Erin menunjuk pada foto yang ada di dalam kamar bukanlah seorang anak, melainkan pria. Insting Erin mengatakan jika pak Edo mungkin salah kamar.
“Apa Bapak yakin ini kamarnya?” Erin berbalik tanya.Pak Edo mengangguk.Sikap Erin yang nampak terkejut sekaligus takut disebabkan kamar yang disinggahinya memancarkan aura yang menyeramkan. Sangat jauh dari kamar anak kecil. Dinding yang berwarna abu-abu gelap dilengkapi dengan lukisan dan poster yang mengerikan. Erin tidak yakin jika penghuninya anak kecil yang akan diasuh Erin.“Tuan Muda, Anda di mana?” Pak Edo mencari seseorang pemilik kamar tersebut.Erin masih terdiam di tempatnya. Ia menatap sekeliling. Suasana kamar masih tetap mencekam bagi Erin. Apalagi Erin melihat ada sebuah papan yang penuh dengan coretan berwarna merah. Tak hanya itu, ekspresi manusia dari lukisan dan poster yang tampak berdarah-darah juga menambah kesan menakutkan. Namun yang paling membuat bertanya-tanya, ada sebuah sisi yang cukup terang dari salah satu ruangan yang pintunya terbuka di dalam kamar.‘Gila! Anak kecil seperti apa yang harus aku hadapi? Aneh sekali selera anak kecil ini,’ batin Erin sembari memegangi tengkuknya yang merasa merinding.Pak Edo membawa seorang laki-laki yang basah kuyup. Ia juga mengeringkan tubuh laki-laki itu dengan handuk. Erin hanya menyaksikan adegan itu tanpa berkedip. Pikiran Erin masih mencerna keadaan yang terjadi.“Tuan Muda kenapa melakukannya lagi? Nanti Tuan bisa mati kedinginan.” Pak Edo mengomeli orang tersebut sembari mencarikan baju.‘Tuan muda? Jangan bilang ... anak yang dimaksud adalah dia. Dia kan ... bukan anak-anak?’ batin Erin yang semakin bertanya-tanya.“Siapa dia?” tanya laki-laki yang ada di depan pak Edo.“Dia pengasuh baru Tuan Edward mulai hari ini. Namanya Erin.”Erin meneguk ludahnya susah payah. Ternyata apa yang disangkal perasaannya sejak tadi menjadi kenyataan. Ia akan menjadi pengasuh orang yang ada di depannya. Memang tidak terlalu tua. Namun bukan kategori anak-anak di mata Erin."Siapa dia, Pak?" tanya pria yang masih dibersihkan dengan handuk oleh pak Edo."Dia pengasuh baru Tuan Muda.""Assyiiiiiiikkk! Aku punya pengasuh baru!" seru pria itu layaknya anak-anak.Semua rasa bingung menjadi satu di wajah Erin. Ia masih tidak percaya akan hal yang ada di depannya. Pria yang terlihat sempurna bak pangeran, memiliki sikap yang aneh.Pak Edo masih setia menggosok badan pria di hadapan Erin hingga kering. Bahkan pak Edo membantu membukakan baju pria tersebut. Erin segera menutupi matanya saat pak Edo membuka kancing baju pria itu satu per satu."Kakak kenapa ditutupi begitu?" tanya pria di hadapan Erin."Tidak apa-apa, Tuan Muda. Dia masih malu. Ayo sekarang ganti baju sendiri di kamar mandi."Pria yang dipanggil tuan muda tersebut langsung menurut pada pak Edo. Ia berjalan masuk ke dalam kamar mandi.Pak Edo membereskan baju yang basah, lalu meletakkannya pada sebuah box. Dalam sekali tekan, datanglah pelayan ke dalam kamar. Box yang berisi pakaian kotor dari seorang tuan muda langsung dibawa pergi oleh pelayan.Kecanggihan dan