Share

Bab 7

Penulis: IchiOcha
last update Terakhir Diperbarui: 2022-03-28 12:18:30

Tika mematut dirinya di cermin lalu berputar sebelum akhirnya tersenyum puas. Dia memuji dirinya sendiri yang terlihat cantik dan manis mengenakan gaun mini berwarna maroon itu. Rambut yang biasanya selalu ia kucir ke atas, kini dibiarkannya tergerai. Lipstik berwarna senada dengan gaunnya dan sepatu berhak tinggi berwarna putih tulang melengkapi penampilannya.

"Ini tidak terlalu berlebihan bukan? Aku hanya pergi makan malam," gumam Tika.

"Apa sebaiknya aku bertanya pada Rose? Tapi, nanti dia heboh," ucap Tika bimbang pada dirinya sendiri.

Ring ring ring ring, suara dering ponsel memutus kebimbangan Tika. Sebuah nomer asing meneleponnya.

"Hallo,"sapa Tika sedikit ragu.

"Hallo, nona Tika, saya Reiden. Saya ada di depan apartemen Nona. Tuan Axel meminta saya menjemput Nona," ucap Reiden sopan.

"Ke-kenapa dijemput, aku bisa naik taksi," Tika kaget karena Axel bahkan menjemputnya.

"Tolong segera turun saja, Nona. Tuan, sudah menunggu," tegas Reiden lalu mematikan telepon. 

Muka Tika bersemu merah, hatinya menghangat menerima kebaikan Axel. Dia bergegas turun. Sepanjang perjalanan menuju tempat Axel berada, Tika dan Reiden hanya diam tanpa bicara. Tika sebenarnya ingin bertanya banyak hal pada Reiden, tapi dia menahan mulutnya. Reiden tampak seperti tidak suka diajak bicara.

"Silahkan turun, Nona. Tuan sudah menunggu di dalam," tutur Reiden setelah mobil yang mereka kendarai tiba di suatu restoran mewah bergaya italia. Lagi-lagi Tika terkesiap, restoran itu adalah restoran teromantis dan termewah di seluruh North Carolina. Itu adalah alasannya pindah ke kota ini, dia ingin menemukan seseorang yang berasal dari kota ini dan makan di restoran ini. Namun, kali ini dia makan bukan dengan pasangannya tetapi dengan krediturnya. Tika tidak tahu harus bahagia atau sedih.

"Nona mari masuk," suara seorang pelayan pria yang menyambutnya membuyarkan pikirannya.

Tika meraih tangan yang terulur padanya lalu berjalan seanggun mungkin.

"Orang kaya memang suka menghamburkan uang, tapi bahkan dia akan menagihkannya padaku nantinya, bukankah ini keterlaluan?" Tika mengomel dalam hati.

Sesosok pria tampan bermata biru yang selalu bermain di pikirannya selama ini sedang berdiri menunggunya. Netra Tika tak lepas memandang sosok itu. Sungguh, andaikan dia tak memiliki harga diri yang tersisa, Tika sudah berlari dan memeluk pria itu. Namun, Tika masih memiliki kewarasannya.

Sementara itu, saat melihat wanita itu mulai memasuki restoran dan berjalan dengan anggun, Axel tidak bisa mengendalikan debaran di jantungnya. Jantung yang telah sekian lama dingin dan mati itu serasa mendapatkan kehangatan dan kehidupan baru. Oleh karenanya, Axel sengaja menunggu wanita itu sambil berdiri, untuk melancarkan peredaran darahnya yang terpompa lebih cepat daripada biasanya.

“Se—selamat malam, Tuan,” sapa Tika saat sudah berada di hadapan Axel.

Axel mengangguk lalu berjalan ke belakang Tika. Tika yang awalnya hendak menggeser sendiri kursi, mengurungkan niat melihat Axel melakukan itu untuknya.“Terima kasih,” bisik Tika. Posisi tubuhnya cukup dekat dengan Axel sampai-sampai dia bisa mencium aroma tubuh lelaki itu. Tika hampir terbius, beruntungnya lelaki itu segera beringsut kembali ke tempat duduknya sendiri.

“Kau cukup cantik malam ini,” Axel memulai pembicaraan.

“Yeah, emm, aku memang selalu cantik,” balas Tika.

“Ternyata kau sangat narsis,” sindir Axel.

“Seperti seseorang,” Tika menahan senyum.

