"Kau harus mencari kotak hitam yang tersembunyi di sekitar makam ini. Waktunya hanya lima belas menit." Alex memberi perintah dengan seenaknya pada Erin.
"Kotak hitam? Untuk apa?""Tidak perlu banyak tanya. Cepat cari! Kalau kau tidak mencarinya, maka tidak ada gaji awal yang kau harapkan tadi!"Erin ingin lari saja rasanya. Namun bayangan sang ayah pergi meninggalkan dirinya untuk selamanya tidak sanggup. Oleh karena itu, Erin langsung bergegas menyusuri pemakaman yang tampak gelap. Berbeda sekali dengan pemakaman yang ada di pinggir kota.Alex tampak tersenyum senang melihat Erin patuh bak anjing peliharaan. Ia menyempatkan mengambil video saat Erin mencari kotak hitam yang berisi kain bendera balap liar.Lain halnya dengan Erin yang tampak gemetar melawan rasa merinding yang menyusup di sekujur tubuhnya. Berkali-kali Erin meminta maaf pada mendiang beristirahat di dalam tanah yang dilewati oleh Erin.Kraakk!Erin tak sengaja menginjak nisan kayu yang telah lapuk. Kaki Erin gemetar hebat. Ia takut setelah ini akan mendapat kesialan."Woy! Jangan berhenti! Cari terus!" teriak Alex dengan lantang.'Maaf, saya tidak sengaja. Tolong jangan hantui saya,' batin Erin pada makam yang terinjak, lalu melanjutkan pencarian. Ketidaktahuan Erin akan seberapa besar kotak tersebut, membawa kesulitan.Senter dari flash ponsel Erin terus diarahkan pada tempat-tempat tersembunyi. Suara Edward yang memperingatkan kalau waktu kurang lima menit lagi, menambah frustrasi dalam mencari. Cukup gila orang yang bermain hal demikian menurut Erin."Ketemu!" Erin melihat dari jauh kotak hitam ada di dekat semak-semak dan sebuah makam kuno. Erin segera mendekat ke sana.Tangan Erin akan menarik kotak hitam tersebut. Namun langsung dilepaskan saat merasakan sesuatu yang licin."Aaaaaaaa!" Erin berteriak. Hal itu membuat Edward datang mendekat."Ada apa?""U ... ular." Erin menunjuk ke arah kotak hitam yang sekarang sedang dililit ular.Bukannya takut, Alex justru terlihat datar. Alex mengeluarkan sebuah pisau lipat dari dalam sakunya. Perlahan Alex menarik kotak tersebut. Namun ular terus melilitnya. Ukuran ular tersebut tidak cukup besar.Pisau yang dipegang Alex ditusukkan pada tubuh ular yang melilit. Darah ular menyemprot ke wajah Alex."Awas!" Erin menarik tubuh Alex, karena melihat kepala ular yang muncul. Ular tersebut rupanya ular kobra. Hampir saja terkena patuk ular tersebut."Lepas!" Alex membuang dengan kasar tangan Erin."Jangan! Berbahaya!" Erin menarik baju Alex."Lebih bahaya kalau aku kalah balapan!" Alex kembali mendekati ular.Erin merinding seketika saat melihat Alex menaklukkan ular kobra dengan menyemprotkan sesuatu yang baunya menyengat. Tidak hanya berhenti di situ, Alex tidak membiarkan ular itu pergi. Melainkan Alex menghajarnya dengan batu yang didapatkan dari semak-semak. Lebih mengerikannya lagi, Alex memotong-motong tubuh ular tersebut, lalu membuangnya ke semak-semak."Ayo pergi!" Alex mengajak Erin dengan membawa kotak hitam tersebut.Rasa terkejut Erin tidak bisa diteruskan, karena Alex telah berjalan jauh