Share

04 : B - Bye, Sugar

Manhattan Square, USA. | 13.31 PM.

Bertemu dengan klien di Manhattan Square adalah opsi yang menarik sekali bagi Liam. Selain berbicang mengenai bisnis dia juga membicarakan kepentingan lainnya, seperti kesenangan yang lainnya misalnya. Kate tidak harus tahu apa saja aktifitasnya selain berkutat dengan berkas dan laptop.

Liam tersenyum sambil memerhatikan perempuan yang sedang menyantap makanan yang sudah Liam pesankan. Meski dia tidak secantik kekasihnya, tapi dia juga cukup membuat Liam senang. Apakah Liam mencintainya? Oh tentu saja bisa jadi seperti itu prosesnya. Secara hubungan gelap mereka sudah terjalin selama dua tahun lamanya.

“Bertemu denganmu di sebuah tempat makan akan selalu berakhir seperti ini, lebih baik kita bertemu di pantehousemu saja, Li. Kau bisa merusak bentuk tubuhku jika seperti ini ceritanya.” Perempuan cantik itu mendumel setelah menyelesaikan makannya.

Liam tertawa kecil. “Apa salahnya memanjakan perut ratamu itu? Lagi pula kau perlu makan,” cibir Liam. Laki-laki itu kembali tertawa saat melihat wajah perempun di hadapannya cemberut.

“Baiklah…” Perempuan itu kembali merapikan penampilannya. “Aku harus kembali, sebentar lagi akan ada pemotretan.”

“Cepat sekali,” sahut Liam.

“Kita sudah satu jam lebih di sini, dan kau masih mengatakan ini cepat?” sinis perempuan itu.

“Ya sudah, mau aku antar, sugar?” tanya Liam begitu geli.

Perempuan itu menyeringai, lantas menatap sekeliling. Memastikan tidak ada wartawan yang merekam kebersamaan mereka. Selama ini dia selalu mencari jalan aman bersama Liam.

Kemudian dia membungkuk untuk berbisik di telinga Liam. “Nanti malam, tepatnya pukul sembilan aku akan ke tempatmu.” Liam yang mendengar itu langsung menyeringai penuh arti. Sudah tahu kemana tujuannya jika mereka bertemu di tempat tinggalnya.

Setelahnya perempuan itu memberi sebuah kecupan ringan di bibir Liam, tanda sebuah perpisahan dan melambaikan tangannya.

“Bye, sugar.” Liam balas melambaikan tangannya.

Mungkin Liam akan tetap merasa senang dan aman jika Kate tidak mengetahui tentang ini. Tentunya Liam juga masih bisa menghirup udara dengan senang.

*

Sean sudah mendapatkan ponsel barunya. Katherine, perempuan di sebelahnya ini bukanlah perempuan biasa saja. Selama menemani Sean, mereka berbincang. Namun tepatnya justru Sean lah yang banyak bertanya. Kate juga sesekali memanggilnya Sean, cukup menyenangkan saat didengar.

“Setelah ini kau akan langsung pulang, Kate?” tanya Sean entah untuk yang ke berapa kalinya.

“Aku akan langsung pulang. Setelah ini urusan kita sudah selesai, Pak Sean.” Kate tersenyum ramah ketika mereka hendak berpisah di loby mall.

Perempuan itu melambaikan tangannya meninggalkan Sean yang tersenyum kecil melihat kepergian Kate. Hari ini dia senang, sangat senang sampai dia bingung mau mengutarakannga bagaimana. Ini benar-benar suka pada pandangan pertama, benar-benar nyata dan begitu Sean takuti.

Takut kalau cintanya tidak akan terbalas, takut perasaannya tidak menerima balasan. Namun, Sean mengenyahkan pikirannya. Semua butuh proses, urusan perasaannya tidak terbalaskan itu menjadi urusan nanti.

Setelah melamun beberapa menit, Sean melangkahkan kakinya menuju ke parkiran. Dia sudah membuat janji temu dengan Kenneth Alfonso, adik dari Ibunya.

Sebuah pintu mobil langsung terbuka saat Sean hendak masuk. Sopir pribadi Sean yang sudah lama bekerja dengannya langsung melajukan mobilnya untuk kembali ke kantor. Dia tidak perlu bertanya, karena Luke asisten pribadi Sean selalu memberi tahu jadwal Sean selama di luar kantor.

Jadi Sean tidak perlu banyak berbicara mengenai hal itu. Apalagi semua pekerjanya adalah orang-orang yang kompeten, dan mampu melakukan tugasnya dengan baik.

