Share

2. Tertusuk Dilema

Erin menatap sekeliling sekali lagi. Ia mencari keberadaan orang yang mengejarnya. Namun tidak ada.

"Ayo, Nona." Pria tersebut membantu Erin berdiri.

'Lebih baik aku menerima tawaran orang ini. Daripada aku di sini, nanti tertangkap lagi,' batin Erin.

Pria yang hampir menabrak Erin membukakan pintu mobil, lalu mempersilakan Erin masuk ke dalam. Erin langsung masuk ke dalam mobil.

Erin duduk di samping pria yang hampir menabraknya. Ia juga merasa ketakutan saat ini, karena tidak mengenal pria yang disampingnya. Entah orang yang di samping Erin jahat atau tidak.

Mobil berhenti di depan rumah sakit. Erin di antar ke dalam rumah sakit oleh pria yang hampir menabraknya.

Erin ditangani oleh perawat. Luka Erin dibersihkan dan diobati. Usai diobati, Erin keluar dari ruangan.

Pria yang sebelumnya menunggu Erin di ruang tunggu. Erin berjalan mendekat ke arah pria itu.

"Apa Nona sudah baik-baik saja?"

"Iya, Pak."

"Saya benar-benar meminta maaf untuk yang tadi. Sebagai wujud tanggung jawab saya, sudah saya bayar semua administrasinya. Tapi ada yang perlu dilengkapi. Ini silakan dilengkapi."

Ering diberi sebuah formulir administrasi oleh pria yang ada di depannya. Ia mengisi formulir tersebut karena tidak ada yang mencurigakan.

"Ini, Pak." Erin mengembalikan formulir pada pria yang ada di depannya.

"Panggil saya Pak Edo. Jadi, saya panggil Nona Erin, ya?" Pak Edo melihat nama yang tertera di dalam formulir.

Erin hanya mengangguk. Ia tak mengerti harus berbicara apalagi dengan pak Edo.

“Oh, iya! Apa Nona Erin mau pekerjaan? Saya menawarkan sebagai bentuk permintaan maaf.”

Erin mengerutkan keningnya. Hal itu disebabkan terlalu berlebihan jika sudah bertanggung jawab masih saja memberi penawaran. Erin harus hati-hati dengan orang yang ada di depannya. Ia tidak ingin dimanfaatkan ketika sedang terdesak seperti sekarang.

Pak Edo memberikan sebuah kartu nama pada Erin. “Jika Nona membutuhkan pekerjaan, bisa hubungi saya.”

“Maaf. Pekerjaan seperti apa itu?”

“Pekerjaan sebagai seorang pengasuh.”

Erin hanya menganggukkan kepala. Ia kemudian menyimpan kartu nama pak Edo ke dalam tasnya.

“Saya rasa sudah cukup sampai di sini saja, Pak. Saya mau pulang. Terima kasih sudah bertanggung jawab.”

“Baiklah. Ini sebagai ongkos pulang.” Pak Edo memberikan beberapa lembar uang pada Erin.

Jika saja Erin saat ini tidak terdesak oleh uang, mungkin akan ditolak. Namun Erin sekarang sedang terdesak, sehingga Erin menerima pemberian pak Edo. Erin segera pergi dari hadapan pak Edo.

Erin berjalan menuju ke halte terdekat. Mata Erin waspada menatap sekeliling. Ia takut jika orang suruhan tante Desi masih berkeliaran di dekatnya. Ketika melihat angkutan umum yang berhenti di depan halte dekat rumah sakit, Erin bergegas.

Tujuan Erin saat ini adalah rumah sakit tempat ayahnya dirawat. Erin harus membuat negosiasi dengan staff administrasi untuk mengundur pencabutan alat bantu ayahnya. Sepanjang perjalanan menuju ke rumah sakit, Erin terus memanjatkan doa agar keinginannya dikabulkan Tuhan.

Angkutan umum berhenti di halte berikutnya. Erin turun dari angkutan umum tersebut. Ia berjalan kembali menuju ke rumah sakit ayahnya. Pikirannya cukup kacau hari ini, karena tak menemukan pertolongan yang bisa menyambung hidup ayahnya lebih lama lagi. Namun Erin masih berharap Tuhan berbaik hati padanya dengan memberi keajaiban. Entah keajaiban ayahnya yang sadar, atau keajaiban mendapatkan bantuan uang dari orang baik.

Sesampainya di dalam rumah sakit, Erin segera menuju ke ruang administrasi. Sebelum masuk ke dalam ruang administrasi, Erin menarik dan mengembuskan napas dalam. Erin kemudian membuka pintu ruangan.

Wajah petugas administrasi terlihat menakutkan bagi Erin. Mungkin karena Erin sering bernegosiasi tentang pembayaran perawatan ayahnya yang koma, sehingga membuat petugas tersebut muak dengan Erin.

“Kau sudah mendapatkan uangnya?” tanya petugas administrasi.

Erin menggelengkan kepala. “Tapi saya janji. Dalam waktu tiga hari akan membayar semuanya.”