di depan Erin. Langkah Erin dengan cepat menyusul Alex. Berkali-kali Erin dalam hati meminta permohonan maaf pada Tuhan atas kejadian yang baru saja terjadi.Di dalam mobil, Alex masih memandangi kain bendera yang ada di dalam kotak hitam. Sepertinya sedang memastikan keaslian kain bendera itu.Tangan Erin gatal ingin membersihkan noda darah di wajah dan baju Alex. Tanpa permisi, Erin mengambil tissu yang tersedia di mobil. Perlahan tangan Erin mengelap wajah Alex."Cukup peka juga kau ternyata." Alex membiarkan Erin melakukan tugasnya."Kau tidak ingin ganti baju saja?" tanya Erin dengan hati-hati."Tentu saja. Ambilkan baju di belakang."Erin menoleh ke arah belakang. Rupanya ada sebuah paperbag di sana. Ia yakin jika isinya adalah baju Alex. Tangan Erin mencoba meraih paperbag.Belum sempat Erin menyerahkan pada Alex, pemandangan tak biasa disaksikan Erin. Alex telah membuka baju atasannya. Hal itu membuat Erin langsung menutupi wajahnya dengan paperbag."Ck! Munafik sekali! Padahal banyak wanita yang mendambakan melihat tubuhku terekspos seperti ini.""A ... aku berbeda."Alex merebut paperbag dari tangan Erin. Namun tidak menggetarkan tangan Erin yang beralih menutupi wajahnya."Percuma saja kau tutupi. Ini!" Alex memberikan sebotol parfum pada Erin.Erin menerimanya dengan mata tertutup. Ia masih tidak ingin menodai dirinya dengan memandang sesuatu yang tidak pantas dilihat. Walaupun kondisi Alex adalah hal yang umum dilihat oleh banyak orang."Cepat semprotkan perfumnya."Erin mencoba menyemprotkan parfum dengan mata tertutup."Sialan! Kena mata tau!"Erin langsung membuka mata. Harusnya Erin melihat wajah panik dari Alex, justru sebaliknya. Senyum miring dipancarkan oleh Alex yang berani menjahili Erin."Ternyata memang munafik. Ketika buka mata saja, tetap dilihat."Erin kesal. Akhirnya Erin menyemprotkan dengan cepat ke badan Alex, lalu menatap ke arah lain. Sayangnya Alex menarik tubuh Erin hingga sekarang bertatapan dengan Alex.Tangan Alex memegang dagu Erin. Wajah Alex pun hampir bersentuhan dengan wajah Erin. Pandangan Alex tertuju pada bibir ranum milik Erin.Di dalam pikiran Erin bercampur aduk ingin menyingkir. Namun tubuh Erin seakan terkunci di dalam ruangan yang tak berpintu hingga tidak menimbulkan gerakan sama sekali.Alex tersenyum mengejek kembali. "Belum waktunya." Ia kemudian melepaskan tangannya dari dagu Erin, lalu bergegas memakai baju ganti.Erin beralih melipat baju kotor Alex dengan cepat. Ia tidak ingin terlalu lama tertegun dengan sikap Alex. Jantung Erin pun terasa tidak normal sekarang. Degupnya cukup kencang. Entah karena ketakutan atau perasaan lain, yang jelas Erin terus berusaha menormalkan detak jantungnya.Mobil perlahan meninggalkan area pemakaman. Rasanya cukup kurang ajar tindakan Erin dan Alex malam ini. Beruntung sepi, sehingga tidak ada yang mempermasalahkan.Kecepatan mobil melebihi kecepatan rata-rata hingga membuat Erin kebingungan harus berpegangan apa. Desain mobil sport milik Alex membuat Erin tidak bisa berpegangan seperti pada mobil umumnya.Tibalah di jalan