Share

Bab 6

Pelakor Itu Tanteku

Sesampainya di kamar, aku langsung menurunkan Fadil dari gendongan dan mendudukkan dia atas kasur bersama papanya.

Aku sendiri duduk di kursi meja rias untuk menyisir rambut dan merapikan kunciran.

Deg ... tiba-tiba teringat kejadian tadi saat Mas Pram dan Tante Lili di kamar berduaan. Mereka beralasan ada kecoa di kamar ini. Lalu pintu kamar di kunci dari dalam.

Sebenarnya apa yang mereka lakukan di kamar ini? Aku merasa ada yang aneh dengan alasan kecoa di dalam kamar. Apalagi mereka terlihat begitu tegang tadi.

Bau parfum Mas Pram di baju Tante Lili? Ucapan Tante Lili saat di kamar bersamaku? Berarti semua itu ada hubungannya dengan cinta terlarang antara Mas Pram dan Tante Lili?

Sebenarnya aku sudah tidak mampu menahan air mata, tapi tidak mungkin aku menangis di depan Mas Pram. Aku tidak ingin dia curiga dengan apa yang telah aku ketahui tentang hubungannya dengan tanteku sendiri.

Aku masuk ke kamar mandi yang ada di dalam kamar. Ku tumpahkan air mata tanpa suara tangisan.

Mas Pram ... kenapa kamu melakukan semua ini padaku? Laki-laki yang sangat berarti dalam hidupku. Laki-laki yang selalu membuatku jatuh cinta setiap saat. Laki-laki yang selalu membuat hatiku berbunga-bunga dengan sikap romantisnya. Kini telah melukai hatiku dengan cinta terlarangnya.

'Aku jatuh cinta dengan kesederhanaanmu' ucapan yang tidak pernah aku lupakan saat Mas Pram pertama kali mengutarakan perasaannya. Ternyata semua itu omong kosong.

Tok tok tok ....

"Sayang ...," terdengar suara lembut Mas Pram memanggilku.

Aku langsung mengusap air mata yang sudah membasahi wajah. Aku harus bisa menghilangkan sejenak pikiranku tentang hal ini. Ya. Aku harus kuat.

Aku segera membuka pintu kamar mandi

"Iya, Mas," jawabku sembari mengulas senyum indah untuk suami yang sudah mengkhianatiku.

Jangan bilang aku istri bodoh! Karena aku punya alasan melakukan semua ini.

Mas Pram menatapku dengan tatapan sedikit curiga. Mungkin dia melihat mataku yang sembab.

"Kamu kenapa, Sayang? Menangis?"

"Menangis? Memangnya kenapa Mas Pram tanya seperti itu?"

"Matamu terlihat seperti habis menangis, Sayang."

"Oh ... ini terkena sabun saat aku cuci muka barusan, Mas." Aku tidak peduli kalau alasanku terdengar aneh.

Aku menggandeng tangan Mas Pram untuk kembali duduk di kasur. Aku berusaha mengalihkan pikiran dengan mengajak Fadil bercanda.

Mas Pram masih tetap menatapku, seakan tidak percaya dengan alasanku barusan. Aku membalas tatapan dia dan mendekatinya.

"Sayang. Apa aku sudah menyakiti perasaanmu?" tanya Mas Pram seakan tidak sadar dengan perbuatannya.

Iya, Mas. Kamu sudah sangat menyakiti dan melukai perasaanku. Perasaan yang selalu bahagia memiliki suami sepertimu. Perasaan yang selalu tenang dan nyaman saat di sisimu. Dan kini, perasaan itu sudah hilang dengan kenyataan yang aku lihat dengan mata kepalaku sendiri.

"Bicara apa kamu ini, Mas. Sejak kapan seorang Mas Pram menyakiti perasaanku? Yang ada, kamu selalu memanjakanku dengan sikap lembutmu. Kamu laki-laki yang baik dan sangat bertanggung jawab," terangku dengan hati yang tercabik.

"Kamu perempuan yang sangat baik. Itu salah satu alasan kenapa aku memilihmu sebagai istriku, tapi kali ini, aku melihat sebuah kesedihan yang terpancar dari kedua matamu."

Ya. Aku baik. Aku memang perempuan baik. Dan saking baiknya, kamu tega menduakan aku dengan perempuan lain. Kebaikanku sebagai seorang perempuan menjadikan diriku mudah kamu bohongi, Mas.

Aku terlalu terlena dan percaya dengan semua yang kamu berikan padaku. Kata-kata lembut, sikap dan pesan romantismu, serta semua materi yang kamu beri lebih untukku. Semua itu membuatku telah salah menilai tentang dirimu.

"Makasih, Mas, atas pujianmu. Aku hanya ingin melakukan apa yang seharusnya seorang istri lakukan. Aku tidak sedih. Justru saat ini aku merasa bahagia. Dan aku harus selalu bahagia menjadi istrimu."

Mas Pram tidur dengan manja di pangkuanku. Kutatap wajah tampannya yang sudah kotor tersentuh wanita lain. Entah apa lagi yang telah mereka lakukan di belakangku.

Kuatkanlah aku dengan kepura-puraan ini. Sampai aku benar-benar mengetahui sejauh mana hubungan Mas Pram dan Tante Lili.

Suasana begitu hening. Mas Pram dan aku hanya terdiam. Sedangkan Fadil sibuk dengan mainannya.

Kunyalakan tivi yang ada di kamar untuk menghilangkan keheningan di dalam ruangan.

"Mas Pram, coba kamu lihat acara di tivi itu! Laki-laki yang tidak punya perasaan. Dan perempuan itu, tega sekali dia merebut suami orang. Hah ... untung saja hanya cerita di tivi ya, Mas? ucapku menyindirnya.

Mas Pram hanya tersenyum melihat wajahku yang kesal. Bahkan dia tidak merasa tersindir sedikitpun.

"Sejak kapan kamu menyukai acara seperti itu, Sayang? Lihat tuh wajah kamu ikutan kesal sendiri.

Wajahku kesal bukan karena cerita di tivi itu, Mas. Melainkan karena perbuatanmu dengan Tante Lili.

"Apa laki-laki itu lebih suka dengan perempuan yang hanya cantik luarnya saja ya, Mas?"

"Kenapa kamu tanya seperti itu? jawabnya dengan mengerutkan kening.

"Kebanyakan laki-laki selingkuh karena tergoda dengan kecantikan perempuan. Bahkan tega mengkhianati istrinya sendiri," ucapku terbawa perasaan.

Ha ha ha ....

Mas Pram malah tertawa begitu lepas mendengar ucapanku itu. Dia langsung mematikan tivinya.

"Jangan nonton acara begituan, Sayang! Baper kan jadinya. Tidak semua laki-laki tertarik hanya karena kecantikan seorang perempuan. Dan aku sangat bersyukur memiliki istri seperti kamu. baik, cantik dan penuh kelembutan.

Aku serasa ingin menampar mulut Mas Pram. Apa yang dikatakan tidak sesuai dengan tindakan yang telah dia lakukan.

Apa aku harus jadi perempuan yang jahat untuk membalas semua perbuatan yang telah kamu lakukan bersama tanteku.

Aku masih berharap, perbuatan mereka belum melebihi apa yang kulihat di taman tadi.

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status