku adalah tunanganmu?" Tuntut Ainsley. Enak saja sembarangan bilang begitu. Kapan mereka bertunangan? Mereka bahkan baru ketemu beberapa hari.Pandangan Ainsley jatuh ke sebuah map yang disodorkan Austin didepannya. Kali ini wajah pria itu terlihat serius.Ainsley sering berpikir, apakah sih Austin ini mempunyai dua kepribadian? Ia cepat-cepat menyadarkan pikirannya. Tidak penting juga berpikir tentang kepribadian pria itu.Waktu membaca isi tulisan dari map yang di bukanya, matanya membelalak lebar. Ia menatap Austin seolah tidak percaya."Perjanjian pernikahan?"Austin mengangguk santai. Ainsley kembali membaca isi surat itu dengan saksama. Dalam surat itu ada namanya dan nama Austin yang dijodohkan dan akan menikah pada saat usia Ainsley sudah mencapai dua puluh satu tahun. Ada tanda tangan papanya juga. Dan yang lebih parahnya lagi, ada catatan yang ditulis jika ada yang mengingkari perjodohan itu dan membatalkan pernikahan akan membayar denda sebesar ..."Lima belas milyar?!"Austin mengangguk lagi dengan seringaian di wajahnya. Ia puas melihat ekspresi Ainsley.Ainsley merutuk dalam hati. Kenapa papanya bisa khilaf dan membuat perjanjian konyol begini? Darimana dia mendapatkan lima belas milyar coba? Jual diripun ia tak akan sanggup. Gadis itu mendongak menatap Austin."Kau yakin ini benar-benar tanda tangan papaku?" ia masih kurang begitu percaya. Bisa saja kan lelaki itu berbohong padanya demi mau menikah dengannya. Bukannya geer, tapi dengan cara sih Austin ini memperlakukannya, ia bisa menyimpulkan kalau pria itu sangat bernafsu padanya.Austin balik menatap Ainsley lekat. Tangannya terlipat di atas meja."Kau butuh bukti? Kita bisa menemui papamu sekarang." kata pria itu pasti. Ainsley langsung menarik rambutnya sendiri dengan wajah geram. Ia tahu perjodohan itu memang benar apalagi pria didepannya ini sama sekali tidak takut untuk memberikan bukti. Kenapa hidupnya sial seperti ini sih? Tiba-tiba terbersit ide di kepalanya."Bagaimana kalau kita batalkan perjodohan ini secara baik-baik? Kau menolak, aku menolak. Jadi tidak ada yang akan dirugikan di antara kita berdua bukan?" Gadis itu mencoba melakukan penawaran. Pria dihadapannya itu tertawa,"Sayangnya aku ingin kita menikah nona manis," ucap Austin penuh tekanan. Ainsley menatapnya tajam."Kenapa? Aku tidak menyukaimu, dan kau sepertinya hanya menginginkan tubuhku saja, untuk apa kita menikah kalau kita tidak saling mencintai? Kau sendiri bisa mencari wanita cantik diluar sana untuk memuaskan hasrat seksmu itu. Bukankah hartamu banyak?" kali ini perkataan Ainsley membuat Austin merasa tertohok. Belum pernah ada yang menolaknya sebelumnya."Cinta bisa di pupuk setelah menikah Ainsley," kata lelaki itu dengan suara rendahnya yang berat. Ainsley mendengus keras."Bagaimana kalau aku bersikeras tidak mau menikah?" Gadis itu masih bersikeras."Maka silahkan bayar lima belas milyar padaku minggu depan.""Hah? Kau gila, kau mengambil keuntungan dari gadis lemah sepertiku!" Tukas Ainsley dengan mata berkilat-kilat menatap Austin. Pria itu tersenyum remeh lalu menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi sambil bersedekap dada menatap Ainsley penuh kemenangan."Dalam bisnis, terkadang