Share

7. Jebakan

Bag 7

.

Semua menatap curiga pada Dara karena cincin itu terjatuh dari dalam tasnya. Dara sendiri, wajahnya tampak pias karena ketakutan. Tak mungkin cincin itu ada dengan sendirinya di tas Dara.

Yasmin mendekat dan menatap tak suka pada Dara, lalu ia berjongkok untuk mengambil cincin yang terpelanting tak jauh dari kaki Dara.

"Tolong jelasin kenapa ini ada di kamu?" tanya Yasmin penuh penekanan.

Dara diam, ia tak mampu berkata. Wajahnya mendadak pucat disertai degup jantung yang bertalu. Sejenak ia menggeleng menatap Rayyan yang berdiri di sampingnya, tapi lelaki itu malah menatapnya meminta penjelasan.

"Begini ya kelakuan kamu yang sebenarnya. Datang ke rumah orang dan merasa punya kesempatan untuk mencuri." Yasmin mencerca semakin menjadi-jadi. Sementara yang lain hanya menatap Dara dan menunggu penjelasannya.

"Perempuan pencuri tak layak menjadi menantu di rumah ini! Ray terlalu berharga untuk bersanding dengan pencuri seperti kamu!" Yasmin melayangkan telunjui tepat di depan mata Dara.

"Ma!" potong Rayyan yang merasa mamanya sudah diluar batas.

Damar mendekat, dan menenangkan istrinya. Sementara Rayyan mendekat pada Dara dan kembali meminta penjelasan.

Dara masih diam membisu, kemudian perlahan air matanya menetes di pipi. Seolah apa yang kini ia rasakan terlampiaskan lewat air matanya. Kacau! Acara makan malam yang Rayyan pikir akan berjalan sebagaimana mestinya, hancur sudah.

Tiba-tiba Dara mendekat pada Yasmin, ia berlutut dan memegang kaki perempuan itu. Dara menangis dan mengiba untuk dimaafkan atas kesalahannya.

Dara terus menangis, dan memohon untuk dimaafkan. Sementara Yasmin menatapnya tak acuh. Ia tak bisa terima seorang gadis yang memiliki kepribadian buruk seperti Dara.

Rayyan ingin menggapai tubuh Dara, dan membantunya untuk bangun. Namun, Dara bersikeras masih ingin tetap di sana, di dekat kaki Yasmin.

"Tolong jangan lapor polisi. Saya terpaksa mencuri. Saya pikir uangnya akan bisa untuk menghidupi hidup saya untuk beberapa bulan, bahkan mungkin tahunan." 

Yasmin tersenyum sinis menatap wajah memelas di bawahnya.

Dara menangkupkan dua tangannya, berharap mendapatkan sebuah kemaafan.

"Aku nggak nyangka kamu seperti itu, Dara! Aku pikir kamu beda!" Rayyan terlihat kecewa dengan apa yang baru saja ia lihat.

Ia mencoba untuk kembali percaya, tapi apa yang dilihatnya sungguh mematahkan kepercayaannya. Rayyan terluka dengan sikap Dara yang terlihat baik selama ini, tapi rusak pada akhirnya.

"Lihatlah, Ray! Insting seorang mama memang tak pernah salah." Yasmin begitu yakin bahwa Dara memang bukan gadis baik-baik.

"Tolong maafkan saya. Saya tidak mau berurusan dengan polisi. Saya takut nenek dan kakek jadi khawatir." Isakan Dara semakin terdengar menyayat.

"Saya akan tetap lapor polisi," tegas Yasmin yang membuat suaminya menatapnya kaget. Menurutnya hal itu tidak perlu diperpanjang, karena cincin yang hilang itu sudah ada di tangannya.

Fahira dan Rayyan hanya mampu diam. Rayyan ingin membela, tapi ia sendiri begitu terkejut dengan semua itu.

Di bawah kaki Yasmin, Dara mulai menatap tajam entah ke mana. Kemudian ia menyeka sudut matanya dengan, sembari sedikit meremas betis Yasmin yang membuat perempuan paruh baya itu meringis.

Yasmin melotot tajam tepat saat Dara bangun dan kembali menyeka sudut matanya. Gadis itu tersenyum sinis dengan bola mata yang persis seperti tatapan saat keduanya bertemu di cafe beberapa waktu lalu. Masih sama menyebalkan dan menyinggung sisi tinggi dari seorang Yasmin Adijaya.

"Anda pasti ingin mendengar saya merengek seperti itu, kan? Anda berharap saya mengiba di bawah kaki itu, iya?" Dara tertawa, tapi ia menyeka sudut matanya lagi. Ia tentu harus menunjukkan ketegaran yang ia miliki.

"Tidak! Saya nggak akan seperti itu. Jebakan Anda terlalu klise. Ah, saya pikir Anda adalah orang sibuk yang tak punya waktu untuk menonton shitnetron ala-ala. Nyatanya saya salah!"

