Share

7

Author: Mae_jer
last update Last Updated: 2023-05-15 19:10:21

Narrel keluar dari ruangan itu, membiarkan Austin dan Ainsley bicara berdua. Ainsley yang menyadari pria itu berjalan keluar pintu, buru-buru menghentikannya.

"Hei, kau mau kemana?" Langkah Narrel terhenti. Ia berbalik menatap Ainsley dan Austin bergantian.

"Jangan kemana-mana, kau itu saksi kalau pria ini berani macam-macam padaku."

Austin tertawa kemudian bangkit dari kursi putarnya dan melangkah mendekati Ainsley. Narrel tetap menatap keduanya, dia jadi bingung sendiri. Ainsley kaget ketika Austin tiba-tiba menarik pinggangnya.

"Jadi kau ingin sahabatku melihat bagaimana aku melucuti pakaianmu di sini?" Bisiknya di telinga Ainsley lalu menyesap pelan daun telinga gadis itu, mulutnya kemudian turun ke leher jenjang Ainsley dan tanpa ijin memberikan tanda kepemilikannya di sana.

Ainsley melotot dan mendorong kuat dada pria itu tapi tenaganya kalah kuat. Austin kembali memberikan tanda kedua kalinya pada bagian yang lain di leher Ainsley. Narrel di ujung sana melongo tidak percaya. Benarkah yang ada didepannya sekarang ini adalah Austin?

Narrel akui dirinya adalah pemain wanita. Ia sudah tidur dengan banyak wanita murahan di luar sana, bahkan beberapa kali ia membawa mereka telanjang didepan Austin dan ia bercinta dengan mereka dihadapan pria itu. Maksudnya untuk membangkitkan gairah kejantanan Austin. Tapi waktu itu Austin sama sekali tidak tergerak untuk menyentuh satu pun wanita yang dibawanya, padahal para wanita yang dibawanya itu sangat cantik dan bertubuh sexy, setidaknya jika dibandingkan dengan sih Ainsley ini.

Menurut Narrel Ainsley biasa saja. Semua yang ada dalam diri gadis itu sangat biasa. Tapi yang lucunya, gadis yang serba biasa-biasa saja seperti Ainsley ini malah bisa menarik perhatian Austin. Lihat sekarang, Narrel bahkan bisa melihat wajah Austin yang penuh gairah ingin memiliki gadis didepannya itu.

Lalu sebuah tamparan keras mengenai pipi Austin dan Narrel kembali terheran-heran. Bukan pada gadis yang menampar pria didepannya itu, tapi pada respon Austin yang malah tertawa mendapat tamparan. Biasanya siapapun yang berani mengusik pria itu tidak akan selamat. Narrel menggeleng, ia sungguh tidak mengerti dengan jalan pikiran Austin. Lebih baik ia keluar saja.

Ainsley menatap Austin dengan emosi yang membuncah. Lelaki itu sungguh tak sopan. Ia memegang leher bekas gigitan pria itu. Ia mungkin tidak pernah berpengalaman dengan hal semacam itu tapi ia jelas tahu apa yang dilakukan lelaki didepannya ini tadi.

"Kau mau aku memberimu kaca?" Tanya Austin dengan nada meledek.

"Tidak perlu!" Balas Ainsley ketus.

Sekali lagi Austin tertawa lalu kembali duduk di kursi kebesarannya. Ia sudah yakin kalau gadis itu pasti akan mencarinya lagi dan pikirannya benar, gadis itu benar-benar datang.

"Duduklah," ucap pria itu dengan tangan menunjuk kursi dihadapannya. Ainsley duduk dengan kasar. Ia menatap pria itu penuh permusuhan.

"Apa maksudmu membuatku tidak bisa bekerja lagi di cafe? Dan apa maksudmu menyebutkan pada orang-orang cafe bahwa aku adalah tunanganmu?" Tuntut Ainsley. Enak saja sembarangan bilang begitu. Kapan mereka bertunangan? Mereka bahkan baru ketemu beberapa hari.

Pandangan Ainsley jatuh ke sebuah map yang disodorkan Austin didepannya. Kali ini wajah pria itu terlihat serius.

