Share

3. Tawaran Menyakitkan

Penulis: El Baarish
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-30 19:04:13

Bab 3

ADARA

*

Dara menatap amplop tebal di depannya. Sejenak gadis itu diam, lalu menyunggingkan senyum sinisnya pada wanita itu. Ini bukan untuk pertama kali ia direndahkan seperti itu.

"Apa ibu selalu menyelesaikan semua hal dengan uang?" tanya Dara penuh penekanan.

Wanita paruh baya itu tersenyum, menatapnya tajam. "Saya hanya menyelesaikan apa yang perlu saya selesaikan. Saya hanya melindungi apa yang perlu saya lindungi."

Benar seperti dugaan Dara. Saat wanita itu menelepon, ia menebak sesuatu akan terjadi padanya. Sesuatu seperti sekarang ini, direndahkan dengan uang seolah segala hal di dunia ini bisa selesai dengannya. Seolah semua hal di dunia ini hanya senilai uang semata.

"Jangan pernah bilang kalau kamu itu anak yang terlahir tanpa ayah, Dara! Dengarkan, Om! Tidak ada lelaki yang akan menikahimu jika mereka tau kamu tak punya wali nikah." Paman Dara selalu mengatakan seperti itu. Namun, Dara tak bisa membenarkan perkataan pamannya.

"Katakan saja sebagai anakku. Biar aku yang akan jadi walimu. Atau kita pindah sana namamu masuk dalam KK kami," tambah pamannya waktu itu.

"Itu dosa. Dara nggak mau berada dalam perzinahan terpimpin itu."

"Justru status Dara akan menentukan mana lelaki yang tulus," tambahnya.

Dara lebih memilih mengakui daripada harus mengikuti perintah pamannya. Meskipun ia selalu akan berakhir tragis dalam hubungan percintaannya. Tak mengapa asalkan ia tak mengulang kesalahan yang sama seperti ibunya. Mengulang noda turunan yang kerap dicap oleh banyak orang. Dara ingin membuktikan bahwa ia terlahir sama seperti anak lain, meskipun hingga kini ia merasa tak pernah mendapatkan hak itu.

Seperti saat ini, ibu dari seseorang yang baru saja mengajaknya menikah mendatanginya dengan membawa sejumlah uang. Uang yang akan diberikan untuk Dara dengan imbalan harus menjauh dari anaknya.

Rayyanul Fatha. Wanita yang kini di depan Dara adalah ibu dari lelaki itu. Lelaki yang beberapa minggu lalu bertemu dengan Dara dan mengatakan jatuh cinta padanya.

"Kalau saya minta semua harta ibu untuk saya, sanggup?" tanya Dara sambil tertawa sinis.

"Ah, iya. Menguntungkan juga kalau dapat semua harta ibu. Lumayan bisa kaya mendadak. Gimana, setuju?" Dara masih tertawa sambil menggelengkan kepala, meski dalam hati ia simpan ringisan perih.

"Kamu jangan keter laluan!" sergah wanita di depan Dara. Ia melihat gadis itu lumayan keras kepala. Mungkin jika gadis lain yang ia datangi, maka akan menangis atau bersujud padanya memohon restu. 

Dara sedikit mencondongkan tubuhnya ke depan wajah ibu Rayyan, menegaskan apa yang perlu diketahui wanita itu. Menegaskan bahwa ia bukan gadis yang mudah digertak.

"Saya memang miskin. Tumbuh besar di keluarga yang miskin, tapi saya memiliki harga diri yang tinggi." Dara menggeser amplop cokelat hingga tepat di depan wanita itu.

Bahkan rasa lelah yang tengah dirasa Dara setelah seharian bekerja, kini bertambah saat melihat wanita itu dan menghadapinya.

"Dan, saya rasa ibu adalah salah satu orang kaya yang suka menghamburkan uang untuk hal yang tak penting. Tanpa memberikan uang ini pun, saya akan menjauh dari anak ibu. Gak perlu repot-repot, Bu." Dara tersenyum sinis. Menunjukkan sisi kuat dan tak ingin diinjak, padahal dalam hatinya telah remuk redam tak terelakkan. 

"Oh, jika ingin terlihat baik dan ringan tangan, kenapa enggak ke panti asuhan, ke masjid atau panti sosial lainnya. Lebih terkesan baik." Dara menekan sinis, membuat Yasmin menatap tajam padanya.

Banyak orang memperlakukan orang lain berdasarkan harta dan kedudukan. Dara tidak punya apapun di sini, ia hanya memiliki harga diri yang tinggi, dan itu yang selalu coba ia pertahankan.

