“Maaf Mas, saya tidak bisa jika harus menikah dengan anda,” ujar Chika berbicara setengah berbisik namun masih terdengar oleh Davan.
“Mengapa?” tatapan mengintai itu sukses membuat Chika gelagapan.
“Mas, kita tidak saling mengenal. Nama anda saja saya tidak tahu. Lagi pula saya masih kuliah, masa depan saya masih panjang. Bagaimana mungkin saya harus menikah dengan anda, itu sangat konyol. Bagaimana jika nanti saya menjadi janda karena tidak adanya kecocokan di antara kita. Dan satu lagi, saya tidak mau di poligami,” jelas Chika memberanikan diri untuk mengungkapkan semua unek-uneknya.
Lagi-lagi Niko tidak menjawab permohonan Chika. Pria itu diam mengamati gerak gerik wanita cantik itu. Entah apa yang di lihatnya sampai begitu intens menatap Chika. Dua menit, tiga menit masih belum juga menghentikan tatapannya. Matanya mengunci penglihatan Chika. Mulut yang tak kunjung berbicara membuat Chika jengah di buatnya.
“Itu bearti kamu tidak mau tanggung jawab bukan?” suara berat itu akhirnya terdengar di telinga Chika.
“Bukan begitu Mas, saya mau bertanggung jawab tapi selain menikah. Misalnya saat nanti putra anda belum pulih, saya akan merawatnya sampai sembuh,” wanita tinggi berambut panjang itu mencoba bernegosiasi.
“Anak saya menginginkan kita menikah. Jika kamu tidak mau, saya akan memberikan dua pilihan. Pertama kamu menikah dengan saya atau saya akan membawa kasus ini ke jalur hukum. Saya pastikan kamu mendapatkan hukuman berat karena sudah membuat ginjal anak saya bermasalah,” ucapnya membuat bulu kuduk Chika berdiri.
Kebingungan melanda Chika saat itu. Dua pilihan yang di berikan sangat sulit untuk ia pilih. Ingin sekali ia melarikan diri saat itu juga untuk menghidar dari masalah tersebut. Orang di depannya saat ini sangat keras kepala. Tidak seperti kebanyakan orang tua lain yang dengan suka rela menerima sumbangan biaya operasi.
“Mas, tolonglah jangan memberikan saya pilihan yang sulit. Berfikirlah lebih matang untuk masalah ini. Apakah anda tidak takut jika kita menikah, saya orang yang jahat. Apakah anda tidak mengkhawatirkan jika putra anda nanti saya siksa,” ucap Chika mencari cara untuk membuat pria itu mengurungkan niatnya.
“Tidak!” ucapnya tegas dan yakin.
“Jika alasan kamu kita tidak saling mengenal, setelah menikah lambat laun secara otomatis kita akan mengenal. Lalu jika kamu masih kuliah, saya akan mendukungmu untuk menyelesaikan kuliah dan tidak menghalangi mengejar cita-cita mu. Jika alasanmu suatu saat nanti menjadi janda, saya pastikan tidak. Karena saya tipikal orang yang setia. Lalu untuk masalah poligami, kamu tidak perlu menghawatirkan itu karena saya duda. Istri saya telah meninggal sewaktu melahirkan putra saya. Dan yang terakhir perkenalkan nama saya Niko Yandra Raharja,” penjelasan panjang lebar dari seorang pria yang irit berbicara.
“Tapi Mas, langkah anda tidaklah mudah karena harus menemui papa dan kakak saya terlebih dahulu,” Chika masih saja mencari alasan untuk membatalkan niat pria di depannya.
“Tidak masalah. Saya akan temui mereka, jika perlu hari ini juga,”
“Jika mereka tidak setuju dengan pernikahan ini bagaimana?”
“Saya pastikan mereka setuju,” sangat percaya diri, itulah sifat Niko sesungguhnya.
“Jika mereka tidak setuju?” tanya Chika berulang untuk memastikan pernyataan Niko.
“Mungkin pernikahan ini batal karena kamu harus butuh wali,” jawabnya dengan wajah yang selalu jutek.
“Inilah yang aku suka. Papa dan kak Gavin pasti tidak akan menyetujui pernikahan ini,” batin Chika senang karena kedua pahlawan laki-lakinya pasti akan kekeh mempertahankannya.
“Papa, apakah tante cantik itu tidak mau menikah dengan papa?” tatapan sedih ketika melihat dua orang dewasa yang berdebat mempersoalkan permintaannya.
“Tidak begitu Davan. Tante mau menikah dengan papa kamu,” tatapan sedih itu membuat Chika merasa hatinya teriris dan secara spontan mulutnya mengiyakan permintaannya.
