Share

4. Kerokan cara mulia

Reya berjalan cepat ke luar seolah takut dibuntuti. Ia takut jika Arka mengikutinya dari belakang karena gadis itu berencana untuk menemu kekasihnya. Akan berbahaya jika Arka memergokinya.

Ratna menatap cemas putri sulungnya, apalagi ini sudah cukup malam. "Ka, susul Mbak-mu sana. Udah malam ini."

Arka anggukan kepala, ia segera berjalan cepat ke luar dari kamar. Namun, di lorong ia kini tak melihat siapapun. Arka berjalan menuju lorong ke luar dan ia tak juga menemukan Reya.

"Yaelah, mana nih kakak gue yang gemoy?" gumamnya pada diri sendiri.

Reya berjalan ke luar ke parkiran belakang tempat Jun tadi mengantar dan mengatakan akan menunggu untuk memastikan keadaannya. Reya segera masuk ke dalam mobi Jun.

Jun sedikit merasa lega saat melihat raut wajah kekasihnya yang terlihat baik-baik saja. Hanya ada Jun dan Reya sementara sopir Jun, meminta ijin untuk ke toilet.

"Gimana ibu?" tanya Jun.

"Syukur udah sadar Om dan cuma perlu istirahat karena tulang panggulnya retak," jawab Reya.

"Kalau ada apa-apa hubungin saya ya?"

"Iya Om."

Jun bergerak ke arah pintu depan dan mengunci mobil dari dalam, Ia kembali ke arah kekasihnya dan mengecup dan cium bibir Reya sebelum ia pulang ia menyempatkan membuat tanda kepemilikan di ceruk kekasihnya.

"Om," lirih Reya meminta Jun menghentikan kegiatannya.

Jun menghentikan, setidaknya ia hanya ingin itu sampai mereka bertemu lagi dua minggu lagi. Atau sesukanya saat ia benar-bener kangen dengan gadis gemoynya itu.

Jun menghapus bibir Reya yang basah akibat ulahnya. "Istirahat ya? Hmm? Jangan capek jangan sakit."

Reya anggukan kepala. "Om juga jangan sakit, jangan capek-capek. Mau langsung balik ke Surabaya?"

"Saya mau nginep ke hotel dulu dan balik ke Surabaya pagi nanti."

"Oke kalau gitu, Om juga istirahat ya?"

Pria tegap itu mengusap pucuk kepala Reya. "Iya, sayangnya Om," jawab Jun.

Setelah kecup perpisahan itu Jun menyempatkan diri untuk mengantar Reya membeli makanan. Kemudian mengantarkan gadis itu kembali ke rumah sakit. Setelah Reya turun mobil itu melaju kembali menuju Surabaya.

"Pak Ahyat, saya udah transfer ke kamu. Saya harap kamu tetap tutup mulut seperti biasanya." Jun mengancam. Seperti biasa uang tambahan setiap kali sang sopir menemaninya ke Bandung untuk menemui kekasihnya. Itu yang membuat rahasia Jun aman sampai saat ini.

"Baik Pak."

Reya berjalan kembali menuju ruang rawat sang ibu dengan membawa makanan dan minuman yang sudah ia beli. di ujung lorong ia bisa melihat Arka yang kini berdiri menunggu. Bersandar pada tembok dan melipat kedua tangannya di depan dada.

"Mbak cepet banget jalannya? Aku nyusul udah nggak ada." Arka katakan itu lalu mengikuti langkah Reya.

"Ya, kamu aja yang kurang gerak cepat," ledek Reya. Sebenarnya ia tadi berusaha keras berjalan cepat karena khawatir diikuti Arka. Dan dugaannya benar.

Arka menatap Reya, melihat sebuah tanda merah di leher kanan sang kaka. "Mbak punya pacar?"'

Reya melirik cepat, reaksi itu jelas menunjukkan kalau jawabannya adalah iya. Arka menangkap itu dengan jelas lalu terkekeh.

"Hmm, ini apa?" tanya sang adik seraya menunjuk leher Reya. "Merah-merah gini? Kerokan? tapi bulet-bulet."

Langkah Reya terhenti kemudian mengambil tempat bedak yang berada di tasnya, membuka dan ia melihat dari kaca. Benar, ada tanda yang dibuat oleh Jun. Sial! bagaimana kalau ibu melihat ini? Itu yang ada dipikirannya.

"Nah lho, bingung 'kan?" Lagi Arka meledek.

"Ih, diem ah Arka!" kesal Reya.

"Dikerok aja sana. Tenang sama aku rahasia aman." Arka mengatakan lalu mengorek kantong celananya. Kemudian mengeluarkan koin dari sana dan memberikan kepada sang kaka. "Ini cara paling mulia." Arka ucapan dengan tatapan menyebalkan.

Reya segera menyambar uang koin pemberian Arka. Gadis itu berjalan ke kamar mandi untuk segera mengaburkan sisa kecupan Jun di lehernya. Sebal juga karena si Om malah meninggalkan jejak yang seharusnya tak berada di sana.

Setelah selesai gadis itu segera berjalan ke luar. Tak ada lagi Arka. Sang adik pasti sudah ke kamar untuk menjaga sang ibu lagi. Reya melangkahkan kakinya, segera kembali masuk ke dalam kamar. Melihat Arka yang sudah sibuk mengunyah keripik yang ia beli.

Reya duduk di samping sang ibu. Ratna tersenyum, memerhatikan. "Loh kamu masuk angin?"

"I-iya Bu. Di sana AC-nya agak rusak jadi dingin banget." Reya beralasan.

"Istirahat sana kalau gitu," pinta Ratna pada buah hatinya. Wanita itu merasa merepotkan sulungnya akibat penyakit yang ia derita.

"Iya, ibu enggak usah khawatir. Ibu tenang aja ini kan cuma masuk angin." Reya genggam tangan sang ibu.

Sementara itu Arka malah tertawa terbahak-bahak mendengar apa yang dikatakan sang kakak. Andai sang ibu tau kalau tanda merah itu bukan hasil dari masuk angin.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status