Pelakor Itu Tanteku
Sesampainya di kamar, aku langsung menurunkan Fadil dari gendongan dan mendudukkan dia atas kasur bersama papanya.Aku sendiri duduk di kursi meja rias untuk menyisir rambut dan merapikan kunciran.Deg ... tiba-tiba teringat kejadian tadi saat Mas Pram dan Tante Lili di kamar berduaan. Mereka beralasan ada kecoa di kamar ini. Lalu pintu kamar di kunci dari dalam.Sebenarnya apa yang mereka lakukan di kamar ini? Aku merasa ada yang aneh dengan alasan kecoa di dalam kamar. Apalagi mereka terlihat begitu tegang tadi.Bau parfum Mas Pram di baju Tante Lili? Ucapan Tante Lili saat di kamar bersamaku? Berarti semua itu ada hubungannya dengan cinta terlarang antara Mas Pram dan Tante Lili?Sebenarnya aku sudah tidak mampu menahan air mata, tapi tidak mungkin aku menangis di depan Mas Pram. Aku tidak ingin dia curiga dengan apa yang telah aku ketahui tentang hubungannya dengan tanteku sendiri.Aku masuk ke kamar mandi yang ada di dalam kamar. Ku tumpahkan air mata tanpa suara tangisan.Mas Pram ... kenapa kamu melakukan semua ini padaku? Laki-laki yang sangat berarti dalam hidupku. Laki-laki yang selalu membuatku jatuh cinta setiap saat. Laki-laki yang selalu membuat hatiku berbunga-bunga dengan sikap romantisnya. Kini telah melukai hatiku dengan cinta terlarangnya.'Aku jatuh cinta dengan kesederhanaanmu' ucapan yang tidak pernah aku lupakan saat Mas Pram pertama kali mengutarakan perasaannya. Ternyata semua itu omong kosong.Tok tok tok ...."Sayang ...," terdengar suara lembut Mas Pram memanggilku.Aku langsung mengusap air mata yang sudah membasahi wajah. Aku harus bisa menghilangkan sejenak pikiranku tentang hal ini. Ya. Aku harus kuat.Aku segera membuka pintu kamar mandi"Iya, Mas," jawabku sembari mengulas senyum indah untuk suami yang sudah mengkhianatiku.Jangan bilang aku istri bodoh! Karena aku punya alasan melakukan semua ini.Mas Pram menatapku dengan tatapan sedikit curiga. Mungkin dia melihat mataku yang sembab."Kamu kenapa, Sayang? Menangis?""Menangis? Memangnya kenapa Mas Pram tanya seperti itu?""Matamu terlihat seperti habis menangis, Sayang.""Oh ... ini terkena sabun saat aku cuci muka barusan, Mas." Aku tidak peduli kalau alasanku terdengar aneh.Aku menggandeng tangan Mas Pram untuk kembali duduk di kasur. Aku berusaha mengalihkan pikiran dengan mengajak Fadil bercanda.Mas Pram masih tetap menatapku, seakan tidak percaya dengan alasanku barusan. Aku membalas tatapan dia dan mendekatinya."Sayang. Apa aku sudah menyakiti perasaanmu?" tanya Mas Pram seakan tidak sadar dengan perbuatannya.Iya, Mas. Kamu sudah sangat menyakiti dan melukai perasaanku. Perasaan yang selalu bahagia memiliki suami sepertimu. Perasaan yang selalu tenang dan nyaman saat di sisimu. Dan kini, perasaan itu sudah hilang dengan kenyataan yang aku lihat dengan mata kepalaku sendiri."Bicara apa kamu ini, Mas. Sejak kapan seorang Mas Pram menyakiti perasaanku? Yang ada, kamu selalu memanjakanku dengan sikap lembutmu. Kamu laki-laki yang baik dan sangat bertanggung jawab," terangku dengan hati yang tercabik."Kamu perempuan yang sangat baik. Itu salah satu alasan kenapa aku memilihmu sebagai istriku, tapi kali ini, aku melihat sebuah kesedihan yang terpancar dari kedua matamu."Ya. Aku baik. Aku memang perempuan baik. Dan saking baiknya, kamu tega menduakan aku dengan perempuan lain. Kebaikanku sebagai seorang perempuan menjadikan diriku mudah kamu bohongi, Mas.Aku terlalu terlena dan percaya dengan semua yang kamu berikan padaku. Kata-kata lembut, sikap dan pesan romantismu, serta semua materi yang kamu beri lebih untukku. Semua itu membuatku telah salah menilai tentang dirimu."Makasih, Mas, atas pujianmu. Aku hanya ingin melakukan apa yang seharusnya seorang istri lakukan. Aku tidak sedih. Justru saat ini aku merasa bahagia. Dan aku harus selalu bahagia menjadi istrimu."Mas Pram tidur dengan manja di pangkuanku. Kutatap wajah tampannya yang sudah