“Baiklah, kau ingin makan apa? Berhubung aku yang membayar makan malam kali ini, aku harap kau tidak terlalu boros,” sambung Tika blak-blakan.

“Kata siapa kau yang membayar?”

“Hah, bukannya kau mengajakku makan malam sebagai bayaran makan siang waktu itu?” Wajah Tika mengernyit.

“Benar, tapi, kan, aku tidak meminta kau membayari makananku. Aku hanya minta kau menemaniku makan,” tutur Axel santai.

Hati Tika melambung, meski Axel mungkin tidak memiliki niat tertentu, Tika cukup senang Axel mengjaknya makan malam.

“Baiklah, jangan sampai berubah pikiran.”

“Aku selalu menepati janjiku.”

“Bagus.” Tika tersenyum lalu menyesap anggur di gelasnya.

“Aku sudah memesankan makanan, aku harap kau suka,” cetus Axel.

Sedetik kemudian, beberapa pelayan datang menyajikan berbagai makanan italia di hadapan mereka. Tika berkali-kali menelan ludah. Dia benar-benar seperti menang lotre.

“Kau sangat murah hati,” puji Tika pada Axel.

“Tentu saja.”

Usai makan, Tika ingin berpamitan pulang. Namun, Axel mencegahnya.

“Ada hal lain yang harus kita lakukan?” Tika bertanya penasaran. Dia sempat memikirkan fantasi kotor dalam kepalanya, tapi nyatanya yang mereka lakukan setelah itu ialah duduk di atap gedung restoran.

“Kenapa kau membawaku kesini?” Tika mulai sedikit khawatir, mereka hanya berdua dan gedung ini cukup tinggi. Namun, Tika segera menghapus pikiran negatifnya.

“Tika, kau sungguh luar biasa,” ejek Axel.

“Maksudmu?”

“Beberapa saat lalu, kau berpikir aku akan mengajakmu tidur bersama, tapi saat ini kau berpikir aku akan membunuhmu. Bukankah, itu luar biasa?”

Ucapan Axel membuat pipi Tika bersemu merah.

“Aku tidak berpikir begitu,” Tika mengelak.

“Benarkah?”

Axel lalu melihat Tika sedang mencoba menghangatkan dirinya. Gaun yang dikenakan Tika tidak memiliki lengan, sedang di atas angin cukup kencang. Tanpa berpikir panjang, Axel mengenakan mantel luarnya pada Tika.

“Aku sungguh tak berpikir begitu,” Tika masih membela diri. “Terima kasih untuk mantelnya,”sambung Tika lagi seraya mengetatkan mantel hangat itu.

“Lalu, apa yang kau pikirkan?” pancing Axel.

“Aku memikirkan alasanmu melakukan ini semua padaku. Kita baru bertemu satu hari, kau adalah penolongku sekaligus bos yang memotong gajiku, tapi kau membuatku menemanimu makan malam di restoran mewah. Itu, tertalu membingungkan buatku.” Kata-kata Tika mengalir bagai air, tidak biasanya dia berbicara sebanyak itu di depan Axel.

“Rupanya sekarang kau mahir berbicara,”goda Axel.

Tika malu, dia merutuk dirinya yang terlalu banyak bicara, “Bukan, begitu.”

“Tidak apa, aku lebih senang melihatmu banyak bicara,”tutur Axel lembut. “Aku ingin mengenalmu lebih jauh, itu alasanku melakukan semua ini,” imbuhnya.

“Kau menggodaku atau ingin mempermainkanku?”

“Aku sungguh ingin mengenalmu. Itu saja,” tegas Axel. Dia tidak menyangka wanita itu bisa berpikir bahwa dia akan mempermainkan wanita.

“Oh, maaf. Aku hanya tak percaya, lelaki tampan dan kaya juga berkuasa ingin mengenalku lebih jauh.”

“Kau tidak seburuk itu, selain dari sifatmu yang sedikit kurang ajar, kau lumayan cantik dan manis,” ungkap Axel.

Sekali lagi, wajah Tika bersemu merah. Axel benar-benar telah menguasai hatinya. Dia merasa melambung hanya dengan mendengar Axel menyebutnya cantik.

“Apa yang ingin kau ketahui?” tanya Tika setelah mereka berdua terdiam sesaat.

“Semua. Bisa kau ceritakan tentang dirimu dan apa yang membawamu kesini,” pinta Axel.

“Umm, itu akan sedikit panjang.”