Wanita itu mengangguk-angguk melihat keberanian sikap Dara. Entahlah dari mana putranya menyukai gadis itu, sama sekali tak setara dengannya dari segi apa pun. Sama sekali tak memiliki sopan santun dan sombong.

"Ma, aku akan menikahinya. Dia beda, Ma." Rayyan berkata pada ibunya. Membuat telinga wanita itu terasa panas. Jika dibandingkan dengan Sandra, Dara tentu tidak ada apa-apanya. 

"Kamu gak boleh nikah selain sama Sandra." Wanita itu menegaskan. Ia tak ingin Rayyan salah memilih jodohnya.

Sandra, gadis cantik lulusan kedokteran yang kini menjadi salah satu dokter spesialis kandungan di rumah sakit swasta di Jakarta. Sandra dan Rayyan sudah berteman sejak SMP, jadi tak ada salah jika mereka menikah karena sudah saling mengenal. Cocok dengan Rayyan yang juga merupakan seorang dokter, pun mereka bekerja di rumah sakit yang sama.

Rayyan tetap pada pendiriannya. Ia tak bisa membiarkan orang lain menentukan kata hatinya. Tentang cinta dan perasaan hanya ia sendiri yang bisa menentukan.

Permintaan Rayyan membuat Yasmin sebagai seorang ibu menjadi gusar. Ia hanya membayangkan masa depan anaknya akan gelap jika menikah dengan Dara.

Lalu, Yasmin mengambil nomor Dara dari ponsel anaknya. Wanita itu menghubungi Dara untuk meminta bertemu dan membuat suatu kesepakatan.

"Ada lagi yang ingin dikatakan, Bu?" tanya Dara sebelum beranjak pergi dari cafe itu. Ia merasa gerah menghadapi wanita itu.

"Tidak ada hal yang penting, selain persetujuan untuk menjauhi anakku."

Dara tersenyum miring pada Yasmin yang meraih cangkir teh dan menyesapnya.

"Dengan uang, ibu bisa kendalikan banyak hal. Namun, tidak dengan perasaan."

"Apa maksudmu? Kamu tetap ingin mendekati anak saya?" tanya Yasmin semakin dibuat bingung oleh sikap Dara. Sementara Dara, ia suka melihat Yasmin kepanasan.

"Melanjutkan apanya? Saya bahkan belum memulai. Dokter Rayyan yang selama ini ngejar-ngejar saya. Sementara saya sendiri tahu di mana tempat saya harus berdiri. Jadi, tolong jangan temui saya lagi dengan menginjak harga diri seperti ini."

Setelah mengatakan itu, Dara pergi dari hadapan ibu Rayyan. Pergi meninggalkan kalimat yang sedikit menohok hati Yasmin. Namun, itu tak memberi perubahan yang besar, karena Yasmin tetap tak mau menerima Dara sebagai menantunya.

Kelas mereka beda. Kasta yang berbicara.

Dara ibarat lumpur kotor yang terinjak di bawah sepatu orang-orang. Bagaimana bisa Rayyan akan mengambil kotoran yang bahkan orang lain menghindarinya?

*

Bohong. Semua yang Dara katakan pada ibu Rayyan adalah kebohongan. Kebohongan dari hatinya untuk tetap menjaga harga diri. Kalimat-kalimat wanita itu serupa pisau yang mengoyak hatinya begitu dalam. Dara merasa kembali terhina dan seolah tak boleh mendapatkan hak untuk mencintai. Tak mendapatkan hak untuk bahagia.

Andai bisa mengulang waktu, Dara ingin tak pernah bertemu dengan Rayyan. Gadis itu tak ingin membuat luka baru di hatinya. Padahal berkali-kali ia katakan pada diri sendiri untuk tak boleh sembarangan jatuh cinta. Kenapa hati serumit itu? Kenapa Dara harus jatuh cinta pada lelaki yang jauh di atas levelnya.

Setelah pulang dari cafe, Dara langsung pulang ke rumah. Ia ingin mengekspresikan dirinya sendiri yang lemah. Gadis itu meringkuk di atas ranjang di dalam rumah setengah bata itu. Meringkuk sambil menangis menahan isakan. Karena bisa jadi kakek dan nenek bisa mendengarnya dari luar, dan Dara tak mau itu terjadi.

Bukan pertama kali ia direndahkan karena statusnya. Noda turunan yang seolah menempel di wajahnya. Hingga ke mana pun ia pergi, noda itu tetap mengikuti. Noda yang ditorehkan oleh seorang lelaki dalam rahim ibunya. Noda yang tak pernah bisa dibersihkan dengan apa pun, hingga Dara harus ikut menanggung sia lnya.