kotor tersentuh wanita lain. Entah apa lagi yang telah mereka lakukan di belakangku.Kuatkanlah aku dengan kepura-puraan ini. Sampai aku benar-benar mengetahui sejauh mana hubungan Mas Pram dan Tante Lili.Suasana begitu hening. Mas Pram dan aku hanya terdiam. Sedangkan Fadil sibuk dengan mainannya.Kunyalakan tivi yang ada di kamar untuk menghilangkan keheningan di dalam ruangan."Mas Pram, coba kamu lihat acara di tivi itu! Laki-laki yang tidak punya perasaan. Dan perempuan itu, tega sekali dia merebut suami orang. Hah ... untung saja hanya cerita di tivi ya, Mas? ucapku menyindirnya.Mas Pram hanya tersenyum melihat wajahku yang kesal. Bahkan dia tidak merasa tersindir sedikitpun."Sejak kapan kamu menyukai acara seperti itu, Sayang? Lihat tuh wajah kamu ikutan kesal sendiri.Wajahku kesal bukan karena cerita di tivi itu, Mas. Melainkan karena perbuatanmu dengan Tante Lili."Apa laki-laki itu lebih suka dengan perempuan yang hanya cantik luarnya saja ya, Mas?""Kenapa kamu tanya seperti itu? jawabnya dengan mengerutkan kening."Kebanyakan laki-laki selingkuh karena tergoda dengan kecantikan perempuan. Bahkan tega mengkhianati istrinya sendiri," ucapku terbawa perasaan.Ha ha ha ....Mas Pram malah tertawa begitu lepas mendengar ucapanku itu. Dia langsung mematikan tivinya."Jangan nonton acara begituan, Sayang! Baper kan jadinya. Tidak semua laki-laki tertarik hanya karena kecantikan seorang perempuan. Dan aku sangat bersyukur memiliki istri seperti kamu. baik, cantik dan penuh kelembutan.Aku serasa ingin menampar mulut Mas Pram. Apa yang dikatakan tidak sesuai dengan tindakan yang telah dia lakukan.Apa aku harus jadi perempuan yang jahat untuk membalas semua perbuatan yang telah kamu lakukan bersama tanteku.Aku masih berharap, perbuatan mereka belum melebihi apa yang kulihat di taman tadi.BersambungPelakor Itu TantekuSatu bulan setelah kepulangan Tante Lili di rumah Ayah dan Ibu. Keadaannya masih tetap sama. Tante Lili hanya bisa berbaring. Dan semua aktivitasnya harus dibantu. Hari ini, aku dan Mas Pram berencana untuk menengok Tante Lili. Dan membujuk dia agar mau dibawa ke rumah sakit._"Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam. Kalian sudah datang. Ayo masuk! Ibumu sedang di kamar Lili," terang Ayah dengan menyambut kedatangan kami.Aku dan Mas Pram langsung menuju kamar Tante Lili. Sedangkan Fadil, dia bersama Mbak Tutik bermain di halaman. Kami memang sengaja mengajak Mbak Tutik agar aku bisa membantu Ibu mengurus Tante Lili selama di sini. Dan kami akan menginap untuk beberapa hari."Assala'mualaikum.""Wa'alaikumsalam. Pram, Fa," sapa ibu yang duduk di samping Tante Lili.Tante Lili hanya bisa menatap kami. Dia memang mulai sulit untuk berbicara. Dan lebih merespon dengan tatapannya. Sungguh tidak tega melihat keadaannya yang semakin hari semakin parah.Sudah berkali-kali
Pelakor Itu TantekuAku dan Mas Pram sudah sepakat untuk memberitahu Ayah dan Ibu tentang keadaan Tante Lili saat ini.Kami memutuskan untuk pulang ke rumah Ayah dan Ibu. Karena tidak mungkin, kami mengabari hal ini hanya lewat telepon."Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam. Sifa, Pram, kalian datang ke sini kok tidak memberi kabar dulu." Ibu terlihat sedikit kaget dengan kedatangan kami yang tiba-tiba. "Ayo, masuk!" ajak ibu dengan mengambil Fadil dari gendongan Mas Pram.Kami langsung duduk di ruang depan."Ibu tinggal sebentar, ambil minum dan kue. Kebetulan Ibu habis bikin kue kesukaanmu, Fa. Pas sekali kalian datang ke sini.""Ti - tidak usah, Bu. Ayah mana, ya? Sifa mau bicara sama Ayah dan Ibu." "Iya, tapi kalian kan habis perjalanan lumayan jauh. Istirahat dulu, nyantai-nyantai, baru kita bicara. Memangnya mau bicara soal apa, Fa? kamu terlihat serius banget.""Soal Tan - Tante Lili, Bu."Kini pandangan Ibu langsung tertuju ke arahku dengan tatapan yang dalam."Lili lagi. Apal
