Kemajuan dalam segala bidang di masa sekarang ini sudah banyak memberikan kemudahan bagi para masyarakat saat ini. Mereka tak harus mendapatkan pekerjaan kantoran agar bisa mendapatkan uang. Bahkan remaja yang masih berada di bangku sekolah saat ini, sudah mampu mendapat uang jajan dengan banyak cara seperti berjualan online atau menulis di platform berbayar.
Seperti yang dilakukan Reya dan Lili keduanya sama-sama mencari uang dari menulis dan juga berjualan online. Hingga kebersamaan mereka bukan hanya obrolan yang sia-sia. Suka berbagi pikiran mengenai kepenulisan dan juga bisnis kecil-kecilan mereka berjualan merchandise k-pop."Makin susah cari uang kita. Ini lihat, masa gue ngajuin cerita dari bulan maret belum signed juga cerita gue? Gimana ini?" Lili mengeluh seraya memeluk sahabatnya itu.Sama juga dengan Reya. Hanya saja gadis itu memiliki sugar daddy yang bisa memenuhi kebutuhannya. Rasanya tak akan terlalu menjadi masalah bahkan jika ceritanya tertolak. Hanya aja akan sulit untuk menjawab pertanyaan sang ibu saat bertanya darimana ia mendapatkan uang, Namun, agaknya Reya mendapatkan sedikit keajaiban karena kemarin salah satu ceritanya resmi terkontrak."Coba lo bikin cerita pelakor deh," saran Reya."Lo 'kan tau gue basic-nya itu fantasi." Lili kini malah merebahkan kepalanya ke pangkuan Reya. Minta di manja, merengek, intinya hari ini sahabatnya itu menjadi sedikit menyebalkan."Ya, lo bikin fantasi romance tokohnya selingkuh. Gimana?" Reya coba memberikan saran.Lili segera bangkit ia duduk kembali dan kini sibuk meneguk minuman miliknya. "Kenapa harus pelakor sih?""Cerita gue yang naik step itu tentang pelakor." Reya jelaskan alasan mengapa ia meminta Lili membuat kisah mengenai pelakor."Sumpah ya gue tuh kayak males banget kalau bikin cerita tentang pelakor. Lagi ngapain sih lu ngambil laki-laki orang anjir? Banyak kok laki-laki lebih ganteng yang lebih kaya," cicit Lili.Sementara setelah mendengar apa yang dikatakan oleh sahabatnya itu membuat perasaannya jadi tak enak sendiri. Apalagi dengan statusnya saat ini yang juga adalah seorang pelakor."Ya, mungkin aja .., mereka punya alasan lain di balik itu. Bisa juga 'kan laki-lakinya yang ngejar perempuan, sampai akhirnya perempuannya nyerah." Reya mengutarakan pendapatnya sekaligus mencoba sedikit membela diri. Meskipun perkataan yang diutarakan oleh Lili tadi bukan mengenai dirinya. Tetap saja rea merasa itu adalah sungguh sindiran yang telak.Lucu menurut Lili saat mendengar apa yang dikatakan Reya. "Kok lo malah bela pelakornya sih?"Ya nggak ngebela sih gue cuman nggak mau melihat sesuatu dari satu sudut pandang aja. Ya misalnya laki-laki itu nggak dapat perhatian dari istrinya misalnya?" Lagi-lagi Reya coba melihat itu dari sudut pandangnya."Gue sih gampangnya gini aja Rey. Ketika lu dekat sama laki-laki dan laki-laki itu udah punya istri. Lo tuh nggak berhak ada di arena mereka. Udah sesimpel itu," kata Lili lagi.Mau dengar apa yang dikatakan oleh sahabatnya itu tentu saja membuat perasaan Reya menjadi sedikit kesal. "Ya udah gini aja. Sekarang lo mau nggak, bikin cerita tema pelakor? Demi cuan?""Gue coba deh," ujar Lili kini ia sepertinya mulai terbuka pikirannya untuk membuat sesuatu di luar zona nyamannya. "BTW, lo kenal Kuki?"Reya menganggukan kepalanya. Tentu saja ia kenal dengan Kuki. "Kenapa?""Dia mau ke Jakarta."Reya hanya menganggukan kepalanya. "Sama