Pelakor Itu TantekuPintu kamar Tante Lili terbuka karena dorongan tanganku."Eh ... ada apa, Fa?" tanya tante membuyarkan keteganganku."Ti - tidak apa-apa, Tan," jawabku sembari melangkahkan kaki ke dalam kamar."Terus?" tanya tante dengan wajah penasaran dan alis yang naik ke atas.Sepertinya Mas Pram tidak ada di sini. Lalu apa yang harus aku katakan pada Tante Lili? "O - oh. Sifa mau minta tolong Tante buat bantuin masak. Iya. Masak," jawabku agak sedikit gugup karena bingung harus berkata apa.Ayo Sifa, relaks!"Oh, ya sudah, nanti Tante bantu. Tante mau mandi dulu." "Mandi? Bukannya tadi Tante sudah mandi, ya? Habis luluran," "Iya, Fa, tapi rambut Tante lengket. Tante mandi dulu, nanti Tante susul ke dapur."Aku keluar dengan pikiran yang penuh tanda tanya. Mas Pram memang tidak kutemukan di kamar ini, tapi kenapa aku merasa curiga dengan Tante Lili. Aku melangkahkan kaki ke garasi. Ternyata mobil Mas Pram tidak ada. Hah ... aku terlalu cemas dan takut dengan hal yang kuli
Pelakor Itu TantekuAku mencoba mendengarkan obrolan mereka yang samar-samar dan mengintip mereka dari balik tembok. Terlihat Tante Lili memegang tangan Mas Pram. Seketika Mas Pram menarik tangannya dengan kasar.Tante Lili pun langsung memeluk Mas Pram. Saat itu Mas Pram terlihat menolak, tapi Tante Lili terus memeluknya dengan erat. Aku benar-benar sudah tidak tahan melihat hal tersebut. Apa yang aku lihat sudah lebih dari cukup memberi bukti kalau mereka mempunyai hubungan terlarang.Aku harus kuat, aku tidak boleh lemah. Karena aku sendiri yang ingin membuktikan sejauh mana hubungan mereka. Kulangkahkan kaki dengan cepat dan menarik lengan Tante Lili kasar.PLAKKKK Tamparan itu aku layangkan ke wajah suamiku. Suami yang selalu kubanggakan karena kebaikannya, tanggung jawabnya, dan sikapnya yang selalu membuatku terpesona.Seketika Mas Pram terdiam bak patung. Kutatap matanya tanpa berkedip dengan amarah yang sudah kutahan dari tadi siang. Aku memergoki Mas Pram dan Tante Lili d
Pelakor Itu TantekuAkhirnya aku hanya terdiam. Percuma berontak sekuat apapun untuk melepaskan diri, karena Mas Pram lebih kuat dariku.Aku biarkan Mas Pram tetap memeluk erat diriku. Bukan karena aku terlena dengan pelukannya, Tetapi karena aku tidak bisa melepaskan pelukan Mas Pram. Aku tidak ingin terpesona lagi dengan semua sikap manisnya selama ini. Aku tidak ingin hatiku lemah karena rasa cinta yang begitu dalam pada Mas Pram.Akhirnya Mas Pram sedikit melonggarkan pelukannya. Dia memegang wajahku dengan kedua tangannya. Dia menatapku begitu dalam. Ingin rasanya kupalingkan wajah, tetapi kedua tangan Mas Pram mengapit pipiku, membuat pandangan tetap tertuju padanya."Sayang. Aku tahu, perbuatanku begitu melukai perasaanmu. Aku minta maaf!"Dadaku begitu sesak mendengar pengakuan Mas Pram atas perbuatannya. Air mataku sudah membendung, aku berusaha untuk tidak mengerdipkan mata. Aku takut air mataku jatuh di depan Mas Pram dan terlihat lemah. Ternyata sekuat apapun menahannya,
Pelakor Itu Tanteku"Kamu mengusirnya atau menyuruh dia tinggal di tempat lain, Mas? Tempat yang sudah kamu sediakan agar lebih mudah untuk bermesraan dan melanjutkan hubungan cinta terlarang kalian.""Kamu kenapa bicara seperti itu, Sayang? Di mana Sifa yang aku kenal? Sifa yang yang selalu bersikap lembut, Sifa yang selalu percaya dengan suaminya."Aku memang sudah berubah, Mas. Dan semua perubahan itu karena kesalahanmu. Seandainya kamu tidak melakukan semua ini, mungkin kamu masih akan merasakan kelembutan dan mendapatkan kepercayaan dari seorang Sifa."Kamu masih ingin mengharapkan kelembutan dariku, Mas? Kamu masih berharap aku akan mempercayaimu seperti dulu lagi? Tidak semudah itu, Mas. Bahkan bisa saja untuk selamanya aku bersikap seperti ini padamu."Aku langsung menggendong Fadil yang masih terpejam. Dan memindahkan dia ke kamarku. Aku langsung mengunci pintu kamar agar Mas Pram tidak mengikuti lagi.Hahh ... kuatkanlah aku menghadapi semua ini. Aku tidak pernah menyangka k