Pelakor Itu Tanteku"Apa, Bu? Tante Lili kabur?"Baru semalam kulewati kebahagiaan bersama Mas Pram. Sekarang pikiranku sudah mulai cemas dan tidak tenang. Ibu memberi kabar, kalau Tante Lili kabur dari rumah. "Kenapa, Fa?" tanya bapak mertua dengan wajah yang penasaran."Kenapa, Sayang? Siapa yang kabur?""Tan - Tante Lili, kabur." "Fa, Ibu minta maaf, karena tidak bisa menjaga tantemu. Ibu sudah kunci kamarnya, tapi dia izin mau ke belakang. Dia pergi tanpa membawa pakaiannya."Tidak bisa dipungkiri, kalau aku merasa takut. Takut kalau Tante Lili akan datang untuk merusak rumah tanggaku bersama Mas Pram, lagi."Bu - bukan salah Ibu. Tapi, memang Tante Lili yang sudah kelewatan. Apa mungkin dia akan ke kota ini lagi, Bu?""Ibu juga tidak tahu, Fa. Kemarin, dia memang keberatan Ibu ajak pulang. Ibu suruh dia resign dari tempat kerjanya. Tapi, dia menolak."Apa sebenarnya rencana Tante Lili sekarang?"Kamu simpan baik-baik surat perjanjian waktu itu, Fa! Kalau Lili macam-macam lagi,
Pelakor Itu Tanteku"Kalau berkenan, Mas Pram bisa dibawa pada Ustadz Faiz. In Syaa Allah, beliau bisa menangani keadaan Mas Pram saat ini," terang Pak Burhan selesai menandatangani surat perjanjian. Beliau menjadi salah satu saksi dalam surat perjanjian tersebut. Pak Burhan adalah RT di tempat tinggal Panji. Dan saran dari Pak Burhan disetujui semua pihak keluarga. Mereka yakin kalau Pak Burhan tidak mungkin berbohong atau punya niat tidak baik pada kami.Akhirnya, Pak Burhan langsung mengantar kami ke tempat Ustadz Faiz. Sedangkan Tante Lili, dia tidak dilepaskan begitu saja. Ayah dan Ibu akan membawanya pulang ke rumah. Mereka tidak mengizinkan Tante Lili tinggal satu kota denganku dan Mas Pram, lagi. Sesampainya di rumah Ustadz Faiz, aku terdiam sejenak. Pak Burhan dan semua keluarga nemandangku. Sepertinya mereka paham dengan sikapku itu. "Mari!" ajak Pak Burhan pada kami. "Assalamu'alaikum, Ustadz.""Wa'alaikumsalam," jawab ustadz dengan sikap yang begitu ramah. Aku berdiri
Pelakor Itu Tanteku"Jangan, Mbak! Jangan bawa Lili ke pihak berwajib. Lili ngga mau di penjara. Lili mohon, Mbak! Lili minta maaf!" Kata-kata yang terus terucap dari mulut Tante Lili.Hal yang tidak pernah terbayangkan sedikitpun, kalau hubungan Tante Lili dengan kami akan seperti ini.Tangan Ibu terus menyeretnya. Dan Tante Lili tetap berusaha berontak. Ibu langsung menghentikan langkahnya. Dengan mata berkaca-kaca, Ibu menatap Tante Lili begitu tajam. "Minta maaf? Kamu bilang minta maaf? Kamu tahu, berapa banyak hati yang tersakiti karena ulahmu? Terutama Sifa, keponakanmu sendiri."Aku memang belum banyak bicara, karena masih syok dengan apa yang kulihat tadi. Bahkan, degupan jantung yang kencang masih begitu terasa. "Ini soal hati, Mbak. Aku sendiri juga tidak tahu, kenapa bisa mencintai, Pram. Kenapa harus aku yang disalahkan atas semua ini. Tidak adil. Benar-benar tidak adil."PLAKKKKJawaban itu, membuatku mendaratkan sebuah tamparan untuk kesekian kalinya pada Tante Lili.
Pelakor Itu Tanteku"Sudah pindah? Mak - maksud Bapak bagaimana, ya?" tanyaku pada seorang Bapak yang mengaku pemilik rumah yang di tempati pamannya Panji."Iya Mbak, mereka cuma nempatin rumah ini untuk satu bulan saja, tapi belum ada seminggu mereka sudah mengosongkan rumah ini. Kelihatannya mereka buru-buru."Tubuhku rasanya begitu lemas. Entah apa maksud dengan semua ini. Aku takut. Benar-benar takut."Ba - Bapak tahu dengan Ustadz yang menempati rumah ini?""Ustadz, Mbak? Saya malah tidak tahu kalau ada Ustadz. Saya permisi dulu, Mbak."Aku langsung berlari menuju mobil, di mana semua keluarga ada di dalam."Kenapa, Fa? Kenapa kamu terlihat bingung seperti itu?" tanya ayah dengan wajah penasaran."Sifa harus segera telepon Panji, Yah."Dadaku terasa bergemuruh dengan begitu banyak pertanyaan yang bergelayut dalam pikiran.Aku harus segera menelepon Panji. Apa maksud dari semua ini? Dengan cepat kutekan nama Panji dalam ponselku. "Panji, kamu di mana sekarang?" tanyaku tanpa mem