Ainsley sering berpikir, apakah sih Austin ini mempunyai dua kepribadian? Ia cepat-cepat menyadarkan pikirannya. Tidak penting juga berpikir tentang kepribadian pria itu.

Waktu membaca isi tulisan dari map yang di bukanya, matanya membelalak lebar. Ia menatap Austin seolah tidak percaya.

"Perjanjian pernikahan?"

Austin mengangguk santai. Ainsley kembali membaca isi surat itu dengan saksama. Dalam surat itu ada namanya dan nama Austin yang dijodohkan dan akan menikah pada saat usia Ainsley sudah mencapai dua puluh satu tahun. Ada tanda tangan papanya juga. Dan yang lebih parahnya lagi, ada catatan yang ditulis jika ada yang mengingkari perjodohan itu dan membatalkan pernikahan akan membayar denda sebesar ...

"Lima belas milyar?!"

Austin mengangguk lagi dengan seringaian di wajahnya. Ia puas melihat ekspresi Ainsley.

Ainsley merutuk dalam hati. Kenapa papanya bisa khilaf dan membuat perjanjian konyol begini? Darimana dia mendapatkan lima belas milyar coba? Jual diripun ia tak akan sanggup. Gadis itu mendongak menatap Austin.

"Kau yakin ini benar-benar tanda tangan papaku?" ia masih kurang begitu percaya. Bisa saja kan lelaki itu berbohong padanya demi mau menikah dengannya. Bukannya geer, tapi dengan cara sih Austin ini memperlakukannya, ia bisa menyimpulkan kalau pria itu sangat bernafsu padanya.

Austin balik menatap Ainsley lekat. Tangannya terlipat di atas meja.

"Kau butuh bukti? Kita bisa menemui papamu sekarang." kata pria itu pasti. Ainsley langsung menarik rambutnya sendiri dengan wajah geram. Ia tahu perjodohan itu memang benar apalagi pria didepannya ini sama sekali tidak takut untuk memberikan bukti. Kenapa hidupnya sial seperti ini sih? Tiba-tiba terbersit ide di kepalanya.

"Bagaimana kalau kita batalkan perjodohan ini secara baik-baik? Kau menolak, aku menolak. Jadi tidak ada yang akan dirugikan di antara kita berdua bukan?" Gadis itu mencoba melakukan penawaran. Pria dihadapannya itu tertawa,

"Sayangnya aku ingin kita menikah nona manis," ucap Austin penuh tekanan. Ainsley menatapnya tajam.

"Kenapa? Aku tidak menyukaimu, dan kau sepertinya hanya menginginkan tubuhku saja, untuk apa kita menikah kalau kita tidak saling mencintai? Kau sendiri bisa mencari wanita cantik diluar sana untuk memuaskan hasrat seksmu itu. Bukankah hartamu banyak?" kali ini perkataan Ainsley membuat Austin merasa tertohok. Belum pernah ada yang menolaknya sebelumnya.

"Cinta bisa di pupuk setelah menikah Ainsley," kata lelaki itu dengan suara rendahnya yang berat. Ainsley mendengus keras.

"Bagaimana kalau aku bersikeras tidak mau menikah?" Gadis itu masih bersikeras.

"Maka silahkan bayar lima belas milyar padaku minggu depan."

"Hah? Kau gila, kau mengambil keuntungan dari gadis lemah sepertiku!" Tukas Ainsley dengan mata berkilat-kilat menatap Austin. Pria itu tersenyum remeh lalu menyandarkan tubuhnya ke sandaran kursi sambil bersedekap dada menatap Ainsley penuh kemenangan.

"Dalam bisnis, terkadang kau harus bersikap licik kalau tidak mau kalah," balasnya santai. Ia memang tipe pria yang sangat kejam kalau menyangkut sesuatu yang dia mau. Jangan harap bisa lolos kalau pria itu sudah memberi tanda kepemilikannya.

Sama seperti gadis didepannya ini sekarang.  Sejak ia memutuskan menikahi gadis ini, tidak ada satu orang pun yang bisa menentangnya. 

Dengan marah Ainsley berdiri dan menggeprak meja kerja pria itu kuat-kuat. Ia hanya bisa marah tapi tidak punya kekuatan apa-apa untuk menolak. Baru kali ini ia merasa tidak berdaya.

