Share

Part 2 Hari Pertama Kerja

"Perjalanan yang cukup seru, ya," seru Budi saat mereka memasuki tenda medis.

"Aku tidak menyangka perjalanan kita untuk dapat sampai ke sini sangat menegangkan," lanjut Jesika.

"Lebih baik kita beristirahat karena besok kita akan langsung terjun ke lapangan," intruksi Daniel.

"Oh iya, Daniel," panggil Jesika. "Seperti biasanya saat bertugas setelahnya kita diminta untuk membuat laporan, kamu bisa menjadi ketua pelaksana?"

"Iya, aku pun merasa di sini hanya kau yang pantas," imbuh Budi.

"Baiklah," putus Daniel.

"Aku bisa menjadi sekretaris untuk membuat laporan," usul Jesika.

"Lalu aku menjadi apa?" tanya Budi.

"Kamu bisa menjadi seksi dokumentasi," ujar Jesika.

"Seksi dokumentasi? Tidak terlalu berat, baiklah."

"Baik, selamat malam, gunakan waktu istirahat kalian dengan baik." Daniel kembali merapihkan barang bawaannya.

Sebelum tidur Daniel menyempatkan diri untuk mengirim kabar kepada Dissa, walaupun sinyal yang ia miliki sangat minim.

***

Hari pertama mereka di Perbatasan Gaza dimulai dengan kegiatan PSP(Psychosocial Support Programme) yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan psikososial individu maupun masyarakat agar tetap berfungsi optimal pada saat mengalami krisis dalam suatu bencana maupun kecelakaan. PSP diberikan kepada kelompok anak-anak, remaja, dewasa,  dan lansia.

Seperti yang dilakukan Daniel, Budi, dan Jesika yang sedang berada di salah satu perkampungan pengungsian di Jalur Gaza, mereka memeriksa kesehatan para pengungsi serta menumbuhkan kembali semangat mereka.

Mengajak anak-anak bermain membuat mereka lupa akan trauma yang menimpa mereka, Budi beberapa kali mengabadikan momen tersebut. Jesika dan Daniel mengajak anak-anak untuk bernyanyi dan menari bersama, tawa tulus anak-anak di sana membuat mereka bertiga lebih bersyukur dan menghargai apa yang mereka punya. Waktu berlalu hingga saatnya tiba waktu makan siang.

"Anak-anak sungguh menggemaskan, ya?" ujar Jesika.

"Melihat mereka tertawa membuat aku lebih bersyukur dengan apa yang aku punya sekarang, aku enggak akan tahu bagaimana jika harus tumbuh di tempat konflik, tetapi mereka sangat kuat," ungkap Budi.

Seseorang memanggil mereka untuk meminta bantuan. "Ah, biar aku saja. Kalian lanjutkan saja makan siangnya," ucap Budi.

Jesika dan Daniel melanjutkan makan siang mereka, tetapi seorang anak kecil datang menghampiri mereka. Anak tersebut terlihat sedikit kumal, berbadan kurus, matanya tak lepas dari makanan Daniel dan Jesika.

"Kamu ingin makan?" tanya Jesika dalam bahasa Inggris.

Anak itu hanya terdiam menatapnya, sepertinya ia tak mengerti pertanyaan Jesika.

Daniel tersenyum menghampiri anak tersebut dan menyamakan tinggi mereka, Jesika mengikuti. Daniel membuat kotak makan miliknya mengulurkan pada anak tersebut, anak itu menatap Daniel ragu, lalu perlahan mengambil roti isi miliknya.

Setelah membantu warga sekitar Budi kembali untuk makan siang, langkahnya terhenti saat melihat Jesika dan Daniel tengah makan bersama dengan seorang anak bersama mereka. Budi tersenyum paham kedua rekannya tengah berbagi makanan, lantas ia mengambil kamera ponselnya untuk mendokumentasikan peristiwa tersebut.

"Daniel coba ini." Jesika mengulurkan tangannya hendak menyuapi Daniel, tetapi Daniel menolak.

"Ayolah, masa hanya kamu yang berbagi makanan. Ayo makan ini, kita membutuhkan energi untuk lanjut menolong mereka."

Akhirnya dengan paksa Daniel membuka mulutnya.

***

"Ah, badanku terasa pegal seharian membantu warga mengangkat barang-barang," keluh Budi seraya meregangkan tubuhnya.

"Hush ... jangan mengeluh. Anggap saja itu ladang pahala untukmu," omel Daniel.

"Iya, kamu benar. Aku ingin tidur lebih cepat, Sarah aku sudah mengirim hasil dokumentasi hari ini," ujarnya pada Jesika.