keluarganya?" Jelas maksud dari pertanyaan ini adalah, apakah Jun akan ikut dengan puteranya itu? Hanya saja, Reya tak mungkin memperjelas maksud dari pertanyaannya."Kayanya dia sendiri deh. Mau nginep sebulanan karena dia lagi ada projek sama temen-temennya, komunitas gamers gitu.""Oh gitu, gue kira dia di sini akan ada tugas kuliah atau semacamnya gitu?""Kayaknya sih Ada tugas kuliah juga cuman nggak tahu sih. Ada rencana dia mau nginep di rumah gua juga." Lily menjelaskan sambil mengunyah kudapan keripik seblak yang berada di hadapannya.Saat itu ponsel Reya bergetar sebuah pesan dari Jun. Lili sempat menoleh saat pesan itu masuk dan nampak mengambang di layar. Sebuah ketikan pesan manis 'jangan lupa makan siang, sayang'. Meski terbaca kaku sekali."Cieee, siapa tuh? Diem-diem ya ibu ini udah punya kekasih baru hati." Lili melirik dengan curiga. Tentu saja karena selama ini sahabatnya itu tak pernah memberitahu tentang kekasihnya selama ini.Reya dengan cepat mengambil ponsel miliknya yang tergeletak. Lagian, tumben sekali sang kekasih mengirim pesan siang-siang?"Temen doang Li." Reya menyahut cepat jelas malah membuat kecurigaan dari Lili. Mana bisa ia dibohongi? Selama ini sudah lebih dari sepuluh tahun mereka bersahabat."Tadi ditelepon terus sekarang di chat. Aduh aduh uwu banget sih kalian." Lili terkekeh melihat tingkah Reya yang salah tingkah."Temen aja Li, serius." Reya merengek ingin sahabatnya mengerti kalau pria yang menghubunginya itu hanyalah temannya saja.Lili jelas bisa melihat kalau ada sesuatu yang spesial di antara Reya dengan si pengirim pesan. "Kenapa sih lo pakai nutupin segala Rey? Justru bakal kelihatan banget karena lo mengelak. Lagian, kalau emang lo belum siap ngenalin pacar lo ke gue, gue nggak masalah pasti suatu saat lo akan kenalin dia ke gue "Tentu saja dalam hal ini Reya tak mungkin mengenalkan kekasihnya kepada sahabatnya itu. Bagaimana bisa ia mengatakan kalau menjalin hubungan dengan seorang pria yang memiliki istri. Dan lebih parahnya kekasihnya adalah paman dari sahabat baiknya. Mungkin jika ia mengatakan itu Lili sudah akan memenggal kepalanya atau kakinya. Makanya lebih baik diam dan bungkam.Sore ini Jun dalam perjalanan pulang dari kantor. Menyempatkan waktu untuk melipir sejenak untuk membeli martabak telur. Jun tak segan untuk membeli makanan di jalan. Sebelumnya, ia tak pernah melakukannya karena semua terbiasa dilayani, Hidup sebagai anak dengan privilege, istilah masa kini. Namun, lagi-lagi semua berubah saat Reya yang mengajarkan si om untuk sesekali merasakan sensasi jajan di jalan. Jun duduk di dalam mobil seraya menunggu pesanannya. Kemudian mengambil ponselnya dan segera menghubungi Reya. Tak lama sampai panggilan diterima "Kamu di mana?""Aku di rumah habis mandi, belum pulang Om?"Jun tersenyum, membayangkan kekasihnya itu selesai mandi kemudian aroma strawberry menyeruak dari dalam kamar mandi. Reya memang menyukai mandi dengan sabun dengan wangi buah terutama strawberry."PAsti wangi strawberry. hmm? Kamu bikin saya kangen." Jun merayu, kata-kata gombal."Kita kan nanti ketemu lagi kalau om ke Jakarta minggu depan." Reya coba mengingatkan janji temu merek