Kadang, Dara berpikir bahwa seseorang harus bertanggungjawab atas hidupnya. Seseorang yang ia sebut ayah biologisnya, tapi hingga kini ibu Dara tak pernah bicara siapa pelakunya. Dara berjanji untuk tidak memaafkan siapa pun yang telah membuat hidupnya seperti itu, ia mengutuk lelaki yang menanamkan benih di rahim ibunya.

Gadis itu telah mencoba untuk lupa. Dara telah mencoba untuk mengabaikan, tapi sialnya perasaan itu tetap ada. Perasaan cinta yang telah ia bunuh beberapa kali dalam hidupnya. Kadang ia merasa bahwa tak mengapa jatuh cinta, ia juga perempuan biasa yang memiliki perasaan itu. Namun, kejamnya saat orang-orang menyadarkan tentang statusnya. Menyadarkan tentang ia yang tak boleh jatuh cinta, karena tak akan ada yang menerimanya untuk dinikahi.

Itu menyakitkan.

Dara masih terisak di atas ranjangnya, kini ia menutup wajahnya dengan sebuah bantal. Namun, gadis itu mengusap air matanya dengan cepat saat sebuah ketukan terengar di depan pintunya.

"Dara … nenek sakit lagi."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Pejuang Cinta Pendobrak Kasta   41. Selesai

    Bab 41“Apa kabar, Liana?” tanya Damar sesaat setelah ia duduk bersama mereka.Liana yang ditanya seperti itu malah diam. Perempuan itu diam cukup lama dengan wajah masih menatap cinta masa lalunya. Menatap lelaki itu dalam-dalam seolah sadar bahwa ini adalah kesempatan terakhirnya.Lalu, meneteslah air mata di pipinya. Ia tak berkedip, seolah membiarkan air matanya mengalir begitu saja hingga berkumpul di ujung dagunya yang indah itu.Dara dan Rayyan saling menatap. Entahlah, satu sisi mereka merasa bersalah karena telah mempertemukan dua orang yang saling mencintai tapi tak bisa saling memiliki.Itu menyiksa!Namun, dibiarkan tetap jaga jarak dengan pertanyaan yang belum selesai di masa lalu, itu juga lebih menyiksa.Keduanya hanya berharap bahwa orangtua mereka bisa lebih bijaksana layaknya orang dewasa. Ia berharap mereka bisa move on dengan cintanya.Takdir. Ya, ini tentang takdir yang tak membiarkan mereka bersama.Ditatap seperti itu pun, Damar hanya bisa sekuat tenaga meredam

  • Pejuang Cinta Pendobrak Kasta   40. Selingkuh Hati

    Bab 40Mereka sedang memesan makanan, Liana ikut saja pada Dara terserah mau pesan apa, yang penting bisa dimakan untuk perbaikan gizinya.Lalu, suara Liana mengalihkan pandangan Dara dan Rayyan yang tengah sibuk memilih menu.“Mas Damar …?” lirih Liana sambil menatap lelaki yang berjalan ke arahnya.Damar tersenyum perih melihat cinta masa lalunya yang menatapnya dengan masih penuh cinta seperti waktu dulu. Masih tampak binar itu di matanya.Wajahnya masih sebersih dulu. Matanya, hidungnya. Hanya pipinya terlihat lebih kurus dari yang dulu. Ah, Damar bahkan masih bisa membayangkan indahnya rambut lurus Liana meski saat ini ia sudah memakai jilbab.Dara dan Rayyan juga tersenyum menyambut lelaki itu.“Silakan, duduk, Pa!” kata Rayyan.Selama ini Damar selalu bertanya tentang keadaan Liana pada Ray, karena tak ingin menemuinya secara langsung. Ia tak ingin membuat suasana lebih rumit akan kehadirannya.Namun, hatiny selalu ingin tahu kabarnya.“Gimana keadaan ibunya Dara?” tanyanya wak

  • Pejuang Cinta Pendobrak Kasta   39. Bertemu

    Bab 39.Rayyan dan Dara semakin sering bertemu karena pengobatan Liana. Seperti hari ini, mereka kembali lagi ke rumah sakit untuk membawa Liana berobat jalan.Dokter bilang agar Liana sebaiknya jangan putus obat dulu meskipun sudah terlihat tenang. Karena yang namanya penyakit bisa saja kambuh lagi kapan saja, seperti penyakit fisik lainnya.Antara merasa sedih atau senang karena Dara dan Rayyan sering bertemu. Saling melepas rindu dalam diam, tapi di lain kesempatan mereka juga saling bersiap-siap untuk berpisah.Rayyan seringkali mengirimkan pesan untuk Dara, hanya sekadar menanyakan kabar ibunya. Meskipun sebenarnya bukan hanya itu yang ingin ditanyakan. Namun, keduanya paham dan saling menjaga batasan. Batasan untuk semakin mencintai satu sama lain.Dara bahkan sering menolak saat Rayyan minta mengantar ke rumah sakit. Sadar diri, bahwa semakin hari ia semakin jatuh dalam rasa cinta dan pesona seorang Rayyan. Jatuh cinta lagi pada kebaikan dan ketulusan Ray.Sementara Rayyan, te