“Benarkah tante? Yee sebentar lagi Davan punya mama,” teriak Davan kegirangan sambil mengangkat kedua tangannya.
“Tapi Davan harus janji untuk sembuh ya,” ucap Chika menghampiri Davan dan mengelus kepalanya dengan sayang.
“Iya tante, Davan janji,” balasnya sambil memamerkan giginya yang ompong.
Kedua pasangan yang baru saja sepakat untuk menikah, kini sedang duduk sejajar menunggu kedatangan pemilik rumah. Saat ini mereka berada di rumah kediaman keluarga Aditama. Chika duduk dengan tidak nyaman karena takut dan grogi. Meminta restu kedua orang tua untuk menikah yang terbilang mendadak sangat tidak patut. Berbeda dengan Niko yang nampak santai dengan mengamati seisi rumah yang penuh dengan barang mewah. Mata Niko tertuju pada foto keluarga yang nampak hangat dan harmonis, lengkungan senyum itu menghiasi wajahnya meski sekejap. “Apakah kalian sudah lama menunggu?” suara Pak Arka, papa Chika berjalan menghampiri Niko dan Chika yang di susul oleh Bu Dila, mama Chika. Tak lama setelahnya di susul oleh Gavin dan Sena yang merupakan kakak laki-laki dan kakak iparnya. “Tidak Om, hanya beberapa menit saja,” Niko membalas pertanyaan Pak Arka lalu berdiri dan bersalaman dengan calon mertuanya. “Baiklah. Apakah ada hal yang penting untuk di sampaikan. Tidak seperti biasanya Chika be
Jadilah saat ini mereka duduk di depan penghulu dengan para saksi yang menyaksikan pernikahan mereka. Persiapan pernikahan yang tergolong sangat singkat namun tidak mengurangi khidmatnya acara tersebut. Setelah meminta restu kedua orang tua mereka, Niko dan Chika menyiapkan beberapa dokumen untuk mengurus pengajuan nikah. Mengingat Niko merupakan anggota TNI maka persyaratan tersebut wajib hukumnya.Acara akad di selenggarakan di rumah kediaman Aditama dan akan di lanjutkan resepsi di gedung pada malam harinya. Pembisnis keluarga Aditama dan Raharja berbesan, itu bearti pernikahan keduanya sangat mewah. Apalagi Chika adalah anak bungsu perempuan satu-satunya di keluarga Aditama. Saat acara akad, Chika memilih memakai riasan Jogja yaitu Jogja Putri. Tampilan menawan Chika mampu menarik mata para tamu undangan, tak terkecuali Niko. Pria tampan itu mengakui akan kecantikan Chika meskipun pengakuannya hanya sebatas dalam hati.Chika tampil bold
Kursi meja makan yang semula kosong kini sudah terisi. Pemilik baru itu merupakan suami Chika. Kehadiran Niko ternyata mampu membuat rumah tersebut hidup. Sikap ramah dan cerianya dalam berbicara kepada keluarganya membuat Chika menatapnya sinis. Bagaimana tidak sinis jika wajah yang Niko tunjukkan padanya selalu jutek dan irit berbicara.“Ma, Galen mana?” tanya Chika pada mamanya karena ingin mencari teman untuk mengajak berbicara padanya. Di meja makan itu, Chika hanya sebagai patung yang tidak di tanyai satu orang pun.“Lagi di kamar mandi sama Sena,” jawab Bu Dila lalu kembali fokus pada pembicaraan orang dewasa lainnya.“Tante Chika,” teriak Galen melihat tantenya yang duduk cemberut di meja makan.“Galen,” Chika nampak antusias dengan kedatangan Galen, anak kakaknya yang berusia tiga tahun.“Galen kemana saja, tante dari
Suasana di kamar hotel terasa canggung. Keluarga Raharja sengaja memesan kamar untuk pasangan yang resmi menikah hari itu. Chika saat ini sedang di bantu oleh Niko melepas berbagai pernak pernik yang tertempel di kepalanya. Selepas acara selesai Chika mengajak Niko buru-buru ke kamar karena ingin cepat beristirahat.Bukan kenyamanan yang di dapat namun justru rasa sakit yang Chika rasakan ketika sampai di kamar hotel. Chika yang sudah mendambakan tidur di atas ranjang itu, tidak menyadari jika riasan di tubuhnya belum terlepas dan terhapus. Dengan senangnya, Chika menidurkan badannya di atas ranjang empuk tersebut.Alhasil, rasa sakit di kepala karena sanggul dan mahkota saling terbentur. Niko yang melihat kelakuan Chika, hanya menatap sesaat lalu menghampiri Chika.“Apa sakit?” tanya Niko yang melihat Chika merasakan ngilu di kepalanya.“Hiks,” Chika mengangguk dan mengusap k
