Bab 17. Ibu Sang Pelakor Meradang
“Kan, udah dijelasin sama Mas Yanto, saya sayang sama Harum. Saya enggak mau dia dihancurkan oleh suami saya sendiri,” jawabku datar.
“Sesayang-sayang apapun, tak mungkin kau rela menyerahkan suamimu sendiri kepada perempuan lain?” tanyanya mulai menyelidik.
Aku tersenyum, menyiapkan jawaban yang akan membuat mereka semua terbakar.
Mak Uda mengernyitkan kening, seperti sedang berusaha berpikir keras. Matanya menatapku penuh curiga. Aku hanya tersenyum menikmati pemandangan indah di meja makan pagi ini.
“Rum, coba kau buka dulu toko, gih! Bentar lagi para karyawan berdatangan!” perintahku kepada putri keayangannya.
“Harum bukan babumu! Enak aja kau nyuruh-nyuruh!” protesnya
“Bik Ina! Chika tidur enggak?” teriakku me
Bab 18. Rahasia TerbongkarMas Gilang kian mengkerut di kursinya. Aku tersenyum menatap perempuan itu mulai gemetar menahan amarah.“Mas Gilang tidak mau mentalak saya. Tapi jangan khawatir, tanpa kata talak dari mulutnya pun, saya sudah bukan istrinya lagi. Saya tidak akan pernah mau berbagi suami dengan perempun mana pun. Saya bukan Harum, yang berjuang mati-matian untuk mendapatkan selangkangan suami orang. Kalau saya, jijik! Saya enggak mau lagi bersuamikan Mas Gilang. Ambil! Ambil saja lelaki berengsek itu buat putri kesayangan Mak Uda!” terangku menambah murkanya.“Kalau begitu, pergi kau dari rumah calon menantuku ini! Bawa anak yang kau bangga-baggakan itu!” hardiknya sambil berdiri.“Maaf, ini rumah saya, atau lebih tepatnya rumah mertua saya yang telah diserahkan kepada saya. Ini bukan rumah Mas Gilang,” sahutku tetap tenang.“K
Bab 19. Pengorbanan Melur Di Mata Sang Mertua“Kenapa masalah sebesar ini kau tutupi dari kami? Ini masalah yang sangat besar. Ini menyangkut kelangsungan rumah tangga kalian, lho! Ini bukan masalah kecil. Kau lihat, ibu perempuan itu bahkan nekat mau mengusirmu dari rumahmu sendiri? Bagaiman mungkin kau bisa mengatasi hal ini sendiri? Bagaiman dengan ibumu di kampung? Apakah dia juga tidak kau beritahu?”Aku menggeleng pelan.“Hebat! Kau sombong Mel. Kau merasa dirimu hebat!”“Maaf, Ma, Pa. Saya sengaja merahasiakan ini dari kalian, karena saya takut Papa dan Mama kenapa-napa. Ibu saya juga, saya enggak mau menambah beban pikiran kalian. Saya sudah kehilangan suami saya, Ma. saya enggak mau kehilangan mertua dan ibu saya juga. Saya enggak mau ….”Tangisku pecah seketika. Beban berat yang coba kusimpan dan kutahan selama ini akhirnya jeb
Bab 20. Keputusan Sang Mertua“Siapa bilang anak saya tidak perawan? Harum saya jaga dua puluh empat jam sehari, dia tidak pernah pacaran apa lagi sampai tidur dengn laki-laki!” bantah Ibu Harum sambil berdiri. Matanya tajam menatap mas Gilang.“Sudah, Bu. Perawan atau tidak, itu gak penting di bahas. Sekarang kita bahas masalah pernikahan mereka saja. Ini, ini ada uang dua juta. Cukupkan untuk biaya nikah? Ambil! Bawa Gilang bersama kalian! Silahkan kalian nikahkan dia! Kami tidak akan ikut campur. Mulai detik ini, dia bukan putra saya! Jangan pernah injak rumah ini lagi! Keluar dari rumah saya! Keluar!”Bagai disambar petir, seisi ruangan terperanjat kaget.Suasana tegang kian mencekam. Semua mata tertuju kepada papa mertuaku. Tatapan tak percaya kami arahkan pada wajah yang kian pucat pasi. Keputusan yang telah diambilnya tentu saja sangat me
Bab 21. Kuseret Sang Pelakor Keluar“Aku enggak mau pergi kalau enggak bareng Mas Gilang. Kalau Mas Gilang enggak pergi, aku juga enggak mau pergi dari sini. Aku mau sama Mas Gilang, Bu …” Harum menangis sesegukan.“Gilang itu sudah miskin! Mau apa kau hanya dengan uang dua juta? Enggak bisa. Kau harus cari suami yang lebih kaya. Engak usah sama lelaki yang sudah nyata-nyata kere. Cepat! Ambil pakaianmu! Kita pergi dari sini!”“Enggak mau! Aku mau nikah sama Mas Gilang! Ak cinta sama Mas Gilang, Bu …” isak Harum memeluk kaki ibunya.“Tidak bisa! Ibu enggak mau kau nikah sama gembel. Kau harus cari laki-laki yang lebih dari suami Melur yang sombong ini. Kau jauh lebih cantik dari pada dia. Kenapa pula dia lebih kaya dari pada kau? Kau harus buktikan kepada ibu, kalau kau itu jauh lebih hebat dari pada anak si Ruminah ini!”