kenyamanan tersebut membuat Erin tercengang. Orang kaya memang bebas mengekspresikan keinginan. Begitulah kesimpulan Erin."Erin, tadi itu namanya tuan muda Edward Xander Vijendra. Dia memiliki kepribadian ganda. Jumlahnya ada tiga."Erin semakin tercengang dengan fakta tersebut. Walaupun sebelumnya Erin telah menduga ada yang salah sejak awal."Ada yang anak kecil, pria dewasa, dan pria berandalan alias badboy.""Begitu ternyata, Pak.""Tugasmu hanya menjadi teman dari tuan muda. Jadi, tidak perlu mengerjakan pekerjaan rumah di sini.""Siap, Pak!" Tidak ada kata lain yang tepat selain mengatakan siap, karena Erin telah menandatangani surat perjanjian menjadi pengasuh."Aku tinggal ya. Karena ada pekerjaan lain.""Iya, Pak."Pak Edo meninggalkan Erin sendirian di kamar Edward Xander Vijendra. Erin berkeliling sejenak di kamar tersebut. Cukup lama ternyata menunggu Edward Xander Vijendra berganti baju.Kamar yang cukup luas hingga ada tiga ruangan berbeda. Bahkan lemarinya pun terlihat berbeda. Ruangan yang sejak tadi ditempati Erin cukup suram dengan warna cat dan poster aneh. Ruangan selanjutnya terlihat normal dan ruangan terakhir terlihat cerah penuh warna.Tidak ingin lancang lebih jauh, Erin memutuskan duduk di sofa yang tersedia. Ia harus membaca artikel mengenai kepribadian ganda. Walaupun Erin pernah mendengar istilah tersebut baik di dalam drama dan novel, Erin perlu melihat lagi sumber terpercaya.Atensi mata Erin teralihkan dengan gerakan seseorang yang sedang mengawasi. Erin meletakkan ponselnya ke dalam saku. Rupanya Edward Xander Vijendra telah selesai dan mengintip kegiatan Erin sejak tadi.Erin mendekati Edward. Sebuah senyuman dipancarkan oleh Erin padanya."Ada apa?""Tidak ada.""Kau Edward kan?" tanya Erin dengan kalimat santai."Bukan!""Lalu siapa?"Pria di hadapan Erin hanya menggidikkan bahu. Tandanya tidak ingin memberitahu nama pada Erin. Hal itu membuat Erin tidak memaksa.Tok! Tok! Tok!"Tuan, ini sarapannya. Saya masuk, ya!" teriak pelayan yang ada di luar kamar.Edward Xander Vijendra langsung bergegas berjalan ke pintu melewati Erin begitu saja. Erin merasa bingung harus berbuat apa. Tidak biasanya Erin didiamkan oleh anak kecil. Lebih tepatnya anak kecil tak sebenarnya."Apa sarapan bagi ini?" tanya Edward pada pelayan."Sereal seperti yang Anda inginkan.""Bagus! Akhirnya Bibi hafal jadwal menu sarapanku.""Iya, Tuan Muda. Maaf, ya. Kalau terkadang salah. Karena saya tidak tahu kapan Tuan Muda muncul.""Tidak apa-apa, Bi. Makanan kak Edward juga enak kok.""Syukurlah. Kalau begitu Bibi suapi, ya."Edward menggelengkan kepala. "Aku sudah punya pengasuh baru. Jadi, maunya sama Kakak itu!" Edward menunjuk pada Erin.Erin hanya melempar senyum pada pelayan."Oh, begitu. Baiklah makanannya Bibi letakkan di sini."Edward mengangguk cepat. Ia kemudian melesat pergi ke ruangan lain. Entah maksudnya apa tiba-tiba pergi begitu saja.Pelayan tidak langsung meninggalkan kamar Edward Xander Vijendra. Ia justru mendekati Erin."Tolong nanti suruh tuan muda minum ini, ya." Pelayan memberikan sebuah obat yang