"Jangan melawanku Ainsley, aku bukan pria yang bisa kau lawan," kata Austin dengan sikap tenang namun tersirat peringatan dalam nada bicaranya.

"Aku sudah bicara dengan papamu akan akan segera menikahimu secepat mungkin. Tapi karena kau bersikeras menolak, aku akan memberimu waktu satu minggu untuk membayarku. Kau tahu kita akan segera menikah saat kau tidak mampu membayarku bukan?" Lagi. Pria itu lagi-lagi berbicara dengan penuh ancaman. Ainsley mendelik tajam.

"Kau tahu aku tidak bisa mencari uang sebanyak itu dalam waktu seminggu bukan tuan Austin yang terhormat!" Katanya penuh penekanan. Austin terkekeh.

"Kalau begitu kau tidak punya pilihan lain selain menikah denganku."

"Cih," gadis itu lalu keluar begitu saja setelah kalah telak berbicara dengan sang pebisnis itu. Padahal niatnya datang untuk membuat perhitungan dengan pria itu tentang kehilangan pekerjaan, tapi ia malah diberikan kejutan dengan perjanjian pernikahan yang dibuat oleh papanya sendiri dan kakek pria itu. Sialan. Pantas saja pria itu sangat berani menyentuhnya seenaknya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pasangan Romantis   44

    "Dia kenapa?"Narrel berjalan cepat pada Austin yang masuk ke dalam Villa dengan menggendong Ainsley. Pria itu menatap penampilan keduanya yang basah dan kotor dengan lumpur."Jatuh di air," sahut Austin terus melanjutkan langkah menuju kamar. Narrel hanya termangu melihat mereka sampai keduanya menghilang dari hadapannya.Ada-ada saja. Pikir Narrel. Apa yang mereka lakukan sampai jatuh ke dalam air. Jangan bilang kalau mereka berdebat lagi. Lelaki itu menggeleng tidak habis pikir."Tuan Austin dan istrinya kenapa?"pandangan Narrel berpindah pada Iren yang sudah berdiri di belakangnya. Entah muncul darimana. Bukannya wanita itu tadi ada di taman belakang, lagi sibuk menyiapkan perayaan ulang tahun kecil-kecilan untuk pacarnya bersama yang lain."Jatuh di air katanya," sahut Narrel."Persiapan buat nanti malam sudah selesai?" tanya pria itu. Iren menggeleng."Hampir," jawabnya."Anda istirahat dulu saja, tua

  • Pasangan Romantis   43

    Entah sudah berapa lama mereka di atas perahu. Ainsley mulai merasa panas tak karuan. Ia mengelap kening dengan saputangan milik Austin. "Aku bisa mendayung ke tepi sungai yang teduh. Kau mau?" tawar Austin. Ainsley mengangguk. Ia memang merasa kepanasan karena berada langsung di bawah matahari. Angin yang bertiup tadi mulai berkurang jadi tidak mampu menghadang matahari terik untuknya. "Apa yang kau suka ketika naik perahu?" tanya Austin sambil mengangkat dayung dari air dan membiarkan mereka meluncur ke bawah bayang-bayang teduh. "Aku tak tahu, hanya suka saja." sahut Ainsley mengangkat bahu. Tangannya menelusuri permukaan air dan melirik Austin lagi. "Kau tidak kepanasan dengan setelanmu itu?" tanyanya. Austin melirik sebentar penampilannya yang memakai kemeja panjang biru dan menatap Ainsley. "Bukannya kau yang menyiapkan pakaian ini untukku?" katanya dengan senyum menggoda.

  • Pasangan Romantis   42

    Narrel mengetuk pintu kamar Austin dan Ainsley. Ia tidak tahu keduanya sedang berbuat apa didalam sana. Kalau pun mereka sedang melakukan sesuatu yang berbau-bau dewasa Narrel akan tetap mengetuk. Meski ia tidak yakin mereka sedang melakukan apa yang dia pikirkan itu di siang hari begini.Ketika pintu terbuka, yang pertama kali dilihat Narrel adalah Ainsley. Ia menatap kedalam kamar tapi tidak melihat Austin."Kemana Austin?" tanyanya."Lagi mandi." jawab Ainsley."Kau perlu sesuatu?" gadis itu balik bertanya. Narrel tersenyum tipis."Aku hanya ingin bilang kalau kalian bersedia aku ingin mengajak kalian naik perahu." ucap pria itu.Ainsley tampak tertarik. Sudah lama dia tidak naik perahu."Baiklah. Aku akan bilang ke Austin nanti." katanya kemudian. Setelah itu Narrel berbalik pergi dan Ainsley kembali mengunci pintu."Siapa?"Ainsley berbalik menatap Austin yang kini berdiri hanya dengan handuk yang

