Share

04 : B - Bye, Sugar

Author: Eunmon
last update Last Updated: 2022-08-15 18:36:55

Manhattan Square, USA. | 13.31 PM.

Bertemu dengan klien di Manhattan Square adalah opsi yang menarik sekali bagi Liam. Selain berbicang mengenai bisnis dia juga membicarakan kepentingan lainnya, seperti kesenangan yang lainnya misalnya. Kate tidak harus tahu apa saja aktifitasnya selain berkutat dengan berkas dan laptop.

Liam tersenyum sambil memerhatikan perempuan yang sedang menyantap makanan yang sudah Liam pesankan. Meski dia tidak secantik kekasihnya, tapi dia juga cukup membuat Liam senang. Apakah Liam mencintainya? Oh tentu saja bisa jadi seperti itu prosesnya. Secara hubungan gelap mereka sudah terjalin selama dua tahun lamanya.

“Bertemu denganmu di sebuah tempat makan akan selalu berakhir seperti ini, lebih baik kita bertemu di pantehousemu saja, Li. Kau bisa merusak bentuk tubuhku jika seperti ini ceritanya.” Perempuan cantik itu mendumel setelah menyelesaikan makannya.

Liam tertawa kecil. “Apa salahnya memanjakan perut ratamu itu? Lagi pula kau perlu makan,” cibir Liam. Laki-laki itu kembali tertawa saat melihat wajah perempun di hadapannya cemberut.

“Baiklah…” Perempuan itu kembali merapikan penampilannya. “Aku harus kembali, sebentar lagi akan ada pemotretan.”

“Cepat sekali,” sahut Liam.

“Kita sudah satu jam lebih di sini, dan kau masih mengatakan ini cepat?” sinis perempuan itu.

“Ya sudah, mau aku antar, sugar?” tanya Liam begitu geli.

Perempuan itu menyeringai, lantas menatap sekeliling. Memastikan tidak ada wartawan yang merekam kebersamaan mereka. Selama ini dia selalu mencari jalan aman bersama Liam.

Kemudian dia membungkuk untuk berbisik di telinga Liam. “Nanti malam, tepatnya pukul sembilan aku akan ke tempatmu.” Liam yang mendengar itu langsung menyeringai penuh arti. Sudah tahu kemana tujuannya jika mereka bertemu di tempat tinggalnya.

Setelahnya perempuan itu memberi sebuah kecupan ringan di bibir Liam, tanda sebuah perpisahan dan melambaikan tangannya.

“Bye, sugar.” Liam balas melambaikan tangannya.

Mungkin Liam akan tetap merasa senang dan aman jika Kate tidak mengetahui tentang ini. Tentunya Liam juga masih bisa menghirup udara dengan senang.

*

Sean sudah mendapatkan ponsel barunya. Katherine, perempuan di sebelahnya ini bukanlah perempuan biasa saja. Selama menemani Sean, mereka berbincang. Namun tepatnya justru Sean lah yang banyak bertanya. Kate juga sesekali memanggilnya Sean, cukup menyenangkan saat didengar.

“Setelah ini kau akan langsung pulang, Kate?” tanya Sean entah untuk yang ke berapa kalinya.

“Aku akan langsung pulang. Setelah ini urusan kita sudah selesai, Pak Sean.” Kate tersenyum ramah ketika mereka hendak berpisah di loby mall.

Perempuan itu melambaikan tangannya meninggalkan Sean yang tersenyum kecil melihat kepergian Kate. Hari ini dia senang, sangat senang sampai dia bingung mau mengutarakannga bagaimana. Ini benar-benar suka pada pandangan pertama, benar-benar nyata dan begitu Sean takuti.

Takut kalau cintanya tidak akan terbalas, takut perasaannya tidak menerima balasan. Namun, Sean mengenyahkan pikirannya. Semua butuh proses, urusan perasaannya tidak terbalaskan itu menjadi urusan nanti.

Setelah melamun beberapa menit, Sean melangkahkan kakinya menuju ke parkiran. Dia sudah membuat janji temu dengan Kenneth Alfonso, adik dari Ibunya.