"Orang seperti Anda, pasti puas banget liat orang mengiba di bawah kaki tanpa daya. Sayangnya saya nggak akan membiarkan itu terjadi. Maaf karena sudah bikin Anda kecewa!"

Semua yang ada di situ saling menatap bingung pada apa yang baru saja dikatakan Dara. Hanya suara Dara yang menguasai ruangan itu.

"Lapor polisi?" tanya Dara mengulang semua yang diputuskan Yasmin beberapa saat lalu.

Dara sejenak berpaling, lalu kembali menyunggingkan senyum sinisnya tepat di depan wajah Yasmin.

Sementara Yasmin mengangguk, tapi ada keraguan dalam anggukannya. Ia bahkan dengan susah menelan ludahnya sendiri. Yasmin mulai terlihat gentar melihat Dara.

"Gimana kalau saya saja yang lapor Anda ke polisi?" tanya Dara sinis.

"Apa-apaan, Dara?" tanya Rayyan menghentikan Dara. Namun, gadis itu mengangkat tangannya di udara, mengisyaratkan Rayyan untuk diam.

"Yang nyuri itu kamu. Saya korbannya di sini!" tegas Yasmin. Sementara Dara dibuat tertawa olehnya. Ia tak peduli pada semua keluarga Rayyan yang berada di sana, karena saat ia mempertahankan harga diri, ia akan melakukan segala cara.

Dara menghela napas lelah. Sejak Rayyan mengajaknya ke rumah, ia sudah menimbang-nimbang baik dan buruknya. Ia sudah memikirkan kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan terjadi. Karena sejak awal, Yasmin memang tak menyukainya, lalu saat ia datang, wanita itu memujinya?

Oh, come on! Wanita yang kini kikuk di depannya tak mungkin secepat itu berubah.

"Terkadang, untuk orang kecil seperti saya, bukti pun tidak akan membawa pengaruh besar. Entah di persidangan atau di mana pun, intinya di dunia orang-orang yang merajakan uang sebagai segalanya." Dara menatap satu persatu keluarga itu. Kemudian ia mengeluarkan ponsel dan memutar sebuah video.

Saat Dara pergi ke toilet, ia melihat Fahira dan Simbok yang sibuk menyiapkan makanan di dapur. Ia ingin bantu, tapi segan. Satu hal yang ia pikirkan, mana ada orang kaya yang mengundang tamu, tapi tak bersiap terlebih dahulu.

Lalu, Yasmin menyuruh Fahira membantu Simbok, dan Rayyan disuruh memanggil papanya. Seperti sebuah perintah yang sudah direncanakan. Mana ada tuan rumah yang meninggalkan tamu seorang diri. Itu hanya akal-akalan Yasmin untuk menjebak Dara. Yasmin bahkan tak membiarkan Dara makan dulu, atau berlama-lama di rumah itu.

Dara menduga-duga, meskipun ia tak tahu apa yang sebenarnya Yasmin rencanakan. Hingga saat Dara kembali dari toilet, ia melihat Yasmin berjalan dari arah kamar dan meletakkan sesuatu di dalam tas yang Dara letakkan di sofa rumah itu.

Segera saja Dara mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Ia merekam aksi cepat itu yang tentu akan sangat dibutuhkan nantinya. Kemudian ia mulai merancang rencana.

Dara mengatur alarm di ponselnya, kira-kira beberapa menit ke depan. Kemudian ia masukkan ponsel ke dalam tas, dan cincin di atasnya agar saat ia mengambil ponsel, cincin itu ikut terangkut dan jatuh.

Ponsel Dara berbunyi, dan ia rasa adalah saatnya berakting.

"Gimana, world class?" tanya Dara setelah semuanya menonton video itu.

Wajah Yasmin tampak pias karena malu. 

"Ma, bener ini?" tanya Damar berharap kejujuran istrinya.

Yasmin hanya diam. Rasanya di detik itu ia ingin menenggelamkan diri ke dasar bumi. Memalukan sekali. Ia menatap tajam pada Dara yang semakin membuatnya benci.

Fahira menggeleng, tak percaya mamanya sanggup menjebak orang lain hanya untuk mencoreng kesan baik di hati Rayyan.

"Satu hal yang harus kalian tau, bahwa saya tahu kelakuan saya ini tidak baik. Tapi bersikap tak sopan dan kurang a ja r dengan orang yang setimpal, itu wajar."

Dara mengambil kembali ponselnya, lalu ia melangkah pergi dari rumah itu. Rumah yang hampir saja mempermalukannya.

Rayyan mengejar dan terus memanggil nama Dara, tapi langkah gadis itu tetap berjalan. 

"Aku antar kamu balik ya!" pinta Rayyan.

"Ck! Nggak usah!" Dara menepis tangan Rayyan yang memegang lengannya. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status