Pelakor Itu Tanteku
"Kenapa lagi, Sayang? Aku lihat dari tadi kamu banyak melamun, seperti ada sesuatu yang sedang kamu pikirkan. Cerita sama aku!"Aku pasti akan cerita, Mas, tapi bukan sekarang. Nanti kalau aku sudah mendapatkan bukti yang lebih. Aku akan cerita soal pengkhianatan suami bersama tanteku."Mas ... kita batalkan saja, ya, makan di luarnya!""Lho. Bukannya tadi kamu yang pengen kita pergi berdua?"Sebenarnya aku tidak pengen, Mas. Aku hanya ingin membuat Tante Lili panas. Aku hanya ingin tahu sejauh mana dia menaruh hati padamu."Lain kali saja, Mas."Mas Pram tiba-tiba memelukku begitu erat. Biasanya aku merasa senang saat Mas Pram ingin bermanja denganku. Tetapi setelah aku melihat kejadian di taman tadi, rasanya jijik saat melihat Tante Lili memegang wajah Mas Pram dengan begitu nakal."Mas, aku mandiin Fadil dulu," alasanku agar bisa menghindari kemanjaan Mas Pram yang lebih lagi.Mas Pram langsung melihat jam yang melingkar di tangannya."Baru jam segini, Sayang. Sebentar lagi lah!"Aku langsung mengajak Fadil keluar dan meninggalkan Mas Pram di kamar.Aku berjalan ke kamar mandi belakang untuk memandikan Fadil. Di sana aku melihat Tante Lili sedang meluluri kaki dan tangannya. Dia hanya memakai daster tipis dengan motif kupu-kupu."Mau mandiin Fadil, Fa?" tanya tante sembari menggosok kakinya dengan lulur."Iya. Tante kenapa luluran di sini? Bukannya biasanya di dalam kamar, ya?""Lho. Memangnya kenapa, Fa? Cuma luluran gini. Apa salahnya di sini?""Di rumah ini ada Mas Pram, Tan. Apa Tante tidak malu kalau tiba-tiba Mas Pram keluar dan melihat Tante yang hanya memakai daster tipis seperti itu?"Ha ha ha ...."Fa ... Fa. Tante ini cuma luluran tangan dan kaki di sini. Kenapa harus malu? Lagian Pram ada di dalam kamar 'kan?"Sepertinya Tante memang sengaja. Mungkin Tante ingin memperlihatkan tubuhnya yang bersih itu di depan Mas Pram."Oh ya, Tan. Apa Tante tidak ingin cari tempat kost atau rumah kontrakan, gitu?""Tante belum ada yang cocok, Fa. Lagian rumah ini gede, apa salahnya Tante numpang sementara waktu di sini. Kenapa kamu tiba-tiba tanya seperti itu?""Ya ngga apa-apa sih, Tan. Cuma ...," belum selesai aku menjawab, Mas Pram sudah datang."Lho. Fadil belum di mandiin juga, Sayang?""Belum Pram. Tadi Sifa baru ngobrol sama Tante," ucap tante yang tiba-tiba ikut menyela.Seketika Mas Pram pun langsung melihat ke arah Tante Lili yang hanya memakai daster tipis dan sedang menggosok kakinya dengan lulur.Terlihat sekali kalau Tante Lili memang sengaja agar Mas Pram melihatnya.Aku langsung menuntun Fadil dan beranjak pergi dengan sikap kesal yang tidak bisa kututupi."Sayang, kamu kenapa?"Aku hanya diam dan mengajak Fadil ke dalam kamar. Rasanya ingin sekali mengatakan apa yang sudah ku ketahui antara Mas Pram dan Tante Lili.Tetapi aku harus bisa menahan keinginanku itu. Aku masih ingin mengetahui lebih jauh lagi tentang hubungan mereka.Aku langsung memandikan Fadil di kamar mandi dalam tanpa menjawab pertanyaan Mas Pram.