kau harus bersikap licik kalau tidak mau kalah," balasnya santai. Ia memang tipe pria yang sangat kejam kalau menyangkut sesuatu yang dia mau. Jangan harap bisa lolos kalau pria itu sudah memberi tanda kepemilikannya.Sama seperti gadis didepannya ini sekarang. Sejak ia memutuskan menikahi gadis ini, tidak ada satu orang pun yang bisa menentangnya. Dengan marah Ainsley berdiri dan menggeprak meja kerja pria itu kuat-kuat. Ia hanya bisa marah tapi tidak punya kekuatan apa-apa untuk menolak. Baru kali ini ia merasa tidak berdaya."Jangan melawanku Ainsley, aku bukan pria yang bisa kau lawan," kata Austin dengan sikap tenang namun tersirat peringatan dalam nada bicaranya."Aku sudah bicara dengan papamu akan akan segera menikahimu secepat mungkin. Tapi karena kau bersikeras menolak, aku akan memberimu waktu satu minggu untuk membayarku. Kau tahu kita akan segera menikah saat kau tidak mampu membayarku bukan?" Lagi. Pria itu lagi-lagi berbicara dengan penuh ancaman. Ainsley mendelik tajam."Kau tahu aku tidak bisa mencari uang sebanyak itu dalam waktu seminggu bukan tuan Austin yang terhormat!" Katanya penuh penekanan. Austin terkekeh."Kalau begitu kau tidak punya pilihan lain selain menikah denganku.""Cih," gadis itu lalu keluar begitu saja setelah kalah telak berbicara dengan sang pebisnis itu. Padahal niatnya datang untuk membuat perhitungan dengan pria itu tentang kehilangan pekerjaan, tapi ia malah diberikan kejutan dengan perjanjian pernikahan yang dibuat oleh papanya sendiri dan kakek pria itu. Sialan. Pantas saja pria itu sangat berani menyentuhnya seenaknya.Selama seminggu berjalan ini Ainsley merasa sangat tidak tenang. Pikirannya merembes kemana-mana. Sahabat-sahabatnya tidak ada yang kaya, yang bisa meminjamkan uang lima belas milyar padanya dalam kurun waktu satu minggu. Semakin berjalannya hari Ainsley makin tidak dapat berpikir. Ia tidak punya jalan keluar. Andai saja lima belas milyar itu tiba-tiba jatuh begitu saja dari langit, ia akan sangat berterimakasih pada Tuhan. Sayangnya itu hanya khayalan semata yang tidak mungkin terjadi.Ainsley ingat saat pulang ke rumah habis dari menemui Austin. Ia marah besar pada papanya karena tidak pernah cerita padanya tentang perjodohan gila itu. Tapi apa boleh buat, semuanya sudah terjadi. Sebenarnya sudah beberapa kali gadis itu mencoba kabur dari kota itu untuk menghindari pernikahan. Ia tahu tidak mungkin baginya mendapatkan lima belas milyar karena itu ia hanya bisa kabur. Sayangnya, sih Austin terlalu pintar. Pria itu sudah menyuruh anak buahnya untuk terus mengamati gerak-geriknya. Ains
Mata Austin dan Ainsley saling beradu. Tidak ada yang mau kalah diantara keduanya. Sementara Deisy yang berada diantara mereka berdeham pelan. Ia tidak suka diabaikan seperti ini.Ainsley yang pertama memutuskan kontak matanya dengan lelaki yang duduk dengan gaya angkuhnya didepan mereka itu. Ia memberengut kesal karena tidak bisa tahan dengan tatapan mata Austin. Lihat saja sekarang, Austin tampaknya senang sekali dengan kemenangannya."Cih," gadis itu berdecih membuang muka tak mau menatap Austin. Lelaki itu menyeringai kemudian mengubah ekspresinya menjadi serius lagi. Ia kini menatap Deisy dan Ainsley bergantian."Jelaskan, kenapa kau ingin kakakmu menggantikanmu menikah denganku?" suara itu terdengar rendah dan tegas.Ainsley kembali mengangkat wajahnya menatap kedepan. Ekspresinya tampak bingung. Ia melirik Deisy sebentar. Kapan dirinya bilang mau Deisy menggantikannya menikah dengan lelaki menyebalkan itu?Sial. Pasti kakak tirinya itu yang mengajukan dirinya sendiri. Deisy kan
