Share

3. Apakah Malapetaka?

Erin menunjuk pada foto yang ada di dalam kamar bukanlah seorang anak, melainkan pria. Insting Erin mengatakan jika pak Edo mungkin salah kamar.

“Apa Bapak yakin ini kamarnya?” Erin berbalik tanya.

Pak Edo mengangguk.

Sikap Erin yang nampak terkejut sekaligus takut disebabkan kamar yang disinggahinya memancarkan aura yang menyeramkan. Sangat jauh dari kamar anak kecil. Dinding yang berwarna abu-abu gelap dilengkapi dengan lukisan dan poster yang mengerikan. Erin tidak yakin jika penghuninya anak kecil yang akan diasuh Erin.

“Tuan Muda, Anda di mana?” Pak Edo mencari seseorang pemilik kamar tersebut.

Erin masih terdiam di tempatnya. Ia menatap sekeliling. Suasana kamar masih tetap mencekam bagi Erin. Apalagi Erin melihat ada sebuah papan yang penuh dengan coretan berwarna merah. Tak hanya itu, ekspresi manusia dari lukisan dan poster yang tampak berdarah-darah juga menambah kesan menakutkan. Namun yang paling membuat bertanya-tanya, ada sebuah sisi yang cukup terang dari salah satu ruangan yang pintunya terbuka di dalam kamar.

‘Gila! Anak kecil seperti apa yang harus aku hadapi? Aneh sekali selera anak kecil ini,’ batin Erin sembari memegangi tengkuknya yang merasa merinding.

Pak Edo membawa seorang laki-laki yang basah kuyup. Ia juga mengeringkan tubuh laki-laki itu dengan handuk. Erin hanya menyaksikan adegan itu tanpa berkedip. Pikiran Erin masih mencerna keadaan yang terjadi.

“Tuan Muda kenapa melakukannya lagi? Nanti Tuan bisa mati kedinginan.” Pak Edo mengomeli orang tersebut sembari mencarikan baju.

‘Tuan muda? Jangan bilang ... anak yang dimaksud adalah dia. Dia kan ... bukan anak-anak?’ batin Erin yang semakin bertanya-tanya.

“Siapa dia?” tanya laki-laki yang ada di depan pak Edo.

“Dia pengasuh baru Tuan Edward mulai hari ini. Namanya Erin.”

Erin meneguk ludahnya susah payah. Ternyata apa yang disangkal perasaannya sejak tadi menjadi kenyataan. Ia akan menjadi pengasuh orang yang ada di depannya. Memang tidak terlalu tua. Namun bukan kategori anak-anak di mata Erin.

"Siapa dia, Pak?" tanya pria yang masih dibersihkan dengan handuk oleh pak Edo.

"Dia pengasuh baru Tuan Muda."

"Assyiiiiiiikkk! Aku punya pengasuh baru!" seru pria itu layaknya anak-anak.

Semua rasa bingung menjadi satu di wajah Erin. Ia masih tidak percaya akan hal yang ada di depannya. Pria yang terlihat sempurna bak pangeran, memiliki sikap yang aneh.

Pak Edo masih setia menggosok badan pria di hadapan Erin hingga kering. Bahkan pak Edo membantu membukakan baju pria tersebut. Erin segera menutupi matanya saat pak Edo membuka kancing baju pria itu satu per satu.

"Kakak kenapa ditutupi begitu?" tanya pria di hadapan Erin.

"Tidak apa-apa, Tuan Muda. Dia masih malu. Ayo sekarang ganti baju sendiri di kamar mandi."

Pria yang dipanggil tuan muda tersebut langsung menurut pada pak Edo. Ia berjalan masuk ke dalam kamar mandi.

Pak Edo membereskan baju yang basah, lalu meletakkannya pada sebuah box. Dalam sekali tekan, datanglah pelayan ke dalam kamar. Box yang berisi pakaian kotor dari seorang tuan muda langsung dibawa pergi oleh pelayan.

Kecanggihan dan kenyamanan tersebut membuat Erin tercengang. Orang kaya memang bebas mengekspresikan keinginan. Begitulah kesimpulan Erin.

"Erin, tadi itu namanya tuan muda Edward Xander Vijendra. Dia memiliki kepribadian ganda. Jumlahnya ada tiga."

Erin semakin tercengang dengan fakta tersebut. Walaupun sebelumnya Erin telah menduga ada yang salah sejak awal.

"Ada yang anak kecil, pria dewasa, dan pria berandalan alias badboy."

"Begitu ternyata, Pak."

"Tugasmu hanya menjadi teman dari tuan muda. Jadi, tidak perlu mengerjakan pekerjaan rumah di sini."

"Siap, Pak!" Tidak ada kata lain yang tepat selain mengatakan siap, karena Erin telah menandatangani surat perjanjian menjadi pengasuh.