--Selesai mengurus, Fadil. Aku meminta Mas Pram untuk menjaganya."Mas, aku mau mandi dulu," terangku dan langsung masuk ke kamar mandi.Baru saja membuka kancing baju, aku teringat Mas Pram dan Tante Lili. Aku takut kalau Mas Pram keluar kamar untuk menemui Tante Lili.Gegas aku keluar dengan beberapa kancing baju yang sudah terbuka."Mas, Mas Pram. Fadil," teriakku karena mereka sudah tidak ada di kamar.Mas Pram yang sedang berjalan langsung menoleh ke arahku dan menghentikan langkahnya."Kenapa?" tanya Mas Pram sambil menutup kancing bajuku yang sudah terbuka."Mas, kamu dan Fadil di kamar saja, ya! Nungguin aku sampai selesai mandi!"Mas Pram tidak bertanya kenapa. Tetapi dia menatapku dengan wajah penasaran.Akhirnya Mas Pram menungguku sampai selesai mandi. Dia langsung menatapku saat baru keluar dari kamar mandi."Sebenarnya ada apa denganmu, Sayang? Jujur! Aku merasa ada sesuatu yang sedang kamu sembunyikan dariku.""Tidak apa-apa, Mas. Aku tidak apa-apa," jawabku reflek dengan nada tinggi.Mas Pram menurunkan Fadil dari pangkuannya dan mendekatiku yang sedang duduk di kursi meja rias."Kamu bersikap tidak seperti biasanya. Kamu istri yang selalu jujur selama lima tahun mendampingiku. Bicaralah! Kalau memang ada sesuatu yang sedang mengganggu pikiranmu."Aku seperti ini karena kalian. Kalian telah melukai perasaanku. Entah sejak kapan kalian menjalin hubungan terlarang ini, yang pasti aku harus memastikan semuanya.Tok tok tok ....Ada yang mengetuk pintu kamar.Itu pasti Tante Lili."Aku saja yang buka, Mas."Aku membuka pintu dan melihat Tante Lili yang masih memakai daster tipisnya."Ada apa, Tan?""Kamu jadi menitipkan Fadil sama Tante?" tanya tante dengan mata yang tertuju ke dalam kamar.Aku biarkan saja sikap Tante seperti itu. Seolah tidak tahu kalau Tante Lili sedang menatap Mas Pram dari depan pintu."Tidak, Tan. Sifa dan Mas Pram ingin di rumah saja. Kasihan Fadil kalau ditinggal.""Oh, ya sudah." jawab tante, dia pergi begitu saja.Aku melihat Mas Pram yang sedang sibuk dengan ponselnya tiba-tiba keluar dari kamar dengan mengajak Fadil."Mas, mau ke mana?" tanyaku memastikan."Keluar, Sayang. Kenapa?"Tidak mungkin aku melarang Mas Pram keluar dari kamar agar dia tidak bertemu dengan Tante Lili di rumah ini."Aku akan segera menyusul setelah ganti baju, Mas," terangku.BersambungPelakor Itu TantekuBuru-buru ganti baju agar bisa segera keluar menyusul Mas Pram. Bahkan sampai tidak sempat mengeringkan dan menyisir rambut yang habis keramas. Aku langsung berjalan dengan begitu cepat mencari Mas Pram dan Fadil. Kulihat mereka sedang duduk di ruang keluarga. Hatiku merasa lega karena tidak melihat Tante Lili.Segera menghampiri Mas Pram dan Fadil di sana. Aku duduk di samping Mas Pram dengan menghembuskan napas kasar.Seketika Mas Pram menoleh ke arahku dengan pandangan aneh. Langsung kurapikan rambut yang terurai dan sedikit berantakan. "Kenapa?" tanyaku membalas balik pandangannya. "Cantik." ucapnya dengan senyum yang begitu menawan."Cantik? Mas Pram ngeledek aku, ya? Orang belum sisiran gini dibilang cantik.""Lha, kenapa tidak di sisir dulu rambutnya?" Mas Pram mengelus rambutku begitu hangat. Dengan sikap Mas Pram yang selalu membuatku terpesona. Rasanya ingin sekali untuk tidak percaya dengan apa yang aku lihat tadi. Tapi ... semua itu nyata, dan aku t