Lima belas menit dalam perjalanan mobil Sean sudah terparkir di depan lobby kantor Ken. Karena letak kantornya tidak jauh dari Manhattan Square. Alfonso Corp adalah sebuah perusahaan produk pakaian, tas dan sepatu. Perusahaan ini sudah mendapatkan akreditasi A dari khalayak umum. Sehingga jika membeli produk ini sudah teruji bahan dan kenyamanannya.

Saat masuk ke dalam dia sudah di sambut oleh dua pengawal yang berjaga di dalam. Di sebuah ruangan yang sudah disiapkan oleh keluarga Alfonso untuk sebuah pertemuan antara keluarga. Di sana sudah ada Ken yang sedang mengobrol bersama Luke dan Bram. Mereka menoleh ketika pintu masuk terbuka. Sean masuk begitu saja dan ikut duduk bergabung bersama mereka sambil membuka jasnya.

“Jadi, kau ingin membicarakan apa dengaku, Ken?” tanya Sean.

Ken menyeringai sembari menatap Sean dengan keinginan penuh. “Perusahaanku mengeluarkan jenis pakaian baru. Akan launching bulan November depan,” ujar Ken.

Sean menatap Ken penuh tanya. “Lalu?”

“Kak Angel ingin Zara Mellano lagi yang menjadi modelnya.” Setelah mengatakan itu, Ken mengubah posisi duduknya untuk menatap Sean lebih serius.

“Mom? Urusannya denganku apa, Ken?” Sean balas menatap Ken. Dia menampakkan wajah yang terlihat tidak peka, padahal sebenarnya dia tahu kalau setelah ini Ken akan memintanya untuk menghubungi Zara.

“Masalahnya Zara sudah mengambil kontrak di tanggal itu dengan perancang busana California. Aku sudah membujuknya dan mau membayarkan pinaltinya tapi Zara menolak, Sean. Mungkin jika kau yang memintanya, aku berani bertaruh kalau dia akan menerimanya.” Wajah Ken memelas. Laki-laki itu sudah pendek harapan jika terus mengandalkan bujuk rayunya. Karena sedari dulu dia tahu, seorang Zara akan luluh jika berhadapan dengan Sean.

Sean tersenyum masam. Dia tidak langsung menjawab, matanya menatap Ken malas dan mengalihkan tatapannya kepada Bram. Asisten pribadi Ken yang hanya diam dengan Luke sambil balas menatapnya.

“Kau sudah mencoba untuk menghubungi Zara, Bram?” tanya Sean kepada Bram.

Ken menoleh seketika dan saat itu juga Bram menyahut, “Sudah Tuan, dan Nona Zara menolak tawaran itu.”

Sean menghela napas pendek, kembali menatap Ken dengan malas. “Kenapa harus Zara lagi, Ken? Aku bisa menghubungi Zevanya, bahkan kariernya melebihi Zara.”

“Jika bukan Kak Angel yang meminta aku tidak akan berbicara padamu, Sean. Lagi pula tanggal itu bertepatan dengan tanggal ulang tahunnya. Apa kau tidak ingin mengabulkan salah satu keinginan Ibumu? Anggap saja dengan mengajak Zara itu bisa menjadi hadiah bagi Kak Angel,” papar Ken. Dia menarik senyumnya saat melihat raut wajah Sean yang terlihat tidak berdaya.

Jika sudah menyangkut Angeline Alfonso, maka Sean dipastikan sudah tidak bisa menolak lagi. Sean terlalu menyayangi sang Ibu, maka dia akan mengusahakan salah satu kebahagiaannya.

“Baiklah, demi Mommy.” Sean menatap Luke, laki-laki itu langsung mengerti dan membuka ipadnya untuk mengirimi pesan kepada Zara Mellano.

“Itu baru keponakanku yang paling baik,” ucap Ken sambil tertawa pelan. Lantas dia menyuruh Bram untuk memanggil pegawai agar membuatkan mereka minuman.

Jika mendapati sebuah majalah di atas meja, itu bukanlah perkara baru. Majalah itu adalah majalah iklan produk yang dikeluarkan oleh Alfonso Corp. Model sejenis Zara Mellano pun sudah pernah menjadi brand ambasador perusahaan ini. Bisa menggaet seorang Zara adalah sebuah kebanggaan bagi Ken, apalagi Sean, keponakannya memiliki akses untuk berkomunikasi secara langsung dengan Zara.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status