“Hmm ... aku bisa saja membantumu. Tapi ... aku bukan pemilik rumah sakit ini. Kau sudah menunggak pembayaran dua bulan kemarin. Dan ... kau tahu kan? Kalau alat bantu ayahmu itu tidak murah. Masih banyak orang lain yang lebih membutuhkan daripada ayahmu.”

Erin merasa tersakiti mendengar ucapan petugas tersebut. Ia merasa kalau hidup ayahnya tak berarti. “Saya mohon ... kali ini akan membayar tepat waktu.”

Petugas administrasi tersebut menatap wajah Erin. Ekspresinya tersirat kalau ingin sekali menolong Erin. Namun merasa takut terkena marah oleh atasan.

“Baiklah. Aku tunggu sampai besok. Jika tidak membayar ... maka akan segera diganti oleh orang lain.”

“Beri waktu sampai maksimal tengah malam besok.” Erin masih saja berusaha bernegosiasi.

Petugas tersebut mengangguk. Ia kemudian meminta Erin keuar dari ruangan. Erin hanya menurut pada perintah petugas tersebut.

Bukannya merasa lega setelah bernegosiasi, kepala Erin justru berdenyut nyeri. Pilihan yang tersisa saat ini hanya sebuah tawaran dari tante Desi. Namun ia teringat dengan tawaran dari pak Edo.

Erin segera mencari kartu nama pak Edo. Ketika menemukan kartu nama pak Edo, Erin langsung mengetikkan nomornya di ponsel. Namun Erin ragu menelepon pak Edo.

‘Apa gunanya menelepon dengan menerima tawaran pekerjaan? Uangnya mana cukup? Apalagi hanya sebagai pengasuh? Arghh! Mana cukup untuk menyelamatkan hidup ayah?’ gerutu Erin sembari menatap ponselnya.

Erin mengeluarkan map yang berisi penawaran tak menguntungkan dari tante Desi. Rasa bimbangnya cukup besar. ‘Pilihan mana yang terbaik, Tuhan? Beri petunjuk,’ ucap Erin sembari menatap langit-langit rumah sakit. Ia kemudian memejamkan mata untuk bisa berpikir jernih.

Berselang beberapa menit, Erin mendapatkan jawaban. Ia segera mengambil keputusan dengan mempertimbangkan tawaran sebagai pengasuh. Kartu nama pak Edo dikeluarkan oleh Erin dari sakunya.

"Halo, ini siapa?" tanya pak Edo dari seberang telepon.

"Ini saya Erin, Pak. Tentang tawaran Anda yang tadi, boleh tau gajinya berapa ya, Pak?"

"Gajinya sepuluh juta per bulan."

Erin menganga mendengar ucapan pak Edo. Gaji bekerja dari berbagai tempat selama sebulan yang dilakukan Erin selama ini jika dikumpulkan tidak sampai sepuluh juta.

"Saya mau, Pak."

"Baiklah. Datang ke alamat yang aku berikan untuk tanda tangan kontrak kerja."

"Baik, Pak."

Klik!

Sambungan telepon terputus. Pesan dari pak Edo langsung masuk ke nomor Erin. Alamat yang dikirim dibaca dengan teliti oleh Erin. Ketika menemukan rute perjalanannya, Erin bergegas pergi ke sana.

Perjalanam ke alamat yang dikirim pak Edo ditempuh menggunakan ojek online selama tiga puluh menit. Erin tiba di depan rumah yang tampak seperti istana. Pak Edo menyambut kedatangan Erin.

"Ayo masuk!"

Erin masuk ke dalam rumah bersama dengan pak Edo. Di dalamnya tak kalah menakjubkan dengan tampilan luar. Di ruang tamu Erin melakukan penandatanganan perjanjian dengan majikan dari pak Edo yang bernama mom Elisa. Namun sebelum itu Erin sempat meminta gaji di awal untuk membayar biaya rumah sakit ayahnya.

"Kau bisa mendapatkan gaji di awal jika anakkua setuju. Silakan temui anakku di kamar."

Mom Elisa langsung pergi meninggalkan Erin. Hal itu membuat Erin cukup bingung. Seharusnya Erin bisa mendapatkan pengantar mengenai anaknya dari mom Elisa. Namun ternyata tidak. Semuanya di luar dugaan Erin.

“Mari saya antar ke kamar, Tuan Muda.” Pak Edo menunjukkan jalan pada Erin.

Erin hanya mengangguk. Ia mengikuti di belakang pak Edo. Mata Erin masih takjub dengan rumah yang disinggahinya sekarang. Tidak ada satu pun barang yang terlihat kusam, semuanya mengkilap seperti tanpa debu.

Tok! Tok! Tok!

“Tuan, saya masuk.”

Tidak ada jawaban dari dalam kamar. Erin memaklumi hal tersebut, karena mungkin anak kecil enggan memberi respon. Pak Edo membuka pintu kamar. Ketika pintu terbuka, Erin tercengang.

“P ... Pak ....” Erin tergagap ketika melihat pemandangan di depannya. Ia bahkan menarik baju pak Edo untuk menghentikan langkahnya.

“Kenapa, Nona?”

"Tuan Muda? Jangan bilang ... anak yang harus saya asuh adalah dia. D ... dia kan ... bukan anak-anak?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status