Kedua pasangan yang baru saja sepakat untuk menikah, kini sedang duduk sejajar menunggu kedatangan pemilik rumah. Saat ini mereka berada di rumah kediaman keluarga Aditama. Chika duduk dengan tidak nyaman karena takut dan grogi. Meminta restu kedua orang tua untuk menikah yang terbilang mendadak sangat tidak patut.
Berbeda dengan Niko yang nampak santai dengan mengamati seisi rumah yang penuh dengan barang mewah. Mata Niko tertuju pada foto keluarga yang nampak hangat dan harmonis, lengkungan senyum itu menghiasi wajahnya meski sekejap.
“Apakah kalian sudah lama menunggu?” suara Pak Arka, papa Chika berjalan menghampiri Niko dan Chika yang di susul oleh Bu Dila, mama Chika. Tak lama setelahnya di susul oleh Gavin dan Sena yang merupakan kakak laki-laki dan kakak iparnya.
“Tidak Om, hanya beberapa menit saja,” Niko membalas pertanyaan Pak Arka lalu berdiri dan bersalaman dengan calon mertuanya.
“Baiklah. Apakah ada hal yang penting untuk di sampaikan. Tidak seperti biasanya Chika berani mengajak teman laki-lakinya berkunjung ke rumah,” ucapan itu seperti sebuah sindiran yang di tunjukkan pada Chika.
Seperti dugaannya jika papa dan kakaknya menatap horor Chika maupun Niko. Mereka mengamati Niko sampai empunya merasa risih.
“Papa kenalkan ini Mas Niko,” ucap Chika memperkenalkan Niko pada keluarganya.
“Pa, sebenarnya aku ingin mengatakan sesuatu,” tambah Chika sambil meremas baju untuk menghilangkan rasa takutnya.
“Apa itu?” tanya Pak Arka sambil mengerutkan keningnya.
“Pa, Ma tadi pagi saat aku pulang selepas jogging, aku menabrak anak kecil. Dan anak itu adalah putra Mas Niko,” Chika berbicara dengan nada yang semakin mengecil.
Senyap, itulah gambaran suasana di rumah keluarga Aditama saat Chika mengatakan sebenarnya.
“Lalu mengapa kamu di sini Chika. Kamu harus bertanggung jawab karena sudah membuat anak itu terluka,” sahut Bu Dila yang cemas dengan keadaan korban maupun Chika jika anak perempuannya itu tidak bertanggung jawab.
“Aku sudah membawanya ke rumah sakit. Keadaannya cukup parah, anak itu harus segera di operasi. Ginjalnya terkena benturan yang keras,” wajah memelas itu menatap seluruh keluarganya secara bergantian seakan meminta pertolongan.
“Chika tindakan arogan kamu hampir membuat satu nyawa melayang. Cepat tinggalkan rumah ini dan temani anak itu melewati masa sulitnya,” usir Pak Arka agar Chika dapat mempertanggung jawabkan perbuatannya.
“Pa tapi masalahnya, anak itu ingin aku menikah dengan papanya yaitu Mas Niko,” Chika mencoba tegar dan menahan air matanya yang sudah menggenang supaya tidak terjatuh.
Kediaman Aditama kembali hening ketika Chika mengatakan kabar pernikahan tersebut. pikiran Chika saat itu kalut. Ia berharap jika keluarganya dapat menolongnya dan tidak merestui pernikahan ini. Namun di satu sisi, ia sudah berjanji pada Davan untuk menikah dengan papanya.
“Iya Om, tante dan semuanya. Saya datang kemari ingin meminta restu kalian untuk kami menikah,”
“Berita pernikahan ini mungkin terlalu mendadak untuk kalian. Namun saya sangat serius untuk menjadikan Chika sebagai istri saya. Tidak banyak janji yang akan saya ucapkan, namun keseriusan saya menjadi modal utama untuk pernikahan ini,” tambah Niko mencoba menyakinkan keluarga Aditama untuk merestui pernikahannya dengan anak perempuan satu-satunya dalam keluarga tersebut.
“Kakak setuju,” Gavin memberikan suara pertamanya untuk merestui pernikahan adiknya Chika.
Melotot, itulah sikap yang Chika tunjukkan ketika kakaknya begitu mudah merestui pernikahan konyol ini. rasa sedih yang ia tahan seketika hilang dan berganti dengan rasa kesal,” mudah sekali mulut kak Gavin mengatakan itu,”
“Kenapa? Bukankah ini yang kamu harapkan Chika. Menikah tanpa adanya pacaran,” Gavin mengungkapkan keinginan Chika yang sedari dulu ingin menikah tanpa pacaran seperti dirinya dengan Sena.