  • Pasangan Romantis   41

    Ainsley turun dari mobil. Mereka sudah sampai. Perjalanan yang mereka tempuh dari Jakarta sampai Bogor kira-kira dua jam setengah. Hanya Austin dan Ainsley berdua dalam mobil. Austin yang menyetir pastinya.Austin sengaja menyetir sendiri hari ini karena seperti yang di katakan oleh Narrel kemarin kalau kemungkinan mereka akan menginap. Pria itu tidak mau merepotkan sopirnya. Ia juga ingin berdua saja di mobil dengan Ainsley.Ketika mereka sampai di Vila, Narrel, Iren dan yang lain belum terlihat sama sekali. Kelihatannya mereka memang belum ada. Meski begitu, penjaga Vila sudah mengenal Austin jadi mudah saja bagi keduanya masuk ke dalam.Ainsley memandang ke sekeliling. Vila itu berada di tempat yang cukup terpencil dekat hutan. Berada di sini suasananya beneran terasa super sunyi.Ainsley pernah datang ke tempat seperti ini sebelumnya tapi tidak semewah tempat milik Narrel ini. Hanya suasananya yang mirip. Kalau malam hari kalau hanya sendirian, yang akan menemanimu hanyalah suara

  • Pasangan Romantis   40

    Setelah selesai makan siang bersama dan berbincang-bincang sambil membicarakan bisnis, Austin kembali ke kantor.Pria itu masuk ke ruang kerjanya dan menyandarkan tubuhnya ke sofa. Ia merasa sangat lelah. Bagaimana tidak lelah, habis rapat di kantor, ia makan dengan kakek Fu, menemani lelaki tua itu ngobrol. Belum lagi pria itu tambah bad mood karena melihat istrinya makan siang dengan pria lain selain dirinya."Kenapa lagi denganmu?"Suara itu sontak membuat Austin yang hampir ketiduran membuka matanya. Narrel sudah duduk di depannya. Austin menatap sekretarisnya itu yg tanpa bersemangat."Kau tahu, menyukai wanita hanya akan membuatmu merasa lelah." ucap Narrel lagi seolah tahu apa yang ada di pikiran Austin.Ia memang mengakui Ainsley yang bisa membuat sahabatnya itu menyukainya tanpa usaha keras seperti yang di lakukan wanita-wanita yang lain. Tapi kalau ia jadi Austin, ia tidak akan bersikeras mendapatkan gadis itu. Apalagi menikahinya. Belum tentu juga kan Ainsley gadis yang bai

  • Pasangan Romantis   39

    Mereka masuk ke restoran kecil yang sudah sering mereka datangi dulu, waktu keduanya masih sering bersama. Sebelum Alfa bertunangan.Mereka baru saja duduk di meja kosong ketika Ainsley mendengar ponselnya berbunyi. Ia menataplayar ponselnya. Austin yang menelpon. Kenapa pria itu menelpon?"Halo?""Kau di mana?""Tempat makan.""Dengan siapa?"Dalam kebingungan Ainsley menatap ponselnya, lalu menempelkannyakembali di telinga. Kenapa denganLaki-laki itu? Nada suaranya terdengar dingin tidak seperti tadi pagi. Dasar labil."Teman," jawab Ainsley berusaha menetralkan intonasinya. Ia tidak mau Alfa melihatnya berdebat dengan sih penelpon yang adalah suaminya sendiri itu.di ujung sana Austin mendengus kesal."Ada ada menelponku?" tanya Ainsley lagi. Sepi sebentar, lalu suara itu berkata dengan nada datar,"Hanya ingin bertanya saja," setelah berkata begitu telpon langsung terputus. Austin menutupnya sepihak. Tanpa pamit dan bilang-bilang dulu. Ainsley yang kesal sontak mematikan ponse

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status