Pelakor Itu TantekuPOV PramSudah beberapa hari aku tidak merasakan kelembutan dari istriku. Bahkan dia mengambil keputusan untuk pisah kamar denganku. Senyum ayu yang selalu membuat hatiku tenang sudah tidak kulihat. Suara lembut yang selalu berbisik manja di telingaku sudah tidak kudengar lagi.Semua itu salahku. Ya. Salahku. Seorang istri yang begitu sempurna telah aku lukai hatinya. Seorang istri yang telah membuatku jatuh cinta karena kesederhanaannya tetapi tetap anggun dan cantik.Sifa. Perempuan yang telah kupilih menjadi teman hidupku. Dan ibu dari anakku, Fadil. Aku telah kehilangan sosok Sifa yang aku kenal dulu. Dan semua itu berawal dari kesalahanku yang tidak bisa menahan rayuan Tante Lili, yang tak lain tantenya Sifa. Rayuan perempuan itu sudah membuatku tidak bisa menahan hasrat sebagai seorang lelaki. Aku menyesal. Tapi penyesanlanku tidak ada gunanya. Tante Lili datang ke rumah kami saat dia mendapatkan panggilan kerja di sebuah perusahaan yang satu Kota dengan
Pelakor Itu TantekuMalam ini terasa begitu sepi. Aku hanya duduk termenung di kamar Fadil. Menemani bocah polos yang sudah terlelap dalam tidurnya. Suasana begitu hening.Aku selalu teringat dengan masa indahku bersama Mas Pram. Dada ini terasa sesak jika mengingat semuanya. Jujur. Aku rindu dengan masa-masa itu. Tapi ini keputusan yang sudah kupilih untuk menjaga jarak sementara waktu.Brem brem brem Mas Pram?Aku langsung bergegas membuka pintu kamar Fadil dan keluar. Seakan lupa kalau hubunganku dengan Mas Pram sedang tidak baik. "Mas, kok baru pulang?" tanyaku menyambut Mas Pram.Mas Pram tercengang di depanku. Dan aku sendiri belum menyadari sikapku itu. "Alhamdulillah, akhirnya kamu mau menyapaku lagi seperti dulu, Sayang."Deg ... baru tersadar dengan sikapku ini. Ya ampun. Apa-apaan aku ini? "Ma - maksudnya, makanan untuk makan malam sudah kusiapkan di meja makan. Aku tadi memang ingin keluar," terangku ngeles. Aduh. Kenapa harus seperti ini? Aku langsung balik badan d
Pelakor Itu TantekuSepertinya aku tidak perlu menghubungi Tante Lili. Aku takut kalau hal ini akan menjadi celah untuk dia kembali lagi ke rumah ini. Sudah cukup aku menampung Tante yang tidak tahu diri itu. Lebih baik aku biarkan saja barang yang masih tertinggal, yang terpenting dia sudah keluar dari rumah ini. Apa aku telepon Ayah dan Ibu saja untuk menanyakan Tante Lili di sana atau tidak.Aku segera mengambil ponsel dan menelepon orang tuaku untuk memastikan hal tersebut."Assalamu'alaikum.""Wa'alaikumsalam, Fa. Ada apa malam-malam telepon? Kalian semua sehat dan baik-baik saja 'kan?" tanya ibu terdengar khawatir"Alhamdulillah, kami semua sehat, Bu.""Pekerjaan Lili bagaimana, Fa? Lancar? Lili bilang, kamu dan Pram yang mengizinkan dia untuk tetap tinggal di sana, ya? Sebenarnya Ibu sudah bicara, agar dia segera mencari tempat kost. Tapi kalau kamu dan Pram yang meminta dia tinggal di sana, Ibu bisa apa."Aku terdiam sejenak mendengar ucapan Ibu. Pekerjaan Tante Lili memang
Pelakor Itu TantekuMas Pram menggenggam tanganku yang masih memegang baju tidur. Dia menatapku dengan tatapan penuh makna. Mungkin dia sedang memikirkan harus dari mana menjelaskan padaku.Aku membalas dengan tatapan yang mengisyaratkan kalau aku sudah siap mendengar penjelasan darinya. Terlihat wajahnya yang sedikit ragu-ragu dan cemas, sebelum akhirnya Mas Pram mulai bicara."Semua itu tidak pernah aku inginkan, meskipun akhirnya aku tidak bisa menolaknya. Rayuan itu membuatku melupakan sejenak kamu dan Fadil. Sentuhan bibir Tante Lili tidak bisa ku elakkan, justru aku membiarkan dan menikmatinya meskipun hanya sesaat."Dadaku bergetar hebat. Sekuat tenaga mencoba menguatkan hatiku. Sesekali kuseka air mata yang tidak bisa kutahan.Mas Pram lebih erat menggenggam tanganku, seakan dia ingin memastikan apa aku masih menginginkan penjelasan yang lebih darinya."Terus?" ucapku dengan suara parau."Entah apa yang membuat Tante Lili menginginkan semua itu dariku. Setelah cumbuan pertama