Sebuah pintu mobil langsung terbuka saat Sean hendak masuk. Sopir pribadi Sean yang sudah lama bekerja dengannya langsung melajukan mobilnya untuk kembali ke kantor. Dia tidak perlu bertanya, karena Luke asisten pribadi Sean selalu memberi tahu jadwal Sean selama di luar kantor.

Jadi Sean tidak perlu banyak berbicara mengenai hal itu. Apalagi semua pekerjanya adalah orang-orang yang kompeten, dan mampu melakukan tugasnya dengan baik.

Lima belas menit dalam perjalanan mobil Sean sudah terparkir di depan lobby kantor Ken. Karena letak kantornya tidak jauh dari Manhattan Square. Alfonso Corp adalah sebuah perusahaan produk pakaian, tas dan sepatu. Perusahaan ini sudah mendapatkan akreditasi A dari khalayak umum. Sehingga jika membeli produk ini sudah teruji bahan dan kenyamanannya.

Saat masuk ke dalam dia sudah di sambut oleh dua pengawal yang berjaga di dalam. Di sebuah ruangan yang sudah disiapkan oleh keluarga Alfonso untuk sebuah pertemuan antara keluarga. Di sana sudah ada Ken yang sedang mengobrol bersama Luke dan Bram. Mereka menoleh ketika pintu masuk terbuka. Sean masuk begitu saja dan ikut duduk bergabung bersama mereka sambil membuka jasnya.

“Jadi, kau ingin membicarakan apa dengaku, Ken?” tanya Sean.

Ken menyeringai sembari menatap Sean dengan keinginan penuh. “Perusahaanku mengeluarkan jenis pakaian baru. Akan launching bulan November depan,” ujar Ken.

Sean menatap Ken penuh tanya. “Lalu?”

“Kak Angel ingin Zara Mellano lagi yang menjadi modelnya.” Setelah mengatakan itu, Ken mengubah posisi duduknya untuk menatap Sean lebih serius.

“Mom? Urusannya denganku apa, Ken?” Sean balas menatap Ken. Dia menampakkan wajah yang terlihat tidak peka, padahal sebenarnya dia tahu kalau setelah ini Ken akan memintanya untuk menghubungi Zara.

“Masalahnya Zara sudah mengambil kontrak di tanggal itu dengan perancang busana California. Aku sudah membujuknya dan mau membayarkan pinaltinya tapi Zara menolak, Sean. Mungkin jika kau yang memintanya, aku berani bertaruh kalau dia akan menerimanya.” Wajah Ken memelas. Laki-laki itu sudah pendek harapan jika terus mengandalkan bujuk rayunya. Karena sedari dulu dia tahu, seorang Zara akan luluh jika berhadapan dengan Sean.

Sean tersenyum masam. Dia tidak langsung menjawab, matanya menatap Ken malas dan mengalihkan tatapannya kepada Bram. Asisten pribadi Ken yang hanya diam dengan Luke sambil balas menatapnya.

“Kau sudah mencoba untuk menghubungi Zara, Bram?” tanya Sean kepada Bram.

Ken menoleh seketika dan saat itu juga Bram menyahut, “Sudah Tuan, dan Nona Zara menolak tawaran itu.”

Sean menghela napas pendek, kembali menatap Ken dengan malas. “Kenapa harus Zara lagi, Ken? Aku bisa menghubungi Zevanya, bahkan kariernya melebihi Zara.”

“Jika bukan Kak Angel yang meminta aku tidak akan berbicara padamu, Sean. Lagi pula tanggal itu bertepatan dengan tanggal ulang tahunnya. Apa kau tidak ingin mengabulkan salah satu keinginan Ibumu? Anggap saja dengan mengajak Zara itu bisa menjadi hadiah bagi Kak Angel,” papar Ken. Dia menarik senyumnya saat melihat raut wajah Sean yang terlihat tidak berdaya.

Jika sudah menyangkut Angeline Alfonso, maka Sean dipastikan sudah tidak bisa menolak lagi. Sean terlalu menyayangi sang Ibu, maka dia akan mengusahakan salah satu kebahagiaannya.