Jun dulu pernah bersikap naif dan membayangkan masa pernikahan yang manis. Meskipun gadis yang ia nikahi berdasarkan perjodohan. Berharap menjadi layaknya raja yang diberikan perhatian dan tempat untuk bersandar. Ya, Jun memang laki-laki dan tak salah 'kan jika ia berharap dan juga membayangkan akan melalui pernikahan dimana ia berniat meratukan sang istri kelak. Berharap akan ada wanita yang ia jadikan tempat mengeluhkan segala masalah dan juga sandaran bagi emosi-emosi kecilnya. Nyatanya, raja tak selamanya terpuaskan oleh ratunya. Ia yang harus membesarkan hati untu itu menggapai mimpinya sendiri, Sementara sang ratu membangun dunia yang katanya demi kebaikan sang raja. Bukan berarti ia tak menghargai apa yang sudah diberikan Indie bahkan ia bersyukur karena sang istri telah memberikannya buah hati. Tetap ada yang kurang, dan ia tak bisa temukan di di Indi. Selama ini coba ia tahan dan jadikan dirinya setia. Namun ketika ia benar-benar telah menemukan seorang yang bisa memberi it
"Itu ada pesan kenapa kamu matikan hapenya Mas?" tanya Indie curiga. Ia menatap pada sang suami yang terdiam.Jun kemudian merebahkan tubuhnya, membawa Indie ke dalam pelukannya membiarkan wanita itu rebah di bahu kemudian memeluknya. Tentu saja harus ada cara agar tak dicurigai dan Jun paling mengerti kalau Indi suka dimanja. "Saya capek dan udah malas banget malam ini. Kita istirahat ya," rayunya kemudian mencium kening wanitanya.Masih penasaran sebenarnya dengan gerak-gerik yang ditunjukan Jun. Hanya saja, Indi terlalu naif dan berpikir kalau Jun tak mungkin mendua atau apapun sebutannya. Jun begitu penyayang dan perhatian, hingga Indi berpikir kalau dirinya akan nampak jahat karena memikirkan kemungkinan akan ada perempuan lain di hati prianya. Bukan tanpa alasan Indi berpikir seperti itu. Dulu wanita itu berasal dari keluarga terpandang dan kehidupannya benar-benar dibatasi. Tak ada yang bisa ia lihat selain keindahan taman rumahnya yang layaknya istana. Kemudian ia dipaksa me
Sejak semalam Reya tak bisa terlelap. Sejak semalam ia memikirkan bagaimana caranya meminta maaf. Jadi takut kalau menghubungi Juna duluan. Takut si Om marah, padahal kangen. Ditambah lagi Jun sama sekali tak menghubungi. Hati dan perasaan Reya jadi makin tak keruan. Sebagai wanita biasanya memang paling menderita kalau perihal bertengkar begini. Paling sensitif, apa-apa jadi enggak enak. Reya pagi ini sudah buat sarapan. Menyiapkan nasi goreng untuk ibu dan adiknya juga yang hari ini akan berangkat ke kampus lebih pagi. Nasi goreng kampung tanpa kecap, dibuat dengan potongan rawit dan banyak daun bawang. Setelah selesai ia menyiapkan semua ke meja makan, tak lupa kerupuk putih yang dia beli di warung dekat rumah. Setelah selesai menyiapkan sarapan, Reya menuju kamar sang ibu untuk membantunya untuk pindah ke kursi roda, kemudian Reya mendorong menuju meja makan. Selanjutnya ia memanggil sang adik untuk segera sarapan bersama. Namun, tak ada jawaban. "Udah kamu di sini aja biarin Ar
"Oh bapak ya kalau di Bandung itu kebanyakan bolak-balik hotel sama pabrik Bu. Kadang sengaja datang ke butik yang produksinya pakai kain dari kita. Kadang juga suka diajak makan sama temannya. Kadang saya diajak juga." Pak Ahyat sudah melatih ini bersama Jun. Dan kini ia benar-benar mempergunakan dengan baik. Indi terdiam, ia sama sekali tak mencurigai jawaban yang diberikan oleh sang sopir. "Dia enggak ketemu perempuan gitu Pak?" tanya Indi lagi. Masih tak menyerah siapa tau dapat info lain."Kalau di Butik ya ketemu Bu. 'Kan bapak sering ke butik itu kalau beliau beli pakaian buat ibu tau mau kasih ke yang lain." Ahyat menjawab lancar. Tentu saja Ahyat akan bungkam karena dia sama saja dengan Jun. Punya selingkuhan, pemilik warung tak jauh dari apartemen Reya dan Jun. Kalau malem selalu kelon bobo hangat dalam dekap janda montok.Mana mau dia kehilangan selingkuhan dan cuan yang jumlahnya banyak? Selama ini Ahyat pintar sekali. Uang gaji jadi sopir dia buat istri tuanya. Bonus da