Meeting dadakan yang diadakan Austin siang ini sudah usai. Beberapa karyawan telah keluar dari ruangan Austin, sedang Narrel duduk diam di ujung sofa, mengamati Austin yang masih sibuk mempelajari berkas-berkas di tangannya.Austin bukanlah lelaki yang bisa membaur, lelaki ini penyendiri, dan wataknya yang terkenal keras itu membuat orang-orang segan mendekatinya. Narrel sudah mengenalnya sejak lama, namun yang kebanyakan mereka bicarakan semuanya tentang bisnis. Austin jarang sekali berbicara tentang wanita yang disukainya atau hal lain di luar bisnis.Dan apabila menyangkut bisnis, Austin sangat kooperatif. Kerjasama mereka dengan perusahaan-perusahaan lain telah membuahkan banyak keuntungan bagi perusahaan mereka.Sesaat Narrel ragu untuk bertanya, namun ia benar-benar ingin tahu perasaan Austin sebenarnya terhadap gadis yang ingin dinikahinya. Ia tahu pernikahan itu bukanlah masalah kecil dan bukan main-main. Butuh perasaan saling suka di antara pasangan yang mau menikah. Namun Na
"Auww, pelan-pelan!" Pekik Ainsley meringis kesakitan, sesekali ia menatap tidak senang pada Austin yang kini sibuk mengobati luka kecil dan beberapa memar di tangan dan wajahnya.Tidak butuh waktu lama bagi pria berkuasa seperti Austin untuk membawanya pergi dari kantor polisi. Dara yang bersamanya tadi sudah pulang pakai taksi, hanya Ainsley seorang yang sekarang berada dalam mobil Austin.Ainsley yakin lelaki itu pasti sengaja mengobatinya dengan kasar. Apalagi Austin terus-terusan mengomelinya sejak keluar dari kantor polisi tadi. Lihat wajahnya sekarang. Seperti mau memakannya hidup-hidup saja.Austin terus menatap lekat gadis didepannya itu setelah selesai mengoleskan salep di beberapa bagian tubuhnya yang lebam. Sekarang ini mereka sedang berada di jalan dekat apotik."Kenapa berkelahi?" tanya Austin menuntut penjelasan.Ainsley menarik nafas jengah. Ia tidak suka menjelaskan karena menurutnya tidak penting. Lagipula ini masalah pribadinya. Menurutnya lelaki disampingnya ini ti
Besoknya di kampus,"Gimana, gimana? Jadi Austin Hugo datang sendiri ke penjara demi Ainsley?" tanya Mira antusias. Mereka kini berkumpul di kantin kampus itu dan mendengar cerita Dara yang membangkitkan rasa ketertarikan mereka untuk bergosip.Ketiga gadis itu tidak peduli sama sekali walau ada Ainsley disitu. Gadis yang tengah mereka gosipkan sekarang ini bersama Austin Hugo, sih pengusaha kejam namun tampan didepan mereka itu.Ainsley menatap jengah ketiga sahabatnya yang kini sibuk sendiri. Ya ampun, kenapa dirinya bisa bergaul dengan para gadis tukang gosip itu sih. Ia masih tidak habis pikir sampai sekarang kenapa bisa tergabung dalam kelompok itu."Kalian tahu, semalam itu kedatangan Austin sukses membuat semua gadis yang berselisih dengan kami terkagum-kagum. Aku senang sekali melihat tampang mereka yang iri berat pada Ainsley," cerita Dara. Ia sendiri saja yang teman Ainsley merasa iri. Apalagi setelah itu Austin dan Ainsley pergi berdua. Lebih tepat Austin yang membawa Ainsl