“Baiklah, demi Mommy.” Sean menatap Luke, laki-laki itu langsung mengerti dan membuka ipadnya untuk mengirimi pesan kepada Zara Mellano.

“Itu baru keponakanku yang paling baik,” ucap Ken sambil tertawa pelan. Lantas dia menyuruh Bram untuk memanggil pegawai agar membuatkan mereka minuman.

Jika mendapati sebuah majalah di atas meja, itu bukanlah perkara baru. Majalah itu adalah majalah iklan produk yang dikeluarkan oleh Alfonso Corp. Model sejenis Zara Mellano pun sudah pernah menjadi brand ambasador perusahaan ini. Bisa menggaet seorang Zara adalah sebuah kebanggaan bagi Ken, apalagi Sean, keponakannya memiliki akses untuk berkomunikasi secara langsung dengan Zara.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Pelabuhan Akhir Sang Pewaris   Pelabuhan Akhir Sang Pewaris

    POV Katherine MargarethaHal yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya adalah menua bersama seseorang yang kau cintai dan kau kasihi dengan sepenuh hati, seseorang yang mampu mengubah hidupmu menjadi lebih indah dari sekadar angan-angan yang samar di ujung pikiran. Sean Axel William, pria yang kini menjadi suamiku, telah berhasil menjadikanku perempuan paling beruntung di dunia ini. Dengan kesabaran yang tak pernah goyah, usaha yang tulus dalam setiap langkahnya, dan cinta yang dia tunjukkan melalui tindakan-tindakan kecil yang penuh makna, dia mampu menyentuh diriku dari berbagai sudut yang bahkan aku sendiri tidak pernah sadari sebelumnya. Ada saat-saat ketika aku bertanya pada diriku sendiri, bagaimana mungkin seorang pria seperti Sean—dengan segala kelebihan yang dimilikinya, dengan ketegasan dan kelembutan yang berdampingan—memilih untuk mencurahkan hatinya sepenuhnya kepadaku? Namun, jawaban itu selalu sama: cinta sejati tidak memerlukan alasan yang rumit, hanya ketulusan untuk

  • Pelabuhan Akhir Sang Pewaris   57 : Gamaliel Nicholas William

    Hospital International, Manhattan, USA | 18.45 PMTiga bulan kemudian, di sebuah rumah sakit besar di pusat New York, suasana ruang bersalin dipenuhi ketegangan sekaligus harapan yang membumbung tinggi di antara dinding-dinding putih steril yang mencerminkan cahaya lampu neon terang. Ruangan itu luas namun terasa sesak oleh emosi yang bergolak, dengan aroma antiseptik yang tajam menusuk hidung, bercampur dengan suara monitor detak jantung bayi yang berdengung pelan di latar belakang. Ritme cepat dan teratur dari monitor itu menjadi pengingat bahwa kehidupan baru sedang berjuang untuk hadir ke dunia, sebuah suara yang sekaligus menenangkan dan menegangkan. Kate terbaring di ranjang rumah sakit, wajahnya pucat pasi namun penuh tekad, rambut cokelatnya yang basah oleh keringat menempel di dahi dan pipinya, membingkai wajahnya yang lelah. Kontraksi datang bertubi-tubi seperti gelombang yang tak kenal lelah, membuatnya menggenggam tangan Sean dengan kekuatan yang mengejutkan untuk tubuhnya

  • Pelabuhan Akhir Sang Pewaris   56 : Pregnancy

    William’s Mansion, Manhattan, USA | 07.21 AMPagi itu, sinar matahari lembut menyelinap melalui celah-celah tirai beludru tebal yang menghiasi jendela besar kamar tidur utama di kediaman Sean dan Kate, sebuah rumah mewah bergaya modern yang berdiri di pusat kota dengan pemandangan taman hijau yang luas. Cahaya keemasan itu memantul di lantai marmer putih mengilap, menciptakan pola-pola halus yang menari-nari di sekitar ranjang besar berkanopi kayu mahoni tempat Kate duduk. Dia mengenakan gaun katun longgar berwarna putih yang lembut, kainnya mengalir lembut menutupi perutnya yang kini membuncit di usia kehamilan lima bulan. Beberapa bantal tambahan disusun di punggungnya, memberikan sedikit kenyamanan pada tubuhnya yang terasa semakin berat setiap hari. Udara pagi membawa aroma kopi yang baru diseduh oleh pelayan dari dapur di lantai bawah, bercampur dengan hembusan angin sejuk yang menyelinap melalui jendela yang sedikit terbuka, membawa serta wangi samar bunga mawar dari taman. Kate