mirip vitamin."Obat apa ini, Bi?""Untuk mengatasi alerginya. Karena berbeda kepribadian, selera mereka tidak sama. Tapi, tubuh hanya satu. Tuan Muda Edward alergi pada sereal."Cukup rumit juga mendengar penjelasan dari pelayan tentang kondisi Edward Xander Vijendra. "Baik, Bi.""Tapi ... jangan bilang kalau untuk alergi. Bilang saja vitamin biar tambah cerdas, begitu saja.""Iya, Bi. Oh, iya! Kepribadian yang sekarang ini punya nama atau tidak?""Punya. Tapi, Bibi tidak bisa mengatakan. Karena nanti kalau tuan muda tau, Bibi kena marah. Dia akan memperkenalkan sendiri nanti padamu.""Siap, Bi.""Ehem!" Suara dehem terdengar.Pelayan bergegas pergi dari sana, hingga meninggalkan Erin. Sedangkan Erin hanya menatap Edward yang ternyata berganti baju lagi dengan setelan jas kantor."Apa Tuan Muda ingin makan sekarang?" tanya Erin dengan hati-hati. Ia ingin bersikap ramah."Kau siapa?"Erin langsung terkejut dengan perkataan yang berbeda dari sebelumnya. "Saya Erin.""Tidak perlu formal.""Aku Erin, pengasuh baru.""Kau membawa hal yang harus ditunjukkan?"Erin tampak kebingungan. Ia tidak diberitahu jika harus menunjukkan sesuatu. Oleh karena itu, Erin berpikir keras."Bisa sebutkan hal yang harus ditunjukkan itu apa?"Tok! Tok! Tok!Suara ketukan pintu kamar membuat perkacapan terhenti. Rupanya pak Edo yang datang kembali ke kamar. "Apa dia tidak diberitahu hal yang harus ditunjukkan?" tanya Edward pada pak Edo."Maaf, saya lupa Tuan.""Kau mendapatkannya atas perintah siapa?""Mom Elisa, Tuan."“Ternyata wanita itu cukup cepat bekerja menemukan pengasuh baru.” “Iya, Tuan. Saya menyampaikan dengan cepat pada nyonya dengan kriteria yang Anda inginkan.” “Tinggalkan aku dengannya sekarang!” “Baik, Tuan.” Erin menatap pak Edo. Tatapan Erin seolah menuntut banyak penjelasan. Namun tatapan pak Edo hanya menyiratkan semua akan baik-baik saja. Edward mendekat ke arah Erin. Ia mengamati Erin dari atas sampai bawah. Sementara Erin yang diamati cukup intens merasa terintimidasi. ‘Ya Tuhan ... aku di sini benar akan menjadi pengasuh, kan? Bukan untuk pemuas nafsu atau yang lainnya?’ batin Erin menguatkan diri. Ia cukup khawatir telah menerima pekerjaan sebagai pengasuh. "Berikan surat perjanjian kerjam
“Sebentar.” Edward meminta Erin menunggu sembari mengecek satu per satu catatan yang ada di meja belajar.Perasaan Erin semakin tidak tentu. Ia takut rencana kepribadian lain dari Edward membahayakan. ‘Apakah aku sudah mengambil keputusan yang benar?’ batin Erin sembari menatap sekeliling. Berapa kali pun Erin menatap sekeliling, suasana mengerikan dari lukisan dan poster yang di dinding tetap terasa nyata. Edward kembali ke hadapan Erin dengan membawa sebuah kertas. “Jadi ... rencana Alex malam ini adalah taruhan balap liar.”“A ... apa aku ... yang akan balapan?” “Entahlah. Hanya tertulis seperti ini saja.” Edward memperlihatkan tulisan yang ada dalam secarik kertas. “Edward! Buka pintunya!” teriak seseorang dari luar kamar. Ekspresi Edward terlihat berubah. Aura ketegangan menyelimuti wajah Edward. “Sembunyi!” seru Edward pada Erin. Erin menatap bingung ke arah Edward. Ia tak mengerti mengapa harus bersembunyi. “Aku bilang sembunyi!” bentak Edward pada Erin. Erin langsung me