Setelah sarapan pagi ini, Reya memutuskan untuk datang ke rumah Lili. Tak ada kerjaan, lagi pula tadi sudah menyelesaikan daily paginya alias update cerita terbaru. Meninggalkan sang ibu yang sedang terlelap setelah sarapan. Hitung-hitung menghilangkan rasa galau karena si Om malam tadi. Sengaja juga matikan hape, lagi malas bicara. Sebelum sampai di rumah Lili, Reya menyempatkan diri untuk membeli kerupuk basreng pedas dan juga es teh dalam plastik. Meski keduanya sudah berusia dua puluh tahun lebih, tapi mereka masih saja suka makanan yang biasa di makan oleh anak-anak dan memang itu salah satu hal yang bisa membuat keduanya merasa senang. Senang setelah membawa bekal untuk mengobrol, Reya kembali melangkah menuju rumah Lili. Segera menyapa dari luar, ia tau tak ada siapa-siapa di dalam rumah. "Lili!" seru Reya.Tak lama temannya itu keluar. Lili tersenyum ketika Reya menunjukkan kantong bening yang terlihat isinya adalah kudapan yang biasa mereka santap dengan nikmat, biasa gene
Jun masih berusaha menghubungi Reya bahkan sudah mengancam gadis itu. Hanya saja tak ada balasan, tadi pesannya sudah terbaca, Namun Reya tak membalas dan bahkan enggan untuk menerima panggilan darinya, Jun rasanya mulai gila sendiri karena kelakuan gadis pujaannya itu. Jun kemudian mengambil ponsel miliknya lagi.Mencoba menghubungi Lili. Lagi-lagi mau tau bagaimana situasinya siapa tai masih ada Reya di sana."Halo Om?""Hmm, ibu udah balik?" tanyanya berpura-pura. Padahal tak tau juga apa yang akan dibicarakan kalau ada sang kakak yang sejak tadi ia cari."Belum pulang Om. Nanti kalau ibu pulang aku telepon Om ya?""Hmm, oke. Terus kamu sama siapa?" tanya Jun, "Sendiri, tadi ada Reya sih. Cuma ngobrol sebentar terus pulang nemenin ibunya lagi sakit." Lili menjelaskan."Ah, sakit apa?" Jun putra-pura tak tau-menahu padahal ia dengan jelas tau masalah itu."Jatuh Om. Kurang tau persisinya. Tapi sekarang masih pakai kursi roda. Jadi, apa-apa Reya sekarang, Enggak bisa ditinggal."Jun
Jun memilih mengalah kali ini. Ia sudah hafal betul jika dicecar, kekasihnya itu malah akan semakin menjadi. Biasanya jika ia terlalu sensitif, Reya tengah dekat dengan datang bulan. Bukan sekali- dua kali gadis itu bersikap seperti itu. Jadi Jun coba maklumi. Meski begitu ia masih merasa kesal karena terlalu lama diabaikan. Jun mengetuk jemarinya di meja kerja. Seperti kebiasaannya setiap kali merasa kesal atau sedang memikirkan sesuatu. Padahal sebentar lagi akan ada pertemuan dengan direksi. Namu, moodnya malah kacau seperti ini. Pria itu lalu coba hela napas beberapa kali, lalu meneguk air mineral yang berada di atas mejanya. Pintu diketuk, Jun mempersilahkan untuk masuk. Itu adalah Siska yang Jun tau kalau ia akan mengingatkan untuk rapat. "Maaf Pak, sudah ditunggu."Jun anggukan kepalanya, ia kemudian berjalan ke luar ruangan. Diikuti Siska berjalan menuju ruang rapat. Pembicaraan kali ini mengenai tawaran dari pemerintahan untuk bekerja sama dalam pemenuhan kain dalam juml