Sesudah menjalankan umrah dan mengunjungi berbagai tempat, keluarga Bu Dewi pergi berlibur ke Abu Dhabi pada hari kelima. Rombongan mereka menuju Bandara King Abdul Aziz di Jeddah, untuk melanjutkan perjalanan ke Abu Dhabi, Uni Emirat Arab.Mereka dijemput oleh perwakilan agen tur dan travel setelah tiba di Bandara Abu Dhabi. Dari sana, mereka langsung diajak berkeliling kota Abu Dhabi.Emirates Palace menjadi tempat yang mereka kunjungi pertama kali. Emirates Palace adalah hotel bintang lima yang mewah di Abu Dhabi. Hotel yang terbuka untuk umum, siapa saja boleh masuk asal berpakaian dengan rapi dan mengikuti aturan di sana."Masya Allah, bagus banget hotelnya." Nisa melongo melihat arsitekstur hotel yang tampak sangat mewah."Ma, Kak Shasha, ayo kita foto di sini." Nisa sudah memegang tongkat selfie di tangannya, siap untuk mengambil gambar.Pertama Nisa foto sendiri, dengan Shasha dan mamanya, baru kemudian berlima. Nisa dan Shasha yang paling semangat untuk berfoto. Beda dengan B
Shasha berpikir selama beberapa saat sebelum membalas pesan dari Kaisar. “Mas Kai itu anak pertama dari dua bersaudara. Nama adiknya Tirta. Polisi yang pangkatnya Iptu. Mmhh apalagi ya.” Dia mengirim pesan itu sambil tersenyum sendiri.“Itu ‘kan orang umum juga tahu, Sha. Yang lebih spesifik gitu,” protes Kaisar dalam balasannya.Shasha tertawa kecil membaca pesan tersebut. “Udah malam, Mas. Aku mau tidur dulu. Mas Kai sebaiknya juga tidur. Kata Bang Haji tidak boleh bergadang kalau tiada artinya. Besok disambung lagi ngobrolnya. Selamat tidur, Mas. Assalamu’alaikum.” Dia menambahkan emotikon tersenyum di akhir pesannya.Gadis itu sengaja mengakhiri obrolan mereka agar tidak bertambah melantur. Sebenarnya dia belum terlalu mengantuk, tapi badannya juga butuh istirahat setelah seharian berjalan-jalan. Saat Shasha akan merebahkan diri, ada pesan masuk dari Kaisar.“Wa’alaikumussalam. Selamat tidur, Sha. Mimpi yang indah ya.” Shasha tersenyum lalu mematikan data internetnya. Meletakkan g
Pada sore harinya, keluarga Bu Dewi dijemput oleh agen travel untuk mengikuti Desert Safari atau tur di gurun dengan menggunakan mobil Land Cruise. Waktu terbaik untuk pergi ke padang pasir adalah sore hari, yaitu saat matahari mulai tenggelam. Karena panas di gurun akan menghilang dan udara menjadi dingin hingga rasanya lebih nyaman.Mereka dibawa berkeliling gurun dengan menggunakan Land Cruise. Rendra meminta pengemudi untuk tidak melakukan offroad di sana atau melewati jalur yang ekstrem, mengingat kondisi Dita yang sedang hamil. Dia tidak mau terjadi sesuatu dengan kehamilan istrinya.Mereka sempat berhenti sejenak untuk melihat matahari terbenam di tengah padang pasir. Sesudahnya, kelima orang itu dibawa ke perkemahan yang berada di tengah gurun.Di perkemahan tersebut, mereka bisa menunggangi unta, mengenakan baju tradisional Arab, memakai hena, mengisap sisha, melihat atraksi tari perut, tari tradisional, dan pertunjukkan yang menggunakan api. Mereka juga makan malam di sana d
Kaisar dan Tirta datang ke rumah Shasha setelah keluarga Bu Dewi pulang dari umrah dan liburan. Kakak beradik itu berkunjung pada akhir pekan saat Tirta libur kerja dan Kaisar mendapat jadwal malam. Keduanya disambut dengan ramah oleh seluruh anggota keluarga yang kebetulan ada di rumah. Bu Dewi memberi dua sajadah dan beberapa camilan khas Arab pada kakak beradik itu. “Semoga bisa bermanfaat,” ucapnya saat menyerahkan tas kertas berisi oleh-oleh. “Terima kasih banyak, Tan. Jadi ngerepotin nih,” sahut Tirta kala menerima bingkisan tersebut. “Tidak ada yang direpotin kok. Silakan lanjut ngobrolnya, Tante mau ke dalam dulu,” pamit Bu Dewi. “Silakan, Tante.” Kaisar berdiri saat Bu Dewi bangkit dari duduk. Dia baru duduk setelah wanita paruh baya itu masuk ke ruang keluarga. Rendra dan Dita juga undur diri karena akan pergi ke kafe. Begitu pula Nisa yang sibuk jadi panitia orientasi mahasiswa baru di kampusnya. Hingga tinggal Kaisar, Tirta, dan juga Shasha di ruang tamu itu. “Kemarin