“Ck, bukan seperti ini maksudku kak. Kakak tahu sendiri jika keluarga kita tidak mengenal Mas Niko. Aku khawatir saja jika ke depannya pernikahan ini tidak sejalan,” cibir Chika yang di balas dengan tawaan Gavin.
Niko mencoba menahan tawanya. Cibiran kedua kakak adik itu menjadi tontonan seru untuknya. Anak bungsu memang menarik baginya.
“Kata siapa keluarga kita tidak mengenal Niko. Dia adalah teman kakak di Tentara meskipun kita beda Kodim (Komando Distrik Militer) dan papa Niko sangat mengenal baik papa,” penjelasan Gavin sukses membuat mulut Chika menganga.
“Ya Chika, papa sangat mengenal keluarga Niko karena memang papa Niko rekan bisnis papa. Dan papa merestui hubungan kalian karena Niko memang orang yang baik,” wajah Pak Arka berubah tersenyum berbeda dengan awal melihat Niko.
Jadilah saat ini mereka duduk di depan penghulu dengan para saksi yang menyaksikan pernikahan mereka. Persiapan pernikahan yang tergolong sangat singkat namun tidak mengurangi khidmatnya acara tersebut. Setelah meminta restu kedua orang tua mereka, Niko dan Chika menyiapkan beberapa dokumen untuk mengurus pengajuan nikah. Mengingat Niko merupakan anggota TNI maka persyaratan tersebut wajib hukumnya.Acara akad di selenggarakan di rumah kediaman Aditama dan akan di lanjutkan resepsi di gedung pada malam harinya. Pembisnis keluarga Aditama dan Raharja berbesan, itu bearti pernikahan keduanya sangat mewah. Apalagi Chika adalah anak bungsu perempuan satu-satunya di keluarga Aditama. Saat acara akad, Chika memilih memakai riasan Jogja yaitu Jogja Putri. Tampilan menawan Chika mampu menarik mata para tamu undangan, tak terkecuali Niko. Pria tampan itu mengakui akan kecantikan Chika meskipun pengakuannya hanya sebatas dalam hati.Chika tampil bold
Kursi meja makan yang semula kosong kini sudah terisi. Pemilik baru itu merupakan suami Chika. Kehadiran Niko ternyata mampu membuat rumah tersebut hidup. Sikap ramah dan cerianya dalam berbicara kepada keluarganya membuat Chika menatapnya sinis. Bagaimana tidak sinis jika wajah yang Niko tunjukkan padanya selalu jutek dan irit berbicara.“Ma, Galen mana?” tanya Chika pada mamanya karena ingin mencari teman untuk mengajak berbicara padanya. Di meja makan itu, Chika hanya sebagai patung yang tidak di tanyai satu orang pun.“Lagi di kamar mandi sama Sena,” jawab Bu Dila lalu kembali fokus pada pembicaraan orang dewasa lainnya.“Tante Chika,” teriak Galen melihat tantenya yang duduk cemberut di meja makan.“Galen,” Chika nampak antusias dengan kedatangan Galen, anak kakaknya yang berusia tiga tahun.“Galen kemana saja, tante dari
Suasana di kamar hotel terasa canggung. Keluarga Raharja sengaja memesan kamar untuk pasangan yang resmi menikah hari itu. Chika saat ini sedang di bantu oleh Niko melepas berbagai pernak pernik yang tertempel di kepalanya. Selepas acara selesai Chika mengajak Niko buru-buru ke kamar karena ingin cepat beristirahat.Bukan kenyamanan yang di dapat namun justru rasa sakit yang Chika rasakan ketika sampai di kamar hotel. Chika yang sudah mendambakan tidur di atas ranjang itu, tidak menyadari jika riasan di tubuhnya belum terlepas dan terhapus. Dengan senangnya, Chika menidurkan badannya di atas ranjang empuk tersebut.Alhasil, rasa sakit di kepala karena sanggul dan mahkota saling terbentur. Niko yang melihat kelakuan Chika, hanya menatap sesaat lalu menghampiri Chika.“Apa sakit?” tanya Niko yang melihat Chika merasakan ngilu di kepalanya.“Hiks,” Chika mengangguk dan mengusap k
Chika saat ini diam dengan waspada. Setelah ia keluar dari kamar mandi, Niko terus menatapnya tanpa berkedip. Matanya mengunci pergerakan Chika. Di lihatnya Chika dari atas hingga bawah. Perlahan kaki Niko berjalan menuju Chika yang berdiri di depan kamar mandi dengan sehelai handuknya. Bodohnya Chika yang tidak membawa pakaian ganti ke kamar mandi.Laki-laki normal memang, yang melihat badan Chika akan tergoyah imannya. Kulit putih mulus di tambah badan yang berisinya. Tidak munafik, Niko ingin mendekap badan Chika saat itu juga.“Mas mau apa? Jangan mcam-macam ya,” waspada Chika sambil melangkahkan kakinya mundur karena Niko semakin dekat dengannya.“Memangnya saya mau ngapain kamu?” mimik wajah Niko yang serius dengan terangkatnya alis kirinya, membuat Chika semakin waspada. Chika belum siap jika harus melayani Niko malam itu juga.“Jangan berani sentuh saya Mas. Liha