Chika saat ini diam dengan waspada. Setelah ia keluar dari kamar mandi, Niko terus menatapnya tanpa berkedip. Matanya mengunci pergerakan Chika. Di lihatnya Chika dari atas hingga bawah. Perlahan kaki Niko berjalan menuju Chika yang berdiri di depan kamar mandi dengan sehelai handuknya. Bodohnya Chika yang tidak membawa pakaian ganti ke kamar mandi.Laki-laki normal memang, yang melihat badan Chika akan tergoyah imannya. Kulit putih mulus di tambah badan yang berisinya. Tidak munafik, Niko ingin mendekap badan Chika saat itu juga.“Mas mau apa? Jangan mcam-macam ya,” waspada Chika sambil melangkahkan kakinya mundur karena Niko semakin dekat dengannya.“Memangnya saya mau ngapain kamu?” mimik wajah Niko yang serius dengan terangkatnya alis kirinya, membuat Chika semakin waspada. Chika belum siap jika harus melayani Niko malam itu juga.“Jangan berani sentuh saya Mas. Liha
Sudah satu jam lamanya Davan berada di ruang operasi. Terlihat Niko sangat gelisah, jalannya selalu mondar mandir. Sering kali Niko melihat ruang operasi tersebut melalui pintu yang terdapat kaca tembus pandang untuk mengetahui situasi di dalam. Chika memaklumi kekhawatiran Niko pada putranya, namun ia sedikit terganggu dengan sikap Niko. “Mas lebih baik duduk. Kita doakan yang terbaik untuk Davan,” Chika memberanikan diri mengutarakan pendapatnya. Tidak ada bantahan dari Niko saat itu. Wajah pasrahnya menurut dengan perintah Chika. Niko menduduknya dirinya di samping Chika. Di letakkan kepalanya di bahu Chika. Chika terkejut dengan tindakan Niko, matanya melotot karena tidak siap. Perlahan, Chika mengangkat tangannya untuk mengusap kepala Niko, ia berharap dengan usapan tangannya, Niko sedikit membuatnya tenang. “Terus berdoa Mas untuk kelancaran operasi Davan,” ucap Chika yang masih mengusap kepala
Siang itu Chika sedang berada di mushola rumah sakit untuk menunaikan ibadah. Sebelumnya, Niko terlebih dahulu melakukan ibadah. Mereka sepakat untuk bergantian karena khawatir jika Davan siuman tidak ada orang yang berada di sisinya. Setelah kewajiban telah di laksanakan, Chika segera kembali ke ruang inap. Chika berjalan dengan santai sambil melihat keadaan rumah sakit tersebut. Terpantau banyak orang berlalu lalang meninggalkan ataupun berdatangan ke rumah sakit. Mungkin karena siang itu adalah waktu jam besuk sehingga banyak orang yang ingin menjenguk orang terdekat mereka. Sesampainya di ruang inap, Chika membuka pintu. Langkah kakinya terhenti ketika di lihatnya seorang wanita berambut pendek sedang asik bercanda dengan Davan. Tidak lupa pria yang berdiri di sampingnya juga ikut tersenyum melihat kelucuan mereka. Pemandangan indah bak keluarga yang bahagia di mata Chika. Dada Chika terasa perih melihat keakra
Saat ini Niko dan Chika sedang berjalan bersama. Pandangan Chika selalu tertuju pada tangannya yang selalu di gandeng oleh Niko. Niko melakukan itu dengan alasan agar Chika tidak kabur dan berjalan lebih cepat. Niko menebak jika Davan urung uringan karena mereka tidak kunjung kembali. “Tante, mama sama papa kenapa belum kembali. Apa mereka meninggalkan Davan sendiri di sini,” ucap Davan sambil menangis ketika Chika masuk ke dalam ruang inap Davan. Tidak tega dengan wajah sembab Davan, Chika mengampiri Davan. “Davan,” ucap Chika lembut. “Mama,” teriak girang Davan melihat Chika telah kembali. Davan mengubah posisinya karena mencoba meraih Chika dalam pelukannya. “Davan tetap di tempat. Davan tidak boleh banyak bergerak karena baru saja operasi,” ujar Chika ngeri melihat Davan yang sudah mulai aktif. Chika khawatir jaitan pasca operasi bisa saja sobek. “Davan kangen mama,