  • Pelabuhan Akhir Sang Pewaris   55 : Family Reunion

    Mansion William’s, Manhattan, USA | 20.54 PMMalam itu, kediaman keluarga Sean di kawasan pinggiran kota dipenuhi kehangatan yang khas dari reuni keluarga. Rumah besar bergaya Victorian itu berdiri megah dengan dinding bata merah dan jendela-jendela lengkung yang dikelilingi taman kecil penuh bunga mawar. Ruang makan di dalamnya luas, dengan meja kayu mahoni panjang yang sudah berusia puluhan tahun, permukaannya dipoles hingga mengilap. Lampu gantung antik dari kuningan dan kristal bergoyang pelan di langit-langit, menyebarkan cahaya kuning keemasan yang lembut ke seluruh ruangan. Aroma daging panggang yang baru keluar dari oven bercampur dengan wangi kentang tumbuk dan sayuran segar, menciptakan suasana yang menggugah selera sekaligus nostalgia. Angeline sibuk mengatur hidangan di atas meja dan dibantu oleh beberapa pelayan. Wanita berusia lima puluh lima tahun itu mengenakan gaun biru tua yang sederhana namun elegan, rambutnya yang mulai memutih disanggul rapi. Mark duduk di ujung m

  • Pelabuhan Akhir Sang Pewaris   54 : Maria And James

    Manhattan, USA | 09.12 PMPagi itu, sebuah kafe kecil di pinggir kota menjadi saksi pertemuan Maria dan James. Bangunan sederhana dari kayu dengan jendela-jendela besar itu berdiri di tepi jalan yang sepi, dikelilingi pepohonan maple yang daunnya mulai menguning di awal musim gugur. Di dalam, aroma kopi panggang dan roti bakar mengisi udara, bercampur dengan suara mesin espresso yang berdengung pelan di belakang konter. Meja kayu kecil di sudut ruangan, tempat Maria dan James duduk berhadapan, tampak sederhana dengan dua cangkir kopi yang mulai mendingin dan beberapa remah roti di piring kecil. Cahaya pagi yang masuk melalui jendela menyinari wajah mereka, namun suasana di antara keduanya terasa jauh dari hangat. Maria duduk dengan tangan bertopang di dagu, matanya yang cokelat tua menatap James dengan campuran harap dan frustrasi yang sulit disembunyikan. Rambutnya yang hitam panjang tergerai di bahunya, sedikit berantakan karena dia berkali-kali mengusapnya dengan gelisah. Dia menge

  • Pelabuhan Akhir Sang Pewaris   53 : Meeting

    William Group’s, Manhattan, USA | 08.00 AMPagi itu, pukul delapan tepat, sinar matahari pagi menyelinap melalui jendela-jendela besar ruang rapat di lantai dua puluh gedung William Group, perkantoran modern yang menjulang di pusat kota. Cahaya keemasan itu memantul di permukaan kaca tempered yang menjadi dinding ruangan, menciptakan kilau lembut yang kontras dengan suasana tegang di dalam. Meja konferensi panjang dari kayu walnut mengilap mendominasi ruang, dikelilingi kursi-kursi kulit hitam yang ergonomis, tempat duduk para karyawan senior perusahaan. Aroma kopi yang baru diseduh menguar dari mesin espresso di sudut, bercampur dengan suara lembut kertas-kertas yang dibolak-balik dan ketukan pelan jari di tablet digital. Sean, direktur operasional berusia tiga puluh empat tahun yang baru menikah tiga bulan lalu, duduk di ujung meja, posisinya mencerminkan otoritas yang telah dia bangun selama bertahun-tahun di perusahaan ini. Sean mengenakan setelan abu-abu gelap dengan potongan sem

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status