Bab 22. Kuminta Pisah Papa Mertua StrokeAku tahu ini hanya akal-akalan Mas Gilang. Dia memang tidak sanggup berpisah dengan Harum. Dia tidak jadi menikahinya sekarang, karena Mak Uda sudah tidak setuju. Tapi, entah mengapa aku curiga, kalau Mas Gilang tengah merencanakan sesuatu.“Kau tahu resikonya kalau kau menikahi perempuan itu?” ancam papa.“Tahu, Pa. Aku tidak akan menikahinya. Aku juga enggak mau pisah dari dari Melur, Pa. Aku gak mau kehilangan istri, anak, dan keluargaku hanya demi perempuan itu,” tukasnya dengan mimik wajah menghiba.Aku sangat muak mendengarnya. Semua kalimatnya adalah dusta belaka. Jelas dia tidak mau kehilangan aku dan anakku, karena bila itu terjadi dia akan kehilangan harta dan kemewahan. Tapi, mama dan papa sepertinya percaya. Mereka kembali tertipu dengan sandiwara putra kesayangan.“Mel, ijinkanlah! T
Bab 23. Mas Gilang Berselingkuh, Aku Tidak Boleh Menuntut PisahKenapa aku jadi terjepit begini? Mas Gilang enak saja berselingkuh, sementara aku tidak boleh menuntut pisah? Aku harus menerima anaknya yang sudah menjijikkan itu, begitu? Kenapa mereka tidak memikirkan perasaanku? Kenapa mereka tidak menanyakan keinginannku yang sebenarnya? Ok, aku memang selalu berusaha tersenyum dan membuat mereka tertawa selama ini. Segala derita kutekan dalam hati. Tapi, bukan berarti aku mahluk tak punya rasa. Aku bukan wonder women. Aku wanita biasa. Aku juga seorang wanita yang merasa sakit saat dikhianati.Aku menghela nafas panjang, lalu menghembuskannya dengan amat berat. Sepertinya penderitaan semakin membayang. Aku harus berjuang menepis bayangan itu, tapi bagaimana caranya?Dokter David berjalan dengan terburu menuju UGD, aku dan mama langsung bangkit menyongsongnya. Dokter yang sudah berusia paruh ba
Bab 24. Neraka Ini Bukan UntukkuKurebahkan tubuh lelahku di atas ranjang. Sakit seluruh tubuh rasanya setelah pulang dari rumah sakit. Untunglah papa sudah membaik.Mas Gilang belum juga kembali. Memang jarak dari sini ke kampung cukup jauh, tapi kalau hanya untuk mengantar lalu langsung balik lagi, seharusnya dia sudah kembali beberapa jam yang lalu. Ini, sudah jam berapa? Hampir sore dia belum juga kembali. Jangan-jangan dia bermesraan dulu dengan perempuan itu. Huh! Kepalaku rasanya mau pecah!“Mel ….” Ketukan halus di pintu kamar menyentakkanku.“Iya, Ma,” sahutku sembari bangkit.“Mama mau minta maaf, karena kami sudah menyusahkan hidupmu,”“Mama kenapa berkata begitu? Enggak apa-apa. Temani papa sana, Ma! Kenapa papa di tinggal?”“Papamu sedang istirahat, dia tertid
Bab 25. Siksaan Manis Buat Calon Mantan Suami“Apa maksudmu? Lepaskan tanganmu!” teriakku kencang.“Tidak! Aku masih kangen. Kangen sekali sama kamu, Mel. Sudah berapa bulan kita tidak pernah tidur bersama, iya, kan? Aku pengen, Mel! Aku mau kita menikmatinya lagi seperti dulu. Aku janji, aku akan membuat kau bahagia. Kamu juga inginkan itu, kan, Sayang? Kau sudah sangat lama memendam keinginan itu, kan? Kita coba, ya! Aku pasti bisa memuaskanmu!” bujuk pria itu dengan pedenya.“Aku jijik padamu, Mas! Aku mau muntah bila di dekatmu! Jangan sampai isi perutku kumuntahkan lagi di wajahmu!” teriakku lagi menghentakkan kasar pelukannya.“Jangan gitu, Mel. Kau dengar apa kata papa dan mama? Kita tidak boleh berpisah, kita harus berbaikan. Kita akan baik-baik saja, ya, Sayang! Aku akan melupakan Harum, tapi dengan syarat, kau harus kembali