Share

5. Status WA

Sore tadi Jun telah tiba di rumah setelah melalui perjalanan darat yang panjang. Entah mengapa ia begitu menyukai perjalanan dengan mobil pribadi. Meski Reya mengatakan agar si om lebih baik naik pesawat saja karena tak ingin pria itu kelelahan, Tetap Saja, Jun nekat naik mobil, menyenangkan untuknya.

Saat tiba ia telah disuguhi makan malam spesial ala nyonya rumah. Steak daging, sayuran yang dikukus dan juga dengan bumbu yang ia pelajari selama kursus memasak tahun lalu. Spesial memang dan Juniar tak pernah menolak dan senang juga sebagai pemuas perutnya yang lapar.

Kini pria itu rebah di tempat tidur, ada Indi yang kini masih sibuk dengan ponsel miliknya. Asik melihat tiktok yang dibiarkan saja oleh Jun. Jun pernah menegur, Indi bilang kalau ia butuh hiburan, menjadi istri sulit. Meski di rumah ada empat pelayan, dua sopir dan delapan penjaga pikirannya tetap bercabang, katanya.

Jun memijat pelipisnya, kepalanya sedikit sakit. Ia merasa cemas dengan Reya. Apalagi mereka punya aturan kalau harus Jun yang terlebih dahulu menghubungi. Pria itu tak bisa dengan leluasa membalas pesan dari Reya selama ia tak di kantor. Mereka tak berinteraksi saat Jun di rumah, ah sebenarnya tidak juga. Di ponsel utama Jun, masih menyimpan kontak Reya. Gadis itu akan membuat status dan ia akan mengintip. Juga syarat utama dari Jun, gadis itu harus membuat status kemanapun ia pergi. Jun posesif dan memang demikian. Maka patut dipertanyakan mengapa Jun jadi hilang pedulinya.

Kini ia melihat status-status berusaha menahan diri untuk tak segera melihat status Reya. Karena ia lihat tadi berada di bawah sendiri. tentu saja hal itu ia lakukan karena Indi mengawasi.

"Kerjaan kamu di sana lancar Mas?" tanya Indi.

Jun mengangguk. "lumayan lah, gitu aja enggak ada yang spesial."

"Aku jadi besok ke Pasuruan. Aku udah beli sembako untuk dibagikan. Aku juga pakai kartu kredit kamu." Indi jabarkan lagi apa yang lakukan hari ini.

Jun lagi-lagi mengangguk. "Boleh, kan saya bilang silahkan pakai."

Indi melirik pada Jun. "Kita udah lama enggak liburan."

Pria itu kini menatap sang istri, ini jelas Indi minta diperhatikan kalau sudah cerewet begini. Meski rasa penasaran mencuat hebat akan status kekasihnya. Jun tahan kuat-kuat lebih baik terlambat mengetahui, daripada ketahuan sang istri. Itu agaknya yang selalu jadi motonya selama di rumah.

Jun mendekat, lalu membiarkan istri cantiknya rebah di pelukan. Jun adalah idaman, tubuh sempurna tak terlalu kekar, tapi memiliki garis-garis bidang yang halus di dada hingga perutnya, tinggi 183 cm dan itu sempurna, dia gagah. Jika ia diam tanpa suara terlihat dingin, tegas, cerdas, berwibawa dan mengintimidasi. Lalu saat Jun tersenyum ia berubah manis, dengan dia lesung pipi memikat.

"Mau liburan ke mana?" tanya Jun.

"Keliling Eropa seperti dua tahun lalu. Kita dua bulan ada di sana. Biasanya tiap tahun kita jalan-jalan. Ini mana? Udah dua tahun lho." Indi merajuk ia ingin jalan-jalan. Nampaknya Indonesia sudah membosankan.

"Ya, saya pikirkan dulu." Jun menjawab,

Tentu saja jawabannya adalah tidak. Dua bulan? Sebulan tak bertemu Reya sudah buat ia bingung setengah mati. Hingga jadwal temu yang harusnya sebulan sekali, kadang jadi sebulan dua kali atau kadang tiga kali. Jun butuh Intensitas Reya, seperti kokain yang buat candu.

