Share

4. Rencana Rahasia

Tok! Tok! Tok!

Suara ketukan pintu kamar membuat perkacapan terhenti. Rupanya pak Edo yang datang kembali ke kamar.

"Apa dia tidak diberitahu hal yang harus ditunjukkan?" tanya Edward pada pak Edo.

"Maaf, saya lupa Tuan."

"Kau mendapatkannya atas perintah siapa?"

"Mom Elisa, Tuan."

“Ternyata wanita itu cukup cepat bekerja menemukan pengasuh baru.”

“Iya, Tuan. Saya menyampaikan dengan cepat pada nyonya dengan kriteria yang Anda inginkan.”

“Tinggalkan aku dengannya sekarang!”

“Baik, Tuan.”

Erin menatap pak Edo. Tatapan Erin seolah menuntut banyak penjelasan. Namun tatapan pak Edo hanya menyiratkan semua akan baik-baik saja.

Edward mendekat ke arah Erin. Ia mengamati Erin dari atas sampai bawah. Sementara Erin yang diamati cukup intens merasa terintimidasi.

‘Ya Tuhan ... aku di sini benar akan menjadi pengasuh, kan? Bukan untuk pemuas nafsu atau yang lainnya?’ batin Erin menguatkan diri. Ia cukup khawatir telah menerima pekerjaan sebagai pengasuh.

"Berikan surat perjanjian kerjamu!"

Erin berjalan ke arah tasnya berada untuk mengambil surat perjanjian yang telah ditandatangani. Sebuah berkas diberikan pada Edward dengan hati-hati.

Edward membaca berkas yang diberikan Erin. Sementara Erin yang memperhatikan Edward merasa gusar. Apalagi Edward melihat bagian latar belakang Erin.

'Bagaimana kalau dia tidak cocok? Lalu, membatalkan perjanjian kerjaku?' batin Erin bertanya-tanya. Rasanya tidak tenang saat Edward tak kunjung selesai membaca berkas Erin. Bahkan Edward membolak-balikkan lembaran kertas hingga dua kali. Entah apa yang ingin dicari oleh Edward.

“Sepertinya kau cocok.” Kalimat pertama yang diungkapkan Edward pada Erin.

“Maaf, maksud Tuan apa, ya?” Erin memberanikan diri bertanya. Sejujurnya ada banyak hal di pikiran Erin. Namun ditahan olehnya, karena tidak ingin membawa kesan buruk.

“Kau akan tau nanti saat malam hari tiba.”

“Bisa dijelaskan tugas saya apa dan maksud malam hari apa?”

“Maaf. Kau mungkin terlihat takut padaku. Jadi, aku jelaskan. Kau dengarkan, ya?”

Erin mengangguk pada Edward yang nampak pucat. Mungkin Edward terlalu lama mandi, sehingga kulitnya terlihat seperti itu.

“Aku Edward Xander Vijendra. Orang yang akan kau asuh adalah aku. Aku memiliki tiga kepribadian. Kepribadian pertama yang kau lihat sekarang. Kepribadian kedua anak kecil. Kepribadian ketiga yang akan kau lihat nanti malam. Aku gambarkan kepribadian ketiga sebagai badboy.”

Erin tercengang mendengar ungkapan Edward. Ia tak menyangka orang yang terlihat nyaris sempurna fisiknya di depan Erin ini memiliki masalah kepribadian.

“Tapi, mungkin bisa bertambah seiring tidak mampunya aku mengatasi keadaan. Jadi, kau harus siap dengan itu. Aku ingin kau bertugas menjadi teman semuanya. Dan ... kau jangan panggil Tuan. Cukup dengan nama saja.”

Erin hanya mengangguk-anggukkan kepala.

“Kalau kau berhadapan dengan yang sekarang ini, kau panggil Edward. Kalau yang nanti malam, kau panggil Alex. Yang anak kecil, namanya Vije. Tapi, anak kecil hanya muncul sesekali saja.”

“Bagaimana aku bisa membedakannya? Kalau sebenarnya aku lihat sekarang hanya satu orang.”

“Kami memiliki baju dan gaya masing-masing. Kau akan melihat dengan jelas.”

“Selain yang kau katakan tadi, apa ada yang lain?”

“Ah, iya! Tugas utamamu menyeimbangkan semuanya. Kalau bisa, kau harus menemukan kepribadian utama. Agar kepribadian lain terbunuh dan hilang sendirinya.”

‘Astaga! Gila sekali tugas utamanya?’ batin Erin menjerit. 'Sabar Erin ... baru sehari bekerja. Jangan terlalu mudah menyimpulkan,' lanjut Erin dalam batinnya

Edward memandangi wajah Erin. Ia bisa menangkap eskpresi Erin terlihat terbebani. “Jangan jadikan beban. Cukup jadi teman saja tidak apa-apa.” Rupanya Edward terlihat seperti pria yang peka.