"Kau harus mencari kotak hitam yang tersembunyi di sekitar makam ini. Waktunya hanya lima belas menit." Alex memberi perintah dengan seenaknya pada Erin."Kotak hitam? Untuk apa?""Tidak perlu banyak tanya. Cepat cari! Kalau kau tidak mencarinya, maka tidak ada gaji awal yang kau harapkan tadi!"Erin ingin lari saja rasanya. Namun bayangan sang ayah pergi meninggalkan dirinya untuk selamanya tidak sanggup. Oleh karena itu, Erin langsung bergegas menyusuri pemakaman yang tampak gelap. Berbeda sekali dengan pemakaman yang ada di pinggir kota. Alex tampak tersenyum senang melihat Erin patuh bak anjing peliharaan. Ia menyempatkan mengambil video saat Erin mencari kotak hitam yang berisi kain bendera balap liar. Lain halnya dengan Erin yang tampak gemetar melawan rasa merinding yang menyusup di sekujur tubuhnya. Berkali-kali Erin meminta maaf pada mendiang beristirahat di dalam tanah yang dilewati oleh Erin. Kraakk!Erin tak sengaja menginjak nisan kayu yang telah lapuk. Kaki Erin gemet
Pemandangan yang disaksikan Erin berupa kumpulan pria dan wanita yang seumuran Erin, bahkan ada yang lebih tua. Semua hal yang dilihat Erin sekarang rasanya mengiris hati. Namun anehnya mereka menikmatinya. Sesekali Erin mengalihkan pandangan agar tidak merasa risih.Kegiatan yang dilakukan adalah kegiatan yang tidak pantas dilihat oleh umum. Ada pria yang sedang memainkan dua aset masa depan bagian atas dari wanita dengan terang-terangan. Ada juga yang berpelukan tidak biasa dengan adanya lenguhan aneh. Erin merasa ternodai lagi matanya. Cukup gila ternyata perkumpulan kepribadian lain dari Edward sekarang. Entah apa yang dilakukan selanjutnya, Erin masih tak sanggup bergerak dari tempatnya. Ia terlalu takut dengan situasi di sana. "Kenapa kau di sini? Aku sejak tadi memanggilmu?" Alex mendekati Erin. "Maaf, bisakah aku menunggu di sini saja?" Erin mencoba memohon. Walaupun kemungkinan disetujui oleh Alex sangat kecil."Tidak. Kau harus ikut bersamaku. Pengasuh sebelumnya juga mel
Duak!Benturan mobil terdengar keras. Erin merasakan dirinya seperti terbang. Namun mata Erin tetap dibiarkan terpejam. Tak sanggup rasanya melihat kenyataan. Entah Erin akan pindah alam atau masih dikasihani oleh Tuhan. "Woooooowwwwww! Wuuuhuuuu!" teriak Alex kegirangan.'Pria gila! Akan menghadap sang pencipta bisa-bisanya berseru senang!' batin Erin.Braakk! Braakkk! Braakk! Ciiiiitttttt! Kraaaakkkk!Erin mendengar jelas bunyi aneh yang menyakitkan. Sepertinya berasal dari truk yang sempat dilihat tadi. Karena Erin merasa tidak berguncang seperti tadi. Rasa penasaran Erin membuatnya membuka mata. Rupanya mobil yang ditumpangi Erin berada di jalan raya lagi. Entah kapan bisa terjadi seperti itu."Yeeeeaahhh! Aku pasti menang!" Alex berseru dengan semangat. Saat Erin akan mendebat Alex, justru kesulitan kembali dengan fantasi Erin yang lebih menyesakkan. Adegan pergulatan panas antara pria dan wanita di atas ranjang membuat Erin berkeringat. Tanpa sengaja Erin juga melepaskan suar