Jesika menyalakan ponselnya, tetapi ia tak langsung memeriksa gambar yang Budi kirim, ia membuka laptop dan mengerjakan isi laporan kegiatan hari ini terlebih dahulu.

"Perlu ku bantu?" tanya Daniel.

"Ah, tidak usah. Kamu istirahat saja, aku hanya akan memasukkan kegiatan kita hari ini. Ini tidak memerlukan waktu lama," tolak Jesika.

"Baiklah, aku tidur duluan. Kalau butuh bantuan kamu bisa ke tendaku dan Budi."

Jesika mengangguk dan menatap punggung Daniel yang berjalan keluar.

Setelah menulis hasil kegiatan hari ini, Jesika mengecek gambar yang Budi kirim, memilah-milah gambar mana yang cocok untuk dilampirkan. Namun, jarinya terhenti pada sebuah gambar, ia memperbesar gambar tersebut. Terlihat gambar dirinya dan Daniel sedang makan bersama anak pengungsian, dirinya sedang menyuapi Daniel. Terbit senyum senyum samar menyorot penuh arti.

***

Di dalam sebuah tenda tampak seorang dokter cantik bernama Jesika. Kini dia telah menyelesaikan laporan kegiatan hari ini dan sudah mengecek seluruh gambar yang Budi kirim. Jesika menutup laptopnya dan beranjak pergi menuju tenda tidur.

Beberapa rekan kerjanya sudah tertidur pulas, sedangkan Jesika masih tidak bisa tidur. Ia menatap langit-langit tenda dan berpikir sejenak.

"Andai saja aku mengenalmu lebih dulu, Daniel. Mungkin sekarang kita sudah menikah dan hidup bahagia. Tapi, Dissa sudah menghancurkan impianku. Wanita itu tidak pantas menjadi pendamping hidupmu, Daniel. Akulah yang pantas hidup bersamamu.  Akan ku pastikan kalian tidak akan bisa bersatu karena aku sendiri yang akan memisahkan kalian." gumam Jesika.

Budi merasa haus. Dia terbangun dari tidurnya dan berjalan menuju tenda bagian konsumsi. Namun, sebelum menuju ke tempat tujuan, tanpa sengaja ia mendengar suara yang sangat familiar. Dia berjalan menuju sumber suara.

"Aku tidak menyangka, ternyata, kamu adalah wanita yang berhati iblis, Jesika. Kini kamu bisa melakukan apa pun sesuka hati, tetapi nanti aku yang akan menghalangimu. Aku tidak akan membiarkanmu menghancurkan hubungan Daniel dan Dissa," ucapnya dengan tatapan marah.

***

Dissa dan keluarganya baru saja selesai makan malam. Dia membereskan sisa makanan di meja makan.

"Nyonya, biar saya saja yang mengangkat piring kotor ini. Lebih baik Nyonya langsung istirahat saja." Bi Marni mengambil piring kotor dari tangan Dissa, tetapi wanita itu menolak.

"Biarlah, Bi. Tidak usah. Bibi cukup bantu bawa gelas itu saja." Mata Bi Marni mengikuti jari Dissa yang mengarah pada beberapa gelas berisi jus di atas meja makan.

"Baik, Nyonya." Bi Marni mengambil satu per satu gelas di atas meja dan membawanya ke dapur.

Setelah membantu Bi Marni membersihkan piring dan gelas yang kotor, kini Dissa kembali ke meja makan untuk mengambil beberapa buah untuk dimakan sebagai cemilan di dalam kamarnya.

Ponsel Dissa di meja makan bergetar, menandakan ada pesan masuk. Dissa melihat ada pemberitahuan pesan masuk, tetapi nomor itu tidak dikenalinya.

“Sebenarnya, apa yang sedang kamu lakukan di sana?” gumam Dissa.

Beberapa kali terdengar suara ledakan dan tembakan beruntun di sekitar pemukiman warga pengungsian. "Sepertinya, ada suara ribut yang tidak biasa." Daniel hendak melangkah keluar, tetapi tangannya ditahan oleh Jesika.

"Daniel, kamu mau ke mana? Tunggu kami selesai sarapan dulu."

"Baiklah, aku akan menunggu kalian." Daniel kembali duduk, tetapi hatinya sangat cemas.

"Sepertinya, sudah terjadi kekacauan di luar sana. Kita harus cepat bergerak."

Budi dan Jesika segera menghabiskan sarapan mereka. Setelah selesai, mereka bertiga bergegas ke luar tenda.

Tiba-tiba, suara tembakan dan ledakan kembali terdengar. "Ayo, kita harus cepat! Warga-warga di pengungsian sangat membutuhkan bantuan kita," ujar Daniel.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status