Fatimah kembali ke kamarnya begitu selesai bercinta dengan Arya. Pria bertubuh besar dengan keperkasaan kecil itu tidak ada tandingannya dengan dirinya. Dia masih merasakan area bawahnya gatal sekali.
Sebelum masuk ke kamar, dia sempat berpapasan dengan Lily yang tersenyum misterius. Dari tatapan matanya seolah ingin berbicara bahwa. Lihat saja apa yang akan terjadi nanti. Sepertinya wanita tua itu merencanakan sesuatu yang licik, tapi Fatimah tidak memperdulikannya. Baginya tidak ada yang perlu ditakutkan di dunia ini. Kehidupan penjara sudah cukup menggerikan dari apapun.
Saat akan merebahkan diri, tiba-tiba dia mendengar suara bising dari ruang tamu. Fatimah langsung membangkitkan tubuhnya dengan posisi duduk sambil memasang pendengaran. Di rumah ini hanya ada Arya dan Lily, tapi entah kenapa Fatimah seperti mendengar suara orang lain.
“Apakah ada tamu?” batin Fatimah penasaran. Segera dia beranjak dari tempat duduknya dan berniat mengintip dari pint
Fatimah dibawa ke sebuah pemukiman. Bukan sebuah pemukiman biasa. Di mana sejauh mata memandang, terlihat banyak wanita yang memamerkan lekuk tubuhnya di sepanjang jalan. Kebanyakan dari mereka sudah berusia lanjut. Mungkin mereka adalah golongan wanita bayaran yang sudah jarang terpakai. Kalaupun terpakai pasti bertarif murah. Lebih dalam ke permukiman itu. Terlihat sekarang olehnya beberapa rumah yang terdapat etalase. Fatimah tahu kalau itu adalah tempat memajang wanita-wanit yang bertarif lumayan. Mungkin dirinya juga akan berada di sana nantinya. “Kita sudah sampai geulis, ayo masuk.” Mami turun dari mobil mewah itu. diikuti Fatimah di belakangnya. Sebuah rumah mewah nan megah berdiri di antara pemukiman itu. Terlihat menonjol dan berkelas. Tepat seperti dugaan Fatimah kalau Mami ini bukan orang sembarangan. Di dalam rumah megah itu, Mereka disambut oleh para wanita nakal. Mereka menyapa ramah kepada mami. Tapi, tidak dengan dirinya yang lebih ke
Hotel bintang lima, Catty turun didamping ajudan menuju kamar yang sudah ditentukan. Tidak ada kecanggungan seperti jalang baru. Catty terlihat sangat santai. Dia justru merasa bangga karena ekslusif berada di hotel mewah. Tidak seperti jalang-jalang murahan yang biasanya di hotel melati. Udah begitu digrebek lagi. kasihan sekali mereka. Sampai di depan ruang deluxe room, ajudan mengetuk pintu. Terdengar sahutan suara berat dari dalam dan langkah kaki yang terdengar mantap. Pintu terbuka. Waktu seakan berhenti berputar bagi Catty saat melihat siapa sosok yang ada di hadapannya ini. Pria berkulit sawo cerah dengan tampang charming. Tapi apakah ini benar-benar dia! “Masuk,” perintah pria itu. Ajudan menatap heran Catty yang sedang terbengong. Dia pun menepuk tangannya satu kali sehingga Catty tersadar. “Ayo masuk,” bisik ajudan itu yang tidak enak hati kepada CEO muda itu. Pria itu hanya menggeleng-gelengkan kepala sambil berceletuk. “Te
“Sudah santai saja, sambil makan.” Bagaimana bisa Catty makan dengan tenang kalau sebuah jempol sedang bermain-main dilubang senggamanya. Menggesek-gesek bibir bawah merah merekah yang mulai berlendir. Bram terkekeh melihat Catty yang menahan diri untuk tidak mendesah. Catty sudah selesai makan, walau terburu-buru. Dia segera meminum orange juicenya untuk memperlancar jalannnya makana sampai ke perut. Begitu melihat ke arah Bram, dia tercenung karena pria itu tidak ada di tempat. Catty mengedarkan pandangan. Keheranan kemana perginya pria itu. Sampai matanya terpejam dan mulutnya ternganga tatkala merasakan jilatan yang begitu intens di bawah. “Bram!” sebutnya sambil mencengkeram rambut Bram yang bergerak –gerak dengan begitu cepat. Betapa beringasnya pria itu menggarap liang senggamanya. Bahkan, Catty sampai menggeliat tatkala merasakan gigitan ke sesuatu yang mirip kacang. Belum lagi kumis dan jambang seolah sengaja digesek-gesekan. Memberik
“Dari teman bisnis ya, Bram?” tanya Catty. Tidak ingin terkesan ingin tahu. “Mau tahu saja.” Bram menyahut sambil mencomot bulatan indahnya. Merasa tidak perlu membicarakan hal tersebut kepada wanita penghibur. Dalam benak Bram, mereka tidak tahu apa-apa soal bisnis. Paling mentok urusan ranjang. “Biar kutebak, pasti perusahaan Schimmer Group yang menangani resortmu?” Bram melepas mulutnya. Dahinya berkerut,”Kok tahu kamu soal perusahaan itu?” “Ya, tahulah. Siapa yang enggak tahu dengan kinerja perusahaan besar tersebut. Hampir semua proyek besar di negeri ini menggunakan jasa tendernya. Terlebih, perusahaan Manto yang dimiliki oleh istri dari Andrew. Menjadikan perusahaan property Schimmer Group semakin besar saja.” Bram terbelalak. Tidak menyangka kalau penjelasan tersebut terlontar dari mulut wanita penghibur. Wanita yang dikatakan dari kampung. Baru saja menjajakan diri. Tetapi, pengetahuannya soal bisnis cukup luas. Menarik sekali.