raya yang tampak sepi. Di sana terdapat beberapa mobil yang berjajar di pinggir jalan. Sekitar sepuluh mobil yang ada di sana."Turun!" ucap Alex.Erin turun dari mobil sembari membawa kotak hitam yang ditemukan di pemakaman. Langkah kaki Erin mengikuti Alex yang telah berjalan di depan. Arah yang dituju Alex adalah masuk ke dalam hutan.Cukup aneh semua hal yang dilakukan Alex bagi Erin. Tidak ada kuasa untuk bertanya detail bagi seorang pengasuh pada majikan. Hal itulah yang mencoba dipertahankan oleh Erin.Perjalanan dengan berjalan kaki cukup jauh dengan menggunakan penerangan dari flashlight ponsel. Erin sesekali tersandung oleh ranting maupun akar tanaman.Terlihat dari jauh, ada sebuah cahaya yang lebih terang. Alex berjalan ke arah cahaya tersebut. Erin pun hanya mengikuti di belakang Alex.Erin menganga melihat pemandangan yang ada di depannya. Tidak pernah terpikirkan di benak Erin ada tempat seperti itu di tengah hutan. Bahkan yang lebih mencengangkan ada adegan yang cukup berani disuguhkan di sana. 'Gila! Ini gila!' batin Erin meronta."Apa permintaanmu?" Elisa terdengar penasaran dari seberang telepon.Alex memperbesar volume suara, agar Erin bisa mendengarnya. Walaupun Erin berusaha menjauh agar tidak mendengar percakapan Alex dan Elisa. Namun Alex menahan tangan Erin agar tetap mendengar pembicaraannya dengan Elisa."Aku tau kalau kau hanya ingin harta dari iblis itu. Jadi, aku akan mewujudkannya. Asalkan kau menjamin semua yang aku inginkan terwujud."Erin tampak terkejut dengan ucapan Alex. Ia tidak pernah terpikirkan kalau Elisa menginginkan harta Xander ayah dari Edward. Padahal dari luar Elisa terlihat seperti ibu peri bagi Edward. "Apa yang kau inginkan?""Semua yang aku lakukan tercukupi. Tidak ada hambatan.""Apa semua yang kau dapatkan masih kurang hingga meminta sesuatu lagi padaku?"Erin yang awalnya masih tidak percaya, begitu mendengar ucapan Elisa yang berbeda seratus delapan puluh derajat. Hal itu membuat Erin berpikir ulang. "Kalau begitu, ya sudah. Kau jangan ganggu aku. Kita hidup pada masing-
Alex menutup mulut Erin. Ia kemudian menarik Erin untuk memasuki mobil. Walaupun Erin terlihat kesakitan, Alex tidak peduli."Kemari kau anak bangst!" Xander berteriak. Alex tak mendengarkan Xander yang mengejarnya. Ia terus menancap gas dengan cukup gila, mobil sampai sedikit terangkat saat keluar dari gerbang. Erin berpegangan erat. Ia pikir Xander akan berhenti mengejar Alex. Rupanya dugaan Erin salah. Sebuah mobil tampak keluar dari rumah dengan mengikuti Alex."Sialan! Dia benar-benar ingin mati!" Alex berniat membalikkan mobilnya, lalu beradu bagian depan mobil."Alex! Kau jangan gila! Aku tidak ingin mati!" ucap Erin dengan gemetar saat melihat mobil Alex berbalik, lalu seakan-akan ingin menabrak mobil yang mengikutinya."Alex!" teriak Erin sembari menutup mata. Ia pasrah terhadap apa yang akan terjadi. Jika memang Erin nanti mati, hanya bisa memasrahkan ayahnya pada Sang Pencipta saja untuk menjaga sang ayah.Perlahan Erin membuka mata akibat tidak mendengar suara tabrakan.