"Kalau kamu malas biar aku sama Kuki aja." Indi coba beir penawaran.

Menarik .., juga menguntungkan tentu saja. Ia bisa berlama-lama berada di Bandung atau Jakarta. Atau di mana saja asal bersama Reya.

"Ya boleh, kalau kamu masu sama anak kita silahkan. Nanti saya nyusul." Kalimat kedua hanyalah bujukan lain. Agar tak terlihat jika ia tak ingin ikut.

"Oke aku nanti ngomong sama Kuki," kata Indi senang ia lalu mengecup pipi sang suami dan segera berjalan meninggalkan pria itu menuju kamar mandi.

Jun ambil kesempatan, ia buka ponselnya dan segera melihat status Reya. Kekasihnya masih berada di rumah sakit. Ia juga mengambil gambar tangan kanannya yang montok, berfoto di depan taman. Lalu memberi caption 'Udah ketemu masih rindu?'. Jun tahan senyum, takut tiba-tiba sang istri keluar. Lalu foto Reya dengan kedua tangan yang menutupi wajahnya.

"Kenapa harus ditutup?"Jun bergumam tanpa sadar.

"Apanya Mas?"

Jun menatap sang istri, berpura-pura bingung. "Gimana?"

"Kamu ngomong apa tadi?"

"Ah, kenapa baju kamu masih dipakai dari kamar mandi?" Seduktif, sengaja untuk menyembunyikan kesalahan.

"Memang kalau dibuka kamu mau?"

Jun letakan ponselnya, ia lalu duduk di sisi tempat tidur. Tangannya menepuk-nepuk kedua pahanya meminta sang istri duduk di sana. Indi mendekat, keduanya masih saling beri kehangatan, masih saling berhasrat. Wanita itu lalu duduk dan seperti biasa ia pasrah ada Jun.

***

Di rumah sakit, Reya rebah di tempat tidur yang berada di samping sang ibu. Ini ruang rawat kelas dua. Ada empat tempat tidur dan hanya ada dua pasien. Ratna yang berada di sudut menuju teras dan satu lagi bersebrangan dengan tempat tidur Ratna berada dekat pintu masuk.

Ratna memerhatikan Reya yang sibuk merebahkan tubuh sambil sibuk mengetik. Reya juga mencari tambahan uang dengan membuat cerita online.

"Ngetik apa kamu Nduk?" tanya Ratna.

Gadis itu menoleh menatap sang ibu. "Cerita Bu, lagi ajuin cerita baru."

"Tentang apa?"

"Ah, ini tentang pelakor. Lagi ramai di pasaran. Jadi aku bikin aja. Doain dapat kontrak dan bisa ikut daily biar dapar gaji bulanan," jawab Reya.

"Aamiin, ibu doain kamu lolos biar lancar rejekinya. Meskipun nulis tentang pelakor asal enggak jadi pelakor enggak apa-apa Nduk."

Reya hanya bisa tersenyum kecut. Yang terjadi adalah ia juga menjadi pelakor dan itu adalah fakta yang tak terbantahkan. Menyedihkan jika mendengar apa yang dikatakan sang ibu. Seolah mendapatkan hujaman dari ibu sendiri. Semoga saja Ratna tak pernah tau, itu yang ada dalam benak Reya. Ia lakukan ini demi sang ibu, juga agar hutang-hutang sang ayah segera Lunas semua. Sampai saat ini ia baru bisa membayar setengah. Dari uang penjualan rumah, juga ia mencicil tiap bulan. Uang yang ia kumpulkan pemberian Om Jun.

"Kamu udah minum obat?" tanya Ratna cemas.

Reya menggeleng. "Kenapa Bu?"

"Kemarin kamu bilang masuk angin, Itu sampai leher kamu kerok gitu." Ratna cemas sekali andai saja ia tau bahwa bukan angin, melainkan suami orang pelakunya. Sang ibu mungkin sudah melemparnya dengan kursi kayu di hadapannya,

"Ah, iya aku minum jamu masuk angin aja Bu. Udah minum tadi, hehehe." Reya terkekeh geli atas kebodohannya sendiri. Agaknya ia mulai iba pada angin yang dipersalahkan atas keadaanya saat ini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status