Selesai bicara dengan orangtuanya Ainsley masuk ke kamar. Gadis itu terus berjalan mondar-mandir seperti cacing kepanasan sambil meremas ponselnya kuat-kuat. Aduh bagaimana ini. Ia ingin menelpon Austin tapi ia takut pria itu akan besar kepala kalau dia menelpon lebih dulu dan meminta bertemu.Disisi lain, memang ia perlu bicara dengan Austin untuk meminta bantuan. Bagaimana ini? Ia malu dan merasa berat hati harus meminta bantuan lelaki itu namun tidak ada nama lain yang terpikir di otaknya.Para sahabatnya mana ada uang sebanyak itu. Ayolah, satu milyar saja ia yakin sekali mereka tidak ada. Kalau ada sudah dari lama Ainsley meminjam uang pada sahabat-sahabatnya dan diberikan ke Austin untuk memutuskan perjodohan mereka.Ainsley menghentikan gerakan mondar mandirnya, dan mengangguk kuat. Tekadnya sudah bulat. Ia harus segera menelpon Austin sekarang juga. Lalu diangkatnya ponselnya dan mencari nomor Austin di daftar panggilan.Austin yang tengah sibuk berkutat dengan berkas-berkas
Ainsley melahap makanannya dengan gembira. Ternyata makanan di restoran ini sangat enak. Tekstur dagingnya sangat empuk dan Ainsley suka."Kau tidak makan?" tanya Ainsley mendongak ke Austin yang malah menatapnya sambil menopang dagu."Aku sudah kenyang hanya dengan menatap wajahmu," lagi. Untuk yang kesekian kalinya Ainsley membiasakan dirinya mendengar kata-kata manis Austin yang menurutnya tidak benar-benar dari hati itu. Siapa yang tahu coba kalau lelaki itu sebenarnya adalah playboy yang sangat hebat merayu wanita. Sayangnya tidak mempan untuk Ainsley. Gadis itu memilih menghabiskan makanannya dulu sebelum ke pembicaraan utama mereka."Jadi, apa alasanmu menemuiku?" tanya Austin. Ia sungguh ingin tahu. Ainsley cepat-cepat menelan makanan terakhir di mulutnya lalu menatap lelaki itu dengan raut wajah serius. Sebenarnya ia malu sekali meminta bantuan dari pria yang terus-terusan ditolaknya dan ingin ia hindari itu. Tapi mau bagaimana lagi. Pikirannya sudah buntu dan hanya Austin mu
Ainsley menatap penampilannya di kaca. Dua minggu sudah lewat semenjak Austin datang ke rumahnya dan melamar didepan orangtuanya.Kini hari itu tiba. Kesepakatan waktu dimana dirinya akan menikahi lelaki itu. Gadis itu menatap malas dirinya yang kini sudah lengkap dengan gaun pengantin. Ia masih berat menikah dengan pria yang tidak ia cintai.Tapi mau bagaimana lagi, uang sepuluh milyar sudah keluar dari kantong lelaki itu. Demi pengobatan papanya tentu saja.Mulai hari ini Ainsley harus rela menjadi istri Austin, CEO kejam, suka berbuat semaunya, mesum dan entah apalagi itu. Ia kembali menatap dirinya di cermin. Ternyata dia cantik juga kalau sudah di poles make up begini."Ainsley, kau sudah siap? Ayo keluar. Pengantin prianya sudah datang." Dara, muncul dari balik pintu dengan gaun berwarna jingga. Gaun yang sengaja di pilihkan mama tirinya buat para sahabatnya yang akan menjadi pengiring hari ini.Mungkin hanya Austin, papa, mama dan ketiga sahabatnya itu yang sangat senang dengan