Sebuah hal yang diminta oleh Alex semalam rupanya bukan hal yang menakutkan bagi Erin. Namun sangat merepotkan. Karena Erin harus membujuk kekasih Alex yang sedang marah dan menyampaikan pesan jika Alex ingin menghabiskan malam yang panjang dengan sang kekasih.Akibat kelelahan dalam menuruti segala perintah Alex dan pacarnya membuat Erin harus tertidur di sofa sebuah hotel yang ada di lobi hotel. Erin tidak bisa berada di kamar hotel yang dipesan Alex, karena suara sahut-sahutan Alex dan pacarnya saat beradu aset masa depan sangat mengganggu. Kini Erin terpaksa dibangunkan oleh Alex. "Hei! Ayo pergi!" ucap Alex dengan nada lirih sembari mengguncang keras tubuh Erin. Erin mengerjapkan mata. Rasa pusing masih mendera kepala Erin akibat kurang tidur dan meminum sesuatu yang aneh semalam. Namun Alex tidak membiarkan Erin menyelaraskan tubuhnya hingga normal kembali.Kini Erin berada di dalam mobil bersama Alex. Erin merasa Alex berbeda dengan yang semalam. Harapan Erin sekarang Alex te
"Ada apa?" tanya Edward tampak penasaran. "Ayahku tiba-tiba kondisinya menurun. Bolehkah aku turun di depan sana saja. Aku janji akan kembali ke rumahmu setelah ini." Edward yang pada dasarnya suka iba dengan derita orang lain, akhirnya menepikan mobilnya. Sejujurnya Edward ingin mengantarkan Erin kembali ke rumah sakit. Namun pesan dari ayahnya untuk segera ke kantor membuat Edward mengurungkan niat."Punya ongkos untuk ke rumah sakit?" tanya Edward sebelum meninggalkan Erin."Punya. Kau tenang saja. Terima kasih. Maaf, ya."Edward kemudian melajukan mobilnya meninggalkan Erin. Erin memandangi mobil Edward yang telah menjauh. Ia harus memesan ojek online agar cepat sampai di rumah sakit. Jika menunggu taksi akan lama bagi Erin. Ojek online pesanan Erin telah tiba. Erin naik ke motor setelah memakai helm. Perlahan motor melaju menuju ke rumah sakit. Sepanjang perjalanan Erin merapalkan doa untuk keselamatan sang ayah. 'Tuhan ... tolong jangan ambil ayah sekarang. Aku masih belum m
Erin pusing tujuh keliling mendengar pertanyaan Vije. Belum sempat memberi jawaban, Erin ditelepon oleh pak Edo. Hal itu membuat Erin pamit keluar sebentar dari kamar Vije. Di luar kamar, Erin mengangkat telepon dari pak Edo. "Halo, Pak. Ada apa?""Erin, tolong segera siapkan tuan muda. Rapat di kantor akan dimulai empat puluh menit lagi.""Masalahnya, sekarang Edward sedang berganti kepribadian menjadi Vije, Pak. Saya bingung harus bagaimana membujuknya untuk pergi ke kantor.""Aduuhhh! Bisa gawat kalau seperti ini. Karena rapat yang akan diadakan merupakan rapat penting. Kalau tidak datang, kesempatan tuan muda untuk bisa mengelola perusahaan akan jatuh ke tangan sepupunya."Erin mengigit kukunya. Ia harus berpikir keras. "Pak, sebenarnya Vije mau ke kantor dengan dua syarat.""Apa itu? Pertama minta dimandikan dan kedua minta naik kereta pulang dari kantor.""Turuti saja.""Ta ... tapi ... Pak. Saya kan wanita. Tidak mungkin memandikan Vije yang merupakan pria dewasa, Pak.""Keing