Erin mengangguk. Walaupun sebenarnya Erin merasa berat. Namun jika dibandingkan harus menyerahkan dirinya pada club tante Desi, pekerjaannya saat ini lebih baik.

“Hati-hati dengan ayahku. Dia iblis terkejam.”

‘Sial! Kenapa dia justru menambahkan sebuah informasi yang menakutkan?’ batin Erin yang tertekan.

“Kau mendengarku?” ulang Edward.

“Iya, Tuan.”

“Jangan panggil Tuan! Aku tidak suka. Dan ... jangan formal.”

Erin mengangguk.

“Good job!” Edward memberikan acungan jempol dan sebuah senyuman sekilas.

Edward kemudian mengambil sesuatu di atas meja. Erin hanya menunggu dengan tetap berdiri. Karena sejak tadi Edward mengajak bicara Erin dengan berdiri.

“Duduklah! Kau harus membaca ini.” Edward memberikan sebuah berkas pada Erin.

Erin membaca isi berkas tersebut sesuai perintah Edward. Isinya sebuah kontrak kerja dan hal yang harus dilakukan oleh Erin. Hal yang paling menarik dalam isi kontrak kerja adalah nominal yang tertera. Ternyata Erin mendapatkan gaji tambahan sebesar sepuluh juta dari Edward.

“Cepat tanda tangani.”

“Sebelum tanda tangan, bolehkah aku bertanya?”

“Boleh.”

“Apakah ini gaji yang disebutkan oleh ibumu tadi?” Erin terpaksa bertanya seperti itu walaupun isinya jelas tertera nama Edward yang memberikan gaji.

“Berbeda. Ini gaji dariku. Jika kau mendapat gaji dari wanita itu, berarti urusanmu. Bukan urusanku. Aku sengaja menggajimu juga ... karena tidak ingin mendengar ada telat gaji yang membuatmu kabur dariku atau menyakitiku.”

Wajah Erin berbinar mendengar ucapan Edward. Gaji perbulan yang sebesar itu, bisa membantu Erin membayar biaya rumah sakit ayahnya dan membayar hutang pada tante Desi.

“Apakah aku boleh meminta waktu untuk pergi selama satu jam pagi dan sore hari?” Erin memberanikan diri bertanya sebelum menandatangani kontrak kerja. Karena di dalam kontrak kerja, Erin diwajibkan menetap di rumah Edward.

“Untuk apa?”

“Aku memiliki ayah yang sedang koma. Ada jadwal memandikan ayahku setiap harinya dan memberi pijatan-pijatan padanya. Apakah boleh?”

Edward tak menjawab. Ia terlihat sedang berpikir. Lain halnya dengan Erin yang nampak menunggu jawaban dengan cemas.

“Baiklah. Jika nanti aku ingin ikut, kau harus membawaku.”

Erin mengangguk cepat. Tidak sulit permintaan Edward untuk dikabulkan. Tanpa buang-buang waktu, Erin langsung menandatangani kontrak. Namun Erin menghentikan aktivitasnya ketika berada di halaman berikutnya. Ia teringat hal penting yang harus diminta oleh Erin pada Edward.

“Tuan. Eh ... Edward. Aku memiliki permintaan mendesak. Aku akan melakukan apapun jika bisa diwujudkan, selama bukan permintaan menyerahkan kesucianku padamu.”

“Wah! Kau banyak maunya juga.”

“Sekali lagi aku minta maaf. Aku terlalu lancang meminta permintaan. Tapi, ini sangat mendesak. Aku harus membayar biaya rumah sakit ayahku yang menunggak dua bulan. Tenggat waktunya sampai besok. Bisakah aku mendapatkan gaji pertama di awal?”

“Tergantung. Seberapa puasnya sosok Alex denganmu.”

“Puas bagaimana?”

“Alex malam ini punya rencana. Dia memberitahuku lewat tulisan. Jadi, kau harus menjalankan rencana itu dengan baik.”

“Rencana seperti apa?”

"Aku tidak tahu secara detailnya. Hanya Alex yang tahu. Karena kami saling berkaitan, maka aku harus menyampaikan ini dan memiliki persetujuan yang sama."

"Baiklah. Aku akan berusaha yang terbaik!"

"Nah! Aku suka usaha seperti itu."

"Emmm ... maaf, apa boleh disebutkan clue dari rencana itu? Berbahaya atau tidak?"

"Entah! Aku tidak memiliki memori untuk mengingat segala hal yang dilakukan Alex. Kau harus belajar tentang kepribadian ganda lebih jauh."

Erin menganggukkan kepala. Entah mengapa lancang sekali Erin menduga-duga. Namun jika tidak diutarakan, Erin juga merasa bingung. 'Kira-kira ... rencana apa ya?' batin Erin.

"Oh, iya! Sepertinya ada petunjuk." Edward berjalan menuju ke meja belajar.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status