Brraaaaakkk!Xander melemparkan lampu hias pada tubuh Alex saat mulai bangkit. Hal itu tak membuat Alex gentar. Walaupun rasa sakit yang dirasakannya tidak hanya tubuh saja, melainkan batinnya juga sakit.Bugh! Alex menyerang Xander dengan menyeruduk dengan kepalanya hingga Xander terjatuh. Ketika Xander terjatuh, Alex langsung menerjangnya. Dug!Tubuh Alex dijatuhkan dengan keras pada bagian perut Xander. Pukulan diberikan Alex pada Xander. Sayangnya tangan Xander dengan sigap menangkis. "Anak sialan! Tidak tahu diri!" Xander mendorong Alex hingga oleng ke kanan. Namun tidak bisa menjatuhkan Alex, karena kaki Alex mengunci tubuh Xander. "Aku tidak minta dilahirkan bangst! Kenapa kau menginginkan aku ada!" Alex berteriak di wajah Xander. Bugh!Pukulan keras diberikan Xander pada Alex. Erin dan Elisa tidak tahan dengan pemandangan ayah dan anak yang saling menyiksa. Elisa menahan Xander. Sedangkan Erin menahan Alex. Mereka kemudian masing-masing menarik Xander baik Alex agar bisa
"Kak Erin, ini bukan jalan ke rumah Vije."Perkataan Vije membuat Erin bisa fokus kembali. Namun memang Erin tidak bisa membawa Vije pulang ke rumah. Ponsel Erin berdering kembali. Kali ini ayah Edward yang menelepon. Keringat dingin dirasakan Erin saat sempat mengintip nama yang tertera. Erin menepikan mobil. Ia tidak mungkin mengabaikan panggilan dari ayah Edward. Bisa tamat riwayat Erin jika melakukannya."Halo, Pak. Ada apa?""Ada apa katamu? Di mana Edward!" tanya ayah Edward dengan nada kesal.Erin sampai menjauhkan ponselnya demi meredam suara ayah Edward. "Ada bersama saya, Pak." Erin tidak bisa berbohong. Kalau suatu hal diawali dengan kebohongan, maka seterusnya akan memerlukan kebohongan untuk menutupinya. "Bawa ke hadapanku sekarang!" "Tapi, Tuan Muda Edward ada rapat setengah jam lagi, Pak." "Tidak perlu datang! Lebih penting datang ke hadapanku sekarang!""Maaf, Pak. Anda ada di mana?""Di rumah."Klik!Sambungan telepon terputus secara tiba-tiba. Erin dilema. Elisa
Hari buruk Erin berlalu kemarin. Namun bukan berarti hari ini Erin akan bahagia. Masih ada misteri yang akan dijalani hari ini. Semalam Alex tidak melakukan hal buruk, melainkan hanya memasak kembali menu yang dimasak Erin. Rasa masakannya jauh lebih enak daripada milik Erin. Perbedaannya Erin bumbu versi rempah Indonesia. Sedangkan Alex memasak dengan bumbu yang sama dengan masakan Western.Erin terbangun dari tidurnya. Ia tidak sadar jika tertidur di meja minibar yang ada di dapur. Anehnya Erin tidur dengan berbantalkan tangan Alex. Alex yang tertidur dimanfaatkan oleh Erin untuk mencari ponsel. Terakhir kali Erin tahu jika ponselnya disembunyikan Alex di dalam sakunya. "Kalau aku mengambil dari dalam sakunya, apa nanti tidak membuatnya bangun?" gerutu Erin. Erin akhirnya membiarkan Alex tertidur. Sepanjang malam Erin dan Alex hanya bercerita. Terkadang Erin mengerti perasaan Alex. Rupanya Alex tidak hanya merugikan saja. Alex sama seperti manusia biasa. Tangan Erin perlahan ing
Erin menelan ludahnya susah payah. Ia seakan dikunci oleh tatapan dari Alex. Tak disangka ucapan asal yang dilontarkan Erin membuat Alex tampak bersungguh-sungguh."Kenapa tidak menjawab?""Maaf. Aku tadi asal bicara. Jangan jadikan dirimu pembunuh. Jika itu terjadi, sampai kau masuk neraka pun ... aku akan tetap membalasmu.""Ck! Kau di dunia saja lemah seperti ini. Percaya diri sekali kalau di akhirat lebih hebat?" "Biarkan saja!" Cup!Alex mencium bibir Erin. Selanjutnya Erin menipiskan bibirnya agar tidak bisa terhisap kembali oleh bibir Alex. "Alex, jangan perlakukan aku seenaknya. Kau tidak menyukaiku. Jadi, tolong jangan jadikan aku jalangmu.""Aku tidak menjadikan kau sebagai jalangku. Kau memang milikku." Alex beralih mencium pipi Erin. Ia tidak menyerah kalau hanya bagian bibir saja yang ditutup aksesnya oleh Erin."Alex, tolong jangan meninggalkan kesan buruk di benakku. Aku ingin berteman denganmu layaknya aku bersama Edward dan Vije.""Aku tidak mau disamakan dengan me