Tirta balas memandang sang sahabat. “Setelah apa yang Mas Kai lakukan apa tidak cukup membuktikan kalau dia sudah move on, Sha? Masku tuh enggak pernah ya secara intens hubungi cewek kaya hubungi kamu. Dia enggak pernah iseng balas pesan kalau enggak penting. Sama Dita aja dulu malah enggak pernah komunikasi, tapi diam-diam tetap cari info dan kasih perhatian kalau ketemu.”“Asal kamu tahu, Sha. Sebelum Mas Kai mulai intens hubungi kamu, aku sudah wanti-wanti sama dia. Aku enggak mau kamu dijadikan pelarian. Kalau mau serius aku bakal dukung, kalau main-main lebih baik ga usah,” sambung Tirta.“Makanya tadi aku tanya gimana perasaanmu sama masku? Kalau memang kamu enggak suka, tolong jangan kasih harapan sama masku. Aku enggak mau dia merasakan patah hati untuk yang kedua kali. Masa iya dua kali cintanya bertepuk sebelah tangan. Kaya masku itu orang yang enggak laku aja. Padahal mah di luar sana banyak cewek yang ngejar-ngejar dia. Kamu tahu, Sha? Di kantor itu setiap hari ada saja ce
Ada semburat merah yang muncul di pipi Shasha setelah mendengar jawaban sang perwira polisi. Dia lalu menyelipkan rambut ke belakang telinga dengan wajah tersipu."Gimana kerjaan, Sha?" tanya Kaisar dengan suara normal agar suasana tidak terasa canggung lagi."Alhamdulillah, sering lembur dan ke luar kota," jawab Shasha sambil terkekeh."Sama dong. Ini nanti aku juga balik ke kantor lagi," kata Kaisar."Terus Mas Kai tidur di kantor?" Shasha menoleh ke samping kanannya."Kalau kerjaan selesai sebelum jam 12.00 ya pulang. Kalau belum selesai, mending tidur di kantor. Tapi aku selalu sedia baju ganti kok di kantor. Jangan khawatir aku jadi baru dan enggak ganti baju," seloroh Kaisar."Calon bapak kapolda sibuk ya," celetuk Pak Lukman yang sejak tadi menyimak obrolan dua sejoli itu."Saya aamiin-kan saja, Om," sahut Kaisar sambil tersenyum."Sudah ketemu calonnya belum? Jangan sampai nanti sudah diangkat jadi kapolda belum ada istri. Malu dong kalau kalah sama anak buah," goda Pak Lukman
Di dalam lift, Shasha berdiri di antara Nisa dan Kaisar. Kebetulan hanya ada mereka bertiga di sana karena yang lain sudah turun terlebih dahulu.“Mas Kai, bawa motor atau jalan ke sini?” tanya Shasha untuk memecah keheningan.“Naik motor. Kalau jalan lumayan juga jaraknya. Udah malam, malas jalan-jalan. Kalau pagi bisa sekalian olahraga,” jawab Kaisar sambil menoleh pada Shasha.“Iya juga sih. Nanti jadi muter dong jalannya, Mas,” timpal Shasha.“Ya mau bagaimana lagi kalau jalurnya seperti itu. Tidak mungkin juga aku nyebrang ringroad pakai motor. Kalau jalan kaki masih bisa,” ujar Kaisar seraya tertawa kecil.Shasha menganggut. “Iya, juga.”“Ini kamu pas enggak ke luar kota?” Gantian Kaisar yang bertanya pada Shasha.“Baru nyampe rumah semalam. Sudah diwanti-wanti Rendra kalau bisa aku jangan ke luar kota pas dia wisuda. Untung saja urusan di sana cepat selesai, jadi bisa pulang,” jawab Shasha.“Wajar sih kalau Rendra minta begitu. Pas momen wisuda pasti ingin kumpul dengan keluarg
Shasha akhirnya mengambil gawai di atas nakas. Gadis itu tersenyum kala membaca tulisan pada layar 'Mas Kaisar Tirta calling'. Segera dia menggeser tombol hijau untuk menerima panggilan tersebut."Halo, Mas," sapa Shasha dengan senyum mengembang di bibirnya."Halo, Sha. Sudah tidur?" tanya Kaisar dari seberang telepon."Belum, Mas. Barusan diajak ngobrol sama Rendra. Mas Kai, masih di kantor?" Shasha yang ganti bertanya."Iya, ini lagi rehat sebentar. Mataku pedih lihat layar komputer seharian. Terus aku ingat tadi janji mau hubungi kamu. Makanya sekarang aku telepon. Aku kira kamu sudah tidur, soalnya dua kali teleponku tidak dijawab,” jawab Kaisar."Oh, Mas Kai, sudah dua kali telepon? Maaf Mas, aku enggak dengar. Ini aku baru masuk ke kamar terus dengar ponselku bunyi langsung aku angkat,” terang Shasha."Iya, ini panggilan ketiga. Kalau yang ini tidak kamu jawab juga, pikirku pasti kamu sudah tidur," aku Kaisar."Belum kok. Ini baru mau siap-siap tidur. Oya, ada apa Mas?" Shasha b