“Tidak masalah, mereka sudah menyiapkan tempat duduk dan juga camilan. Tunjuk Axel pada tempat dimana kursi dan makanan yang sebelumnya tidak ada sudah bertahta dengan manis.

“Kapan mereka melakukan ini?” Tika heran.

“Saat kau sibuk menghangatkan dirimu,”ujar Axel lalu menggandeng tangan Tika, menariknya menuju tempat kursi dan makanan berada.

“Sekarang, kau bisa mulai bercerita,”usai mereka duduk. Mereka duduk bersila beralaskan permadani lembut.

“Aku seorang yatim piatu,” Tika mulai bercerita. “Aku orang Indonesia dan lahir di Indonesia tapi orang amerika mengadopsiku, aku besar di New York dan hidup bersama keluarga angkatku. Setengah tahun yang lalu mereka meninggal karena kecelakaan. Aku memutuskan pindah untuk memulai hidup baru dan disinilah aku,” Tika mengakhiri ceritanya.

“Tapi namamu sedikit unik, tidak seperti nama orang amerika?”

“Ya. Namaku yang sekarang bukan nama yang diberikan oleh orang tua angkatku. Aku mengubah namaku menjadi nama orang Indonesia setelah kematian orang tuaku. Aku lebih suka nama yang ini,” ungkap Tika.

“Yah, kau melakukan hal yang benar. Namamu yang sekarang indah dan unik,” Axel tersenyum ke arah Tika.

Pembicaraan itu masih berlanjut sampai satu jam lamanya. Axel dan Tika membicarakan berbagai topik pembicaraan yang menyenangkan. Anehnya, apapun topik yang mereka bicarakan, mereka selalu memiliki kesepakatan yang sama. Mereka akhirnya memutuskan pulang saat Tika mulai mengantuk.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Payung Merah   Bab 40

    Axel memandang ponselnya dengan gusar. Sejak 10 menit yang lalu dia mencoba menghubungi Tika, tapi yang menjawab adalah mesin penjawab otomatis. "Apa yang sedang kamu lakukan, Tika?" geram Axel saat teleponnya yang kesekian kali tidak dijawab juga. Kepala Axel berdenyut, juga inti tubuhnya. Dia teramat merindukan Tika. Axel terus mengingat, malam saat Tika menyerahkan seluruhnya padanya. Axel bahkan tidak pernah bisa tenang bekerja sejak hari itu. Dia menjadi sangat menginginkan wanita itu. Cinta dan nafsu seakan memburunya, tanpa memberinya ruang. Selama ini, dia selalu berhasil menahan perasaan dan nafsunya. Namun, pertahanannya luruh malam itu. Sudah sejak lama dia tidak merasakan perasaan seperti malam itu. Sesuatu yang Axel rindukan sejak kematian Marry, telah Tika berikan bahkan dengan rasa yang lebih dahsyat. Axel yakin, dia tidak akan bisa hidup tanpa Tika. Sayangnya, wanita itu justru mengabaikannya. "Reiden, Reiden!" teriak Axel memanggil asisten sekaligus sekretaris

  • Payung Merah   Bab 39

    "Tika, wajahmu tampak berseri-seri hari ini, " celetuk Rose saat melihat Tika datang. "Benarkah?" Tika memegang pipi dengan kedua tangannya sembari tersenyum. "Kalian pasti bersenang-senang ya?" "Hemh," ucap Tika tersipu. "Waw, good job girl!" teriak Rose histeris. "Rose, pelankan suaramu." "Iya, iya, iya. Tapi selamat ya, akhirnya." "Semua berkat kamu, Rose." Tika beringsut mendekati Rose lalu memeluknya. "Wah, ada apa ini dengan dua gadis cantik kita?" celetuk Mike yang baru masuk ruangan bersama Reino. "Tika sedang bahagia, Mike," jawab Rose. Meski tampak biasa, sebenarnya kecanggungan terlihat diantara Reino dan Tika. "Tika, aku mencoba menghubungimu sejak kemarin. Aku mau minta maaf." Reino mencoba mengajak Tika bicara saat mereka bertemu di dapur ruangan. "Tidak apa, Rei, aku sudah memaafkanmu. Bukan sepenuhnya salahmu, aku saja yang terlalu emosional." "Terima kasih, Tik, sudah memaafkanku. Aku janji tidak akan melewati batas." "I see, Rei." Tika tersenyum pada Re