Sudah satu jam lamanya Davan berada di ruang operasi. Terlihat Niko sangat gelisah, jalannya selalu mondar mandir. Sering kali Niko melihat ruang operasi tersebut melalui pintu yang terdapat kaca tembus pandang untuk mengetahui situasi di dalam. Chika memaklumi kekhawatiran Niko pada putranya, namun ia sedikit terganggu dengan sikap Niko. “Mas lebih baik duduk. Kita doakan yang terbaik untuk Davan,” Chika memberanikan diri mengutarakan pendapatnya. Tidak ada bantahan dari Niko saat itu. Wajah pasrahnya menurut dengan perintah Chika. Niko menduduknya dirinya di samping Chika. Di letakkan kepalanya di bahu Chika. Chika terkejut dengan tindakan Niko, matanya melotot karena tidak siap. Perlahan, Chika mengangkat tangannya untuk mengusap kepala Niko, ia berharap dengan usapan tangannya, Niko sedikit membuatnya tenang. “Terus berdoa Mas untuk kelancaran operasi Davan,” ucap Chika yang masih mengusap kepala
Siang itu Chika sedang berada di mushola rumah sakit untuk menunaikan ibadah. Sebelumnya, Niko terlebih dahulu melakukan ibadah. Mereka sepakat untuk bergantian karena khawatir jika Davan siuman tidak ada orang yang berada di sisinya. Setelah kewajiban telah di laksanakan, Chika segera kembali ke ruang inap. Chika berjalan dengan santai sambil melihat keadaan rumah sakit tersebut. Terpantau banyak orang berlalu lalang meninggalkan ataupun berdatangan ke rumah sakit. Mungkin karena siang itu adalah waktu jam besuk sehingga banyak orang yang ingin menjenguk orang terdekat mereka. Sesampainya di ruang inap, Chika membuka pintu. Langkah kakinya terhenti ketika di lihatnya seorang wanita berambut pendek sedang asik bercanda dengan Davan. Tidak lupa pria yang berdiri di sampingnya juga ikut tersenyum melihat kelucuan mereka. Pemandangan indah bak keluarga yang bahagia di mata Chika. Dada Chika terasa perih melihat keakra
Saat ini Niko dan Chika sedang berjalan bersama. Pandangan Chika selalu tertuju pada tangannya yang selalu di gandeng oleh Niko. Niko melakukan itu dengan alasan agar Chika tidak kabur dan berjalan lebih cepat. Niko menebak jika Davan urung uringan karena mereka tidak kunjung kembali. “Tante, mama sama papa kenapa belum kembali. Apa mereka meninggalkan Davan sendiri di sini,” ucap Davan sambil menangis ketika Chika masuk ke dalam ruang inap Davan. Tidak tega dengan wajah sembab Davan, Chika mengampiri Davan. “Davan,” ucap Chika lembut. “Mama,” teriak girang Davan melihat Chika telah kembali. Davan mengubah posisinya karena mencoba meraih Chika dalam pelukannya. “Davan tetap di tempat. Davan tidak boleh banyak bergerak karena baru saja operasi,” ujar Chika ngeri melihat Davan yang sudah mulai aktif. Chika khawatir jaitan pasca operasi bisa saja sobek. “Davan kangen mama,
Matahari sudah berganti dengan bulan. Saat itu Chika masih setia menjaga anak sambungnya. Anak sambungnya itu termasuk anak yang cerewet. Banyak pertanyaan yang ia tanyakan pada Chika. Pertanyaan yang termasuk kritis namun untungnya Chika mampu menjawab. Chika terbilang ahli dalam menghadapi anak kecil karena terbiasa menemani ponakannya. Berbicara tentang keponakannya, Chika jadi rindu dengan Galen. Usia Galen tidak jauh berbeda dengan Davan. Galen menjadi ponakan yang bermanfaat bagi Chika. Galen selalu menemaninya ketika hatinya di landa rasa perih dalam menghadapi kepahitan percintaan. Bukan hanya masalah percintaan namun juga masalah lain yang membuat pikirannya pening. Wajah ceria Galen mampu mengalihkan sementara masalahnya. Betapa Chika menyayangi ponakannya itu. Suatu hari nanti, Galen harus bertemu dengan Davan. Situasi di ruangan itu nampak sunyi, hanya ada Chika dan Davan. Belum lama ini Davan kembali tertidur setelah dirinya lelah dengan beribu pertanyaan. Pertanyaan yan