"Aku tinggal ya. Karena ada pekerjaan lain."

"Iya, Pak."

Pak Edo meninggalkan Erin sendirian di kamar Edward Xander Vijendra. Erin berkeliling sejenak di kamar tersebut. Cukup lama ternyata menunggu Edward Xander Vijendra berganti baju.

Kamar yang cukup luas hingga ada tiga ruangan berbeda. Bahkan lemarinya pun terlihat berbeda. Ruangan yang sejak tadi ditempati Erin cukup suram dengan warna cat dan poster aneh. Ruangan selanjutnya terlihat normal dan ruangan terakhir terlihat cerah penuh warna.

Tidak ingin lancang lebih jauh, Erin memutuskan duduk di sofa yang tersedia. Ia harus membaca artikel mengenai kepribadian ganda. Walaupun Erin pernah mendengar istilah tersebut baik di dalam drama dan novel, Erin perlu melihat lagi sumber terpercaya.

Atensi mata Erin teralihkan dengan gerakan seseorang yang sedang mengawasi. Erin meletakkan ponselnya ke dalam saku. Rupanya Edward Xander Vijendra telah selesai dan mengintip kegiatan Erin sejak tadi.

Erin mendekati Edward. Sebuah senyuman dipancarkan oleh Erin padanya.

"Ada apa?"

"Tidak ada."

"Kau Edward kan?" tanya Erin dengan kalimat santai.

"Bukan!"

"Lalu siapa?"

Pria di hadapan Erin hanya menggidikkan bahu. Tandanya tidak ingin memberitahu nama pada Erin. Hal itu membuat Erin tidak memaksa.

Tok! Tok! Tok!

"Tuan, ini sarapannya. Saya masuk, ya!" teriak pelayan yang ada di luar kamar.

Edward Xander Vijendra langsung bergegas berjalan ke pintu melewati Erin begitu saja. Erin merasa bingung harus berbuat apa. Tidak biasanya Erin didiamkan oleh anak kecil. Lebih tepatnya anak kecil tak sebenarnya.

"Apa sarapan bagi ini?" tanya Edward pada pelayan.

"Sereal seperti yang Anda inginkan."

"Bagus! Akhirnya Bibi hafal jadwal menu sarapanku."

"Iya, Tuan Muda. Maaf, ya. Kalau terkadang salah. Karena saya tidak tahu kapan Tuan Muda muncul."

"Tidak apa-apa, Bi. Makanan kak Edward juga enak kok."

"Syukurlah. Kalau begitu Bibi suapi, ya."

Edward menggelengkan kepala. "Aku sudah punya pengasuh baru. Jadi, maunya sama Kakak itu!" Edward menunjuk pada Erin.

Erin hanya melempar senyum pada pelayan.

"Oh, begitu. Baiklah makanannya Bibi letakkan di sini."

Edward mengangguk cepat. Ia kemudian melesat pergi ke ruangan lain. Entah maksudnya apa tiba-tiba pergi begitu saja.

Pelayan tidak langsung meninggalkan kamar Edward Xander Vijendra. Ia justru mendekati Erin.

"Tolong nanti suruh tuan muda minum ini, ya." Pelayan memberikan sebuah obat yang mirip vitamin.

"Obat apa ini, Bi?"

"Untuk mengatasi alerginya. Karena berbeda kepribadian, selera mereka tidak sama. Tapi, tubuh hanya satu. Tuan Muda Edward alergi pada sereal."

Cukup rumit juga mendengar penjelasan dari pelayan tentang kondisi Edward Xander Vijendra. "Baik, Bi."

"Tapi ... jangan bilang kalau untuk alergi. Bilang saja vitamin biar tambah cerdas, begitu saja."

"Iya, Bi. Oh, iya! Kepribadian yang sekarang ini punya nama atau tidak?"

"Punya. Tapi, Bibi tidak bisa mengatakan. Karena nanti kalau tuan muda tau, Bibi kena marah. Dia akan memperkenalkan sendiri nanti padamu."

"Siap, Bi."

"Ehem!" Suara dehem terdengar.

Pelayan bergegas pergi dari sana, hingga meninggalkan Erin. Sedangkan Erin hanya menatap Edward yang ternyata berganti baju lagi dengan setelan jas kantor.

"Apa Tuan Muda ingin makan sekarang?" tanya Erin dengan hati-hati. Ia ingin bersikap ramah.

"Kau siapa?"

Erin langsung terkejut dengan perkataan yang berbeda dari sebelumnya. "Saya Erin."

"Tidak perlu formal."

"Aku Erin, pengasuh baru."

"Kau membawa hal yang harus ditunjukkan?"

Erin tampak kebingungan. Ia tidak diberitahu jika harus menunjukkan sesuatu. Oleh karena itu, Erin berpikir keras.

"Bisa sebutkan hal yang harus ditunjukkan itu apa?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status