Pelakor Itu TantekuPintu kamar Tante Lili terbuka karena dorongan tanganku."Eh ... ada apa, Fa?" tanya tante membuyarkan keteganganku."Ti - tidak apa-apa, Tan," jawabku sembari melangkahkan kaki ke dalam kamar."Terus?" tanya tante dengan wajah penasaran dan alis yang naik ke atas.Sepertinya Mas Pram tidak ada di sini. Lalu apa yang harus aku katakan pada Tante Lili? "O - oh. Sifa mau minta tolong Tante buat bantuin masak. Iya. Masak," jawabku agak sedikit gugup karena bingung harus berkata apa.Ayo Sifa, relaks!"Oh, ya sudah, nanti Tante bantu. Tante mau mandi dulu." "Mandi? Bukannya tadi Tante sudah mandi, ya? Habis luluran," "Iya, Fa, tapi rambut Tante lengket. Tante mandi dulu, nanti Tante susul ke dapur."Aku keluar dengan pikiran yang penuh tanda tanya. Mas Pram memang tidak kutemukan di kamar ini, tapi kenapa aku merasa curiga dengan Tante Lili. Aku melangkahkan kaki ke garasi. Ternyata mobil Mas Pram tidak ada. Hah ... aku terlalu cemas dan takut dengan hal yang kuli
Pelakor Itu TantekuAku mencoba mendengarkan obrolan mereka yang samar-samar dan mengintip mereka dari balik tembok. Terlihat Tante Lili memegang tangan Mas Pram. Seketika Mas Pram menarik tangannya dengan kasar.Tante Lili pun langsung memeluk Mas Pram. Saat itu Mas Pram terlihat menolak, tapi Tante Lili terus memeluknya dengan erat. Aku benar-benar sudah tidak tahan melihat hal tersebut. Apa yang aku lihat sudah lebih dari cukup memberi bukti kalau mereka mempunyai hubungan terlarang.Aku harus kuat, aku tidak boleh lemah. Karena aku sendiri yang ingin membuktikan sejauh mana hubungan mereka. Kulangkahkan kaki dengan cepat dan menarik lengan Tante Lili kasar.PLAKKKK Tamparan itu aku layangkan ke wajah suamiku. Suami yang selalu kubanggakan karena kebaikannya, tanggung jawabnya, dan sikapnya yang selalu membuatku terpesona.Seketika Mas Pram terdiam bak patung. Kutatap matanya tanpa berkedip dengan amarah yang sudah kutahan dari tadi siang. Aku memergoki Mas Pram dan Tante Lili d
Pelakor Itu TantekuAkhirnya aku hanya terdiam. Percuma berontak sekuat apapun untuk melepaskan diri, karena Mas Pram lebih kuat dariku.Aku biarkan Mas Pram tetap memeluk erat diriku. Bukan karena aku terlena dengan pelukannya, Tetapi karena aku tidak bisa melepaskan pelukan Mas Pram. Aku tidak ingin terpesona lagi dengan semua sikap manisnya selama ini. Aku tidak ingin hatiku lemah karena rasa cinta yang begitu dalam pada Mas Pram.Akhirnya Mas Pram sedikit melonggarkan pelukannya. Dia memegang wajahku dengan kedua tangannya. Dia menatapku begitu dalam. Ingin rasanya kupalingkan wajah, tetapi kedua tangan Mas Pram mengapit pipiku, membuat pandangan tetap tertuju padanya."Sayang. Aku tahu, perbuatanku begitu melukai perasaanmu. Aku minta maaf!"Dadaku begitu sesak mendengar pengakuan Mas Pram atas perbuatannya. Air mataku sudah membendung, aku berusaha untuk tidak mengerdipkan mata. Aku takut air mataku jatuh di depan Mas Pram dan terlihat lemah. Ternyata sekuat apapun menahannya,
Pelakor Itu Tanteku"Kamu mengusirnya atau menyuruh dia tinggal di tempat lain, Mas? Tempat yang sudah kamu sediakan agar lebih mudah untuk bermesraan dan melanjutkan hubungan cinta terlarang kalian.""Kamu kenapa bicara seperti itu, Sayang? Di mana Sifa yang aku kenal? Sifa yang yang selalu bersikap lembut, Sifa yang selalu percaya dengan suaminya."Aku memang sudah berubah, Mas. Dan semua perubahan itu karena kesalahanmu. Seandainya kamu tidak melakukan semua ini, mungkin kamu masih akan merasakan kelembutan dan mendapatkan kepercayaan dari seorang Sifa."Kamu masih ingin mengharapkan kelembutan dariku, Mas? Kamu masih berharap aku akan mempercayaimu seperti dulu lagi? Tidak semudah itu, Mas. Bahkan bisa saja untuk selamanya aku bersikap seperti ini padamu."Aku langsung menggendong Fadil yang masih terpejam. Dan memindahkan dia ke kamarku. Aku langsung mengunci pintu kamar agar Mas Pram tidak mengikuti lagi.Hahh ... kuatkanlah aku menghadapi semua ini. Aku tidak pernah menyangka k