  • Payung Merah   Bab 38

    Tika menautkan kedua pasang tangannya erat sembari berdoa dalam hati. Debaran jantung yang bertalu serta butir keringat halus yang mengalir perlahan di punggungnya menyiratkan ketegangan yang kini tengah membelenggunya. 'Tuhan, semoga aku tidak pingsan saat melihatnya.' Kurang lebih seperti itu doa yang Tika panjatkan demi mengurangi semua ketegangan dan kegugupan. Tika sendiri tidak paham akan perasaannya atau alasan dari semua reaksi tubuhnya. Bertemu seorang Axel bukanlah hal baru, tapi Tika tetap merasa gugup. Saat masih bergulat dengan perasaannya sendiri, seseorang menyapanya. "Tika," sapa sebuah suara. Suara dari orang yang Tika tunggu sejak tadi. "A-ah, iya," gagap Tika. Lelaki itu menarik kursi dan duduk di hadapan Tika. Lucunya, Tika tetap menunduk tanpa berani memandang ke arah lelaki itu. "Kamu tidak mau melihatku, Tika?" tanya lelaki itu. "Ah, ti-dak, bukan begitu." Tika masih gugup. Tautan ditangannya maki

  • Payung Merah   Bab 37

    "Tika, kamu lagi bahagia ya?" tanya Reino penasaran."Eh, Rei, dia tu lagi hepi soalnya pacarnya mau ngajak makan malam.""Oh," ucap Reino datar. Raut mukanya langsung berubah menjadi sedikit masam."Kenapa Rei?" tanya Tika."Nggak apa-apa. Aku cuma bingung aja kamu tiba-tiba baikan sama pacarmu. Bukannya kalian sudah putus, ya?""Hemh, ceritanya panjang Rei. Kami tidak putus, aku hanya menjauh karena suatu masalah. Tapi dia berjanji akan menjelaskan semuanya saat nanti kami bertemu, jadi aku memutuskan untuk berhubungan dengan dia lagi," jelas Tika."Begitu rupanya, syukurlah. Aku turut senang, Tika. Tapi, sebagai temanmu aku berharap kamu tidak langsung percaya seratus persen pada pacarmu. Apalagi pacarmu adalah Axelsis." "Maksudmu? Lalu sejak kapan kau tahu pacarku adalah Axel?""Tidak ada. Hanya saranku, kamu lebih baik tidak langsung mempercayai semua ucapannya dan mengenai kapan aku tahu pacarmu adalah Axel, itu sejak kamu diculik. Malam itu, saat aku mengunjungimu di rumah sak

  • Payung Merah   Bab 36

    Tika memandang ponselnya dengan gamang. Dia masih belum yakin mampu berbicara dengan Axel. Berkali-kali dia membuka nomor kontak lelaki itu lalu menutupnya lagi. "Tika, ada apa dengamu? Bukankah kau sudah putuskan untuk memaki lelaki itu?" umpat Tika pada dirinya sendiri. Tika menghela napas berat. Perlahan dibukanya kembali nomor kontak Axel, lalu secara perlehan dia menekan tombol hijau. Tidak kurang dari satu menit, sebuah suara yang sangat dia rindukan terdengar dari seberang. "Hallo,...." Tiba-tiba air mata mengalir deras dari pelupuk mata Tika, seolah itu sudah ada disana dan menunggu untuk keluar. Lalu tanpa menunggu Axel menyelesaikan ucapannya, Tika menyela, "Ax, apa salahku? Kenapa aku mesti mencintai orang sepertimu? Kenapa aku begitu bodoh?" Tika terisak. Hati Axel sebenarnya ikut sakit mendengar isak tangis Tika. Namun, bila mengingat kembali bahwa Tika pernah mengusirnya, Axel bersikap ketus. "Apa maksudmu, Tika?" ketus Axel. "Aku membencimu, Ax. Aku takut pada

  • Payung Merah   Bab 35

    Tika nampak anggun dengan balutan gaun berwarna merah maron. Sepatu berhak tinggi berwarna putih krem turut mempercantik kaki mungilnya. Wanita itu berjalan dengan riang menghampiri lelaki tampan yang telah menunggu kedatangannya sejak tadi."Kamu cantik sekali malam ini, Sayang," ucap lelaki tampan itu seraya mengulurkan tangan pada Tika.Tika menyambut tangan itu, lalu menggenggamnya erat, "Terima kasih, Ax. Kau juga sangat tampan."Axel dan Tika lalu berjalan masuk ke dalam restoran."Ax, ini tidak seperti yang aku pikirkan bukan?" Raut wajah Tika tampak penasaran melihat tidak ada satupun orang di dalam restoran."Ya, ini seperti dugaanmu. Aku menyewa semua tempat disini. Aku hanya ingin makan romantis berdua denganmu tanpa ada orang lain mengganggu.""Bukankah ini agak berlebihan?""Tidak, tidak. Ini sangat sepadan.""Oh, oke, baiklah. Meski aku berpikir ini sedikit tidak masuk akal.""Tika, please, jangan bahas lag