  • Pejuang Cinta Pendobrak Kasta   38. Objek Trauma

    Bab 38“Maunya kamu apa, Ray?” tanya Yasmin saat mereka hampir selesai sarapan pagi.Ray menautkan alis sejenak, terlihat bingung.“Maksudnya apa, Ma?” Rayyan balik bertanya.“Kamu apakan Sandra sampai dia nangis?” Rayyan tersenyum miris dan sinis. Yasmin yang melihat itu, merasa putranya sudah sama seperti Dara saja. Yasmin masih selalu terbayang tawa sumbang dan senyum sinis gadis itu.Sangat memuakkan baginya. Gadis miskin yang sombong!“Sandra ngadu ke mama?” tanya Rayyan.“Kebetulan mama ketemu dia lagi nangis,”“Berarti mama udah tau dong jawabannya.”Damar yang saat itu juga sedang berada di meja makan, menatap Rayyan agar tak membuat keributan dengan mamanya pagi-pagi seperti ini.Rayyan paham. Yang ia tak habis pikir adalah kenapa Sandra terkesan malah menjadi-jadi. Ini ulah mama, atau memang Sandra yang terlalu menginginkan pernikahan itu.Padahal terang-terangan Sandra tahu bahwa Ray tak bisa mencintainya.Itu bukan seperti Sandra yang dia kenal.“Aku mulai risih sama dia,

  • Pejuang Cinta Pendobrak Kasta   37. Cinta Lama

    Bab 37“Gimana kabar ibumu, Dara?” tanya Damar saat Dara mengajaknya bertemu di suatu tempat.Mereka duduk di dekat taman yang jauh dari pusat kota, agar tak tertangkap oleh mata-mata Yasmin.“Alhamdulillah, Pak. Jauh lebih baik,” jawab Dara.Damar mengangguk-anggukan kepala, bahagia mendengar kabar Liana. Mendengar namanya saja disebutkan, seolah kembali menggetarkan cinta lamanya.Namun, Damar berusaha untuk tetap pada komitmen yang telah dibangunnya bersama Yasmin. Ia bukan lagi anak muda yang masih mengedepankan ego. Ini tentang harga diri, janji dan tanggung jawab.Dara mengamati raut wajah lelaki paruh baya di depannya. Ia mengerti betapa cinta itu masih menyala dalam binar mata itu. Namun, kembali ke konsep semesta, bahwa adakalanya pertemuan bukan untuk penyatuan, tapi untuk sekadar berkenalan dengan rasa, jatuh cinta, lalu rindu, dan kemudian terpisahkan oleh banyak sebab.Dara jadi sedikit meringis mengingat perasaannya untuk Rayyan. Mungkin akan berakhir seperti itu juga.

  • Pejuang Cinta Pendobrak Kasta   36. New Normal

    Bab 36“Kondisi Liana makin membaik, tapi saya lihat dia masih suka nangis kadang-kadang, mungkin mengingat kejadian yang menimpanya di masa lalu,” kata Dokter saat Dara dan Rayyan menemuinya sore ini.“Kalau memang tidak memungkinkan untuk ditanyai tentang itu, jangan ditanya, jangan diungkit, karena itu bisa menyebabkan mentalnya down lagi.”“Apalagi bertanya tentang pelaku, sebaiknya jangan dulu, tunggu keadaannya benar-benar pilih,” tambah dokter paruh baya itu.Dara mengangguk mengerti. Memang kebenciannya untuk pelaku sangat memuncak sejak dulu. Ia ingin sekali ibunya membuka mulut tentang siapa pelakunya, dan Dara akan memberikan hukuman untuknya.Hanya Liana sebagai korban yang tahu siapa pelakunya, sementara orang lain, orang di desa mereka dulu, tidak ada yang tahu.Herman sudah mencari tahu itu, ia pernah mengumpulkan warga desa dan bertanya satu persatu. Juga mencari tahu dengan cara lain, takut jika warga ada yang berbohong.Namun, sepertinya mereka jujur, karena rata-rat

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status