Pertempuran panas berakhir dengan jatuhnya Catty di atas tubuh besar itu. Bagaimana Catty mengejang merasakan puncak yang begitu menegangkan sekaligus memuaskan. Meski Bram kewalahan dan hampir menyerah. Nyatanya pria itu juga mampu membuat Catty merasa di titik klimaks. “Kamu benar-benar tidak terduga Catty. Awalnya aku sempat berpikir untuk menyewa dua sampai tiga wanita untuk menemaniku malam ini, tapi ternyata cukup dengan kamu saja, aku sampai kelelehan seperti ini.” Bram berkata di sela nafasnya yang memburu. Bau mulut bercampur dengan aroma tubuhnya. Khas keringat pria jawa yang sedap dan tidak menyengat. Catty suka. Apalagi tubuh besar yang membuatnya sangat betah untuk berlama-lama di situ. “Makanya jangan suka meremehkan orang, kamu sendiri kan yang akhirnya keteteran.” Catty menyahut. Bram tersenyum. Tangan besarnya mengelus-elus rambut Catty yang sependek bahu. Turun hingga punggung mulusnya. Naluri Catty sebagai wanita merasa nyaman mendapatkan sentuhan
Tiba di rumah mami Cleopatra, Suasana begitu sepi. Mungkin para pekerja sedang beristirahat atau menginap dengan para tamu di luar seperti dirinya. Mirna dan Mami Clepatra juga tidak terlihat. Hanya pria-pria bertubuh besar yang tampak sigap menjaga penjuru rumah. Memastikan keamanan dan tentunya penjagaan dari para pekerja yang berniat kabur. Catty langsung menuju kamar mewahnya. Melempar tas serampangan. Merebahkan diri. Memeluk guling sambil berguling-guling membayangkan malam yang indah bersama dengan Bram. CEO muda nan perkasa. Serta sikap lembutnya yang mengingatkannya tentang Benny. Memang Benny sudah tiada, tapi jiwanya seolah bereinkarnasi ke tubuh Bram. Kepribadian yang sama dengan jiwa yang baru. Masih memeluk guling, Catty melihat ke langit-langit. Tak bisa menyembunyikan senyum malu-malunya. Di antara semua lelaki, hanya Bram-lah yang nyaris mendekati sempurna. Rizal, Siswanto, Andrew yang beringas hanya menganggapnya pemuas nafsu, tidak dengan B
Briefing malam itu di ruang pribadi Mami Cleopatra. Khusus untuk wanita bayaran Ekslusif yang akan melayani para tamu istimewa.“Catty, malam ini sampai seminggu ke depan. Kamu melayani Tuan Bram. Dia sepertinya sangat suka dengan service kamu. Good.”Mami Cleopatra tersenyum sambil mengelus-elus musang putih yang bertengger di lehernya. Dari awal, dia sudah memprediksi bahwa Catty akan sangat menjanjikan. Hari pertama saja, dia sudah membuat tamu tetap superkaya mau mem-bookingnya sampai seminggu penuh.Jenny geram mendengarnya. Sebelumnya dialah yang menjadi langganan tetap Tuan Bram. Gara-gara Catty, posisinya tergeser.“Ini tidak adil, Mami. Harusnya aku yang melayani Tuan Bram. Aku jauh lebih pengalaman dan hot dibandingkan dengan dia.”Senyum Cleopatra memudar. Tatapannya tajam ke arah Jenny.“Ini atas permintaan langsung dari Tuan Bram, kalau kamu mau protes silakan langsung kepada beliau.” Cleopatr
“Long time no see, Tuan Bram.” Suara itu terdengar menjijikan. Siapa lagi kalau bukan Arya. Sekilas pria itu melirik ke arah Catty sambil menyeringai. “Arya, bagaimana kabarmu?” Bram berdiri menyambutnya. Berpelukan sambil menepuk-nepuk pundaknya. Terlihat akrab sekali. “Baik, Tuan Bram.” “Oh, iya kenalin ini Catty.” Arya menoleh sepenuhnya ke arah Catty yang terlihat malas untuk berdiri. Kalau bukan karena Bram, dia tidak sudi bersalaman dengan si brengsek ini. Pria yang terang-terangan telah melecehkannya dan yang lebih parah menjualnya dengan harga yang sangat tinggi. “Saya sudah mengenalnya, Tuan Bram. Sebelum bersama dengan Mami, terlebih dahulu dia bersama saya. Bukan begitu Catty?” Catty tersentak. Tidak menyangka kalau Arya akan membukanya di sini. Sementara, Arya tersenyum penuh kemenangan melihat reaksi Catty. “Dia pernah bekerja sebagai pembantu di apartemen saya, Tuan. Rajin sekali kerjanya. Sampai Mami datang. Beli