Pelakor Itu TantekuPOV PramSudah beberapa hari aku tidak merasakan kelembutan dari istriku. Bahkan dia mengambil keputusan untuk pisah kamar denganku. Senyum ayu yang selalu membuat hatiku tenang sudah tidak kulihat. Suara lembut yang selalu berbisik manja di telingaku sudah tidak kudengar lagi.Semua itu salahku. Ya. Salahku. Seorang istri yang begitu sempurna telah aku lukai hatinya. Seorang istri yang telah membuatku jatuh cinta karena kesederhanaannya tetapi tetap anggun dan cantik.Sifa. Perempuan yang telah kupilih menjadi teman hidupku. Dan ibu dari anakku, Fadil. Aku telah kehilangan sosok Sifa yang aku kenal dulu. Dan semua itu berawal dari kesalahanku yang tidak bisa menahan rayuan Tante Lili, yang tak lain tantenya Sifa. Rayuan perempuan itu sudah membuatku tidak bisa menahan hasrat sebagai seorang lelaki. Aku menyesal. Tapi penyesanlanku tidak ada gunanya. Tante Lili datang ke rumah kami saat dia mendapatkan panggilan kerja di sebuah perusahaan yang satu Kota dengan
Pelakor Itu TantekuMalam ini terasa begitu sepi. Aku hanya duduk termenung di kamar Fadil. Menemani bocah polos yang sudah terlelap dalam tidurnya. Suasana begitu hening.Aku selalu teringat dengan masa indahku bersama Mas Pram. Dada ini terasa sesak jika mengingat semuanya. Jujur. Aku rindu dengan masa-masa itu. Tapi ini keputusan yang sudah kupilih untuk menjaga jarak sementara waktu.Brem brem brem Mas Pram?Aku langsung bergegas membuka pintu kamar Fadil dan keluar. Seakan lupa kalau hubunganku dengan Mas Pram sedang tidak baik. "Mas, kok baru pulang?" tanyaku menyambut Mas Pram.Mas Pram tercengang di depanku. Dan aku sendiri belum menyadari sikapku itu. "Alhamdulillah, akhirnya kamu mau menyapaku lagi seperti dulu, Sayang."Deg ... baru tersadar dengan sikapku ini. Ya ampun. Apa-apaan aku ini? "Ma - maksudnya, makanan untuk makan malam sudah kusiapkan di meja makan. Aku tadi memang ingin keluar," terangku ngeles. Aduh. Kenapa harus seperti ini? Aku langsung balik badan d
Pelakor Itu TantekuSepertinya aku tidak perlu menghubungi Tante Lili. Aku takut kalau hal ini akan menjadi celah untuk dia kembali lagi ke rumah ini. Sudah cukup aku menampung Tante yang tidak tahu diri itu. Lebih baik aku biarkan saja barang yang masih tertinggal, yang terpenting dia sudah keluar dari rumah ini. Apa aku telepon Ayah dan Ibu saja untuk menanyakan Tante Lili di sana atau tidak.Aku segera mengambil ponsel dan menelepon orang tuaku untuk memastikan hal tersebut."Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam, Fa. Ada apa malam-malam telepon? Kalian semua sehat dan baik-baik saja 'kan?" tanya ibu terdengar khawatir"Alhamdulillah, kami semua sehat, Bu.""Pekerjaan Lili bagaimana, Fa? Lancar? Lili bilang, kamu dan Pram yang mengizinkan dia untuk tetap tinggal di sana, ya? Sebenarnya Ibu sudah bicara, agar dia segera mencari tempat kost. Tapi kalau kamu dan Pram yang meminta dia tinggal di sana, Ibu bisa apa."Aku terdiam sejenak mendengar ucapan Ibu. Pekerjaan Tante Lili memang