  • Payung Merah   Bab 34

    "Hai, Rose," sapa Tika ceria begitu wajah Rose tersembul dari balik pintu yang setengah terbuka. Meski sedikit terkejut dengan kedatangan Tika, Rose ikut tersenyum sembari membuka pintu rumahnya sepenuhnya. "Waw, Tika." Mereka berdua berpelukan seolah baru bertemu setelah sekian lama, padahal baru satu hari Tika tidak masuk kantor. "Ayo, ayo masuk Tika. Rei, juga." Rose mempersilahkan Tika dan Reino masuk. "Thanks, Rose," ucap Reino yang mengekor di belakang Tika dan Rose sambil membawa koper milik Tika. "Jadi, kalian mau minum apa?" "Terima kasih, Rose, aku memang sangat haus, apa saja yang segar boleh," jawab Reino. "Tika?" "Tidak ada, aku tidak haus. Nanti akan aku ambil sendiri bila butuh." "Oke." Rose lalu sibuk mengambil beberapa botol minuman dingin dari dalam lemari es, juga mengambil tiga buah gelas. "Rose, aku bilang kan kau tidak perlu repot." "Oh, ayolah Tika, ini tidak repot sama sekali. Hanya minuman dingin instan." "Baiklah, Rose, tempat sandaranku, aku minum

  • Payung Merah   Bab 33

    "Gimana? Udah merasa baikan setelah makan?" tanya Reino pada Tika usai mereka menyelesaikan makan. "Yah, aku merasa lebih bertenaga juga lebih penasaran." "Astaga, Tika. Aku pasti akan menceritakannya. Tapi, sebelum itu, aku penasaran apa yang terjadi sampai kamu diteror seperti ini?" "Ah, itu, mungkin karena aku terlalu baik hati." "Ayolah Tika, ini bukan hal yang bisa dijadikan lelucon. Kamu kemarin diculik dan sekarang diteror. Itu semua kejadian yang mengerikan bahkan untukku yang seorang lelaki. Apalgi buat kamu." Nada suara Reino terdengar frustasi sekaligus khawatir. "Rei, aku masih baik-baik saja sampai saat ini. Kamu tidak perlu begitu khawatir. Aku sedang sial saja." "Oke, oke, tapi bisa kan kamu ceritakan, foto-foto itu?" "Ih, kok, jadi aku yang mesti cerita. Kan kamu yang harusnya jelasin ke aku tentang orang yang kamu kenali di salah satu foto itu." Wajah Tika merengut. "I-iya, sih. Tapi menurutku lebih adil kalau kamu juga menceritakan kisahmu lebih dulu Tika."

  • Payung Merah   Bab 32

    Tika terbelalak melihat bungkusan yang dipeganggnya. Lalu sedetik kemudian wajahnya memucat, diiringi teriakan yang terlontar dari bibirnya."Aaaaaaaaaaa!!!!"Tika menendang jauh bungkusan yang tadi dipegangnya.Ting tong, ting tong,"Aaaaa!" Sekali lagi Tika berteriak. Suara bel apartemen megejutkannya.Meskipun masih terkejut sekaligus takut, Tika memberanikan diri membawa tubuhnya mendekati pintu. Perempuan itu lalu perlahan membuka pintu apartemennya. Rasa lega langsung mengalir ke seluruh pembuluh darahnya melihat Reino berdiri di depan pintu kamarnya."Hai, Tika, selamat pagi," sapa Reino sambil tersenyum manis.Gegas Tika memeluk Reino karena merasa senang dan aman."Hei, ada apa ini, Tik?" tanya Reino kaget dengan perilaku Tika yang tidak biasa."Nggak apa-apa, aku seneng aja, kamu datang. Ayo masuk." Tika mempersilahkan Reino masuk.Reino mengikuti Tika, lalu matanya menangkap bungkusan yang tadi Tika bua

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status