Share

6. Janji temu

Pagi ini Jun sudah berada di ruangannya di kantor Adidaya Raja Tekstil. Seperti biasa yang ia lakukan adalah membaca berkas-berkas laporan yang sudah disiapkan oleh sekretarisnya, Siska. Pria itu terlihat begitu gagah dengan setelan jas berwarna navy yang kini dikenakan. Dengan teliti dan tegak, duduk di kursi besar miliknya membaca laporan-laporan itu.

Jun memang terkenal begitu perfeksionis dalam pekerjaan mungkin itulah alasannya mengapa ia menjadi salah satu pemilik perusahaan yang disebut memiliki tangan dingin. Bukan hanya perihal mengatur perusahaan, tetapi juga keputusannya untuk memilih siapa saja rekan perusahaan dan juga bagaimana ia bermain di pasar saham. Semua penuh perhitungan, dan itu jelas mengesankan

Pria itu terhenti sebentar, kemudian membaca ulang laporan. Ada sedikit yang janggal dari laporan yang ia baca kemudian Jun mengangkat gagang telepon dan menghubungi sekretarisnya untuk masuk ke dalam.

"Sis Tolong kamu masuk ke dalam ada yang harus saya tanyakan," titahnya.

"Baik Pak."

Tak lama terlihat gadis itu berjalan masuk. Siska begitu cantik dengan tubuh tinggi semampai. Bahkan hari ini ia mengenakan setelan kemeja berwarna mint yang menunjukkan bentuk lekuk tubuhnya, juga rok yang berada di atas lutut. Rambutnya dibiarkan tergerai, dengan diikat sedikit di bagian atas. Tentu saja hal itu membuat tampilan Siska begitu mempesona dan seksi. Bahkan kadang dengan jelas wanita itu menggoda atasannya dengan menggunakan rok yang memiliki belahan cukup panjang dan dengan sengaja membuka kedua kancing kemejanya menunjukkan dada sintal yang menantang. Hanya saja sampai saat ini apa yang dilakukan Siska belum mendapatkan atensi yang berarti dari Jun.

Bukan Jun tak tergoda, jelas ia menyukai wanita cantik. Dan ia cukup mengagumi itu. Anggap saja sebagai sebuah lukisan yang bisa menyegarkan matanya. Jun bukan pria yang baru terjun ke arena permainan hati dan cinta. Sejak muda dulu ia sudah terbiasa dihadapkan pada wanita-wanita cantik yang begitu memujanya. Pria itu tampan, pintar dan terlebih lagi kaya. Sehingga sejak dulu banyak sekali gadis yang mengejar-ngejar Jun. Dulu dia suka bermain dengan wanita-wanita cantik, kebanyakan di antara mereka hanya menyukai uangnya saja karena bisa dibilang Jun cukup royal untuk itu.

Tentu saja kaum wanita begitu senang jika dimanjakan bukan hanya dengan perhatian tetapi juga dengan pemberian. Namun, kini Jun merasa itu bukan tempatnya lagi. Ya, artinya pria itu merasa buang-buang waktu jika harus bermain-main dengan wanita cantik yang terus menggodanya datang silih berganti.

Wanita cantik baginya kini memang hanya untuk dinikmati tampilannya. Saat ini yang ia cari bukan perempuan yang cantik atau menarik, tetapi seseorang yang bisa membuat dia nyaman. Jun butuh seseorang yang bisa menjadikan tempat ia bersandar dan menyalurkan sifat kekanak-kanakannya dan menerima itu dengan baik. Dan hanya Reya yang bisa melakukan itu. Motto Jun saat ini adalah 'harus ia yang menyukai wanita itu atau tidak sama sekali'. Intinya kalau ia tak menyukai wanita itu jangan harap akan dianggap oleh Juniar.

"Ya Pak?" tanya Siska kemudian ia berdiri di samping atasannya. Sedikit mendekatkan tubuhnya ke kursi milik atasannya hingga bisa mencium aroma manis yang cukup menusuk hidung.

Pria itu cuek seraya menunjukkan laporan yang janggal tadi. "Saya mau lihat faktur untuk pesanan ini. Ini pesanan dari perusahaan Jepang tempo hari kan?"

Siska kemudian membaca laporan yang ditunjukkan oleh Jun. Gadis itu sedikit menunduk, hingga membiarkan sedikit bagian tubuh atas yang terekspos. "Iya betul Pak, ini pesanan yang waktu itu diminta sama perusahaan Jepang. Tunggu sebentar biar saya carikan faktur-nya."

"Oke kalau gitu saya tunggu." Juniar tak menanggapi tingkah dari Siska dan ia kemudian memilih memberikan laporan itu dengan sedikit menggerakkan kepalanya menjadi tanda bahwa wanita itu harus segera ke luar dari ruangan.

Sang sekretaris kemudian berjalan ke luar ruangan. Jun lalu mengambil ponsel miliknya yang biasa ia gunakan untuk menghubungi kekasih gelapnya. Jun dengan segera menghubungi Reya. Ada perasaan cemas juga, karena kemarin gadis itu tak mengunggah apapun di status w******p-nya.

"Halo?" sapanya dari balik telepon.

"Ibu udah pulang dari rumah sakit belum?"

"Udah Om," jawab gadis tambun itu berbisik.

Mendengar suara Reya yang berbisik membuat Jun terkekeh geli. "Kenapa kamu bisik-bisik kayak gitu?"

"Soalnya ada Lili." Kini suaranya gadis itu terdengar semakin kecil dan itu menyebalkan.

Jun kemudian berdiri dari kursinya, ia berjalan mendekati jendela dan menatap keluar dari lantai delapan. "Kalau gitu ke kamar. Supaya suara kamu kedengaran. Kalau kayak gini saya nggak bisa dengar suara kamu. Saya kangen loh."

Terdengar suara kekehan kemudian ia tahu bahwa gadisnya tengah berlari ke kamar.

"Jangan lari," pria itu memperingatkan.

"Halo Om?"

Jun kembali tersenyum gemas. "Gimana Ibu udah pulang? Udah sehat belum?"

"Ibu udah sehat udah pulang juga. Om sehat kan?"

Jun anggukan kepalanya. "Saya sehat. Kamu udah makan belum? Kamu sehat kan?"

"Aku udah makan tadi aku bikin nasi goreng Lili minta dibuatin nasi goreng."

"Saya jadi laper, mau makan masakan buatan kamu. Hari ini kamu harus update status ya. Bisa enggak tidur saya kalau enggak lihat kamu sehari aja." Jun berucap, menggombal lebih tepatnya.

Reya terkekeh geli, kadang ia masih merasa tak percaya dengan apa yang dikatakan kekasihnya itu. "Padahal kan yang di samping Om lebih cantik?"

"Rey," teguran untuk Reya. Jika terus bahas Indi, Reya bisa kena pinalti dari Jun dengan harus melayani seharian.

"Iya maaf," rengek gadisnya buat si om gemas.

"Ya udah lanjutin kegiatan kamu hari ini sama Lili. Saya juga akan lanjut kerja. Kemungkinan minggu besok saya akan ke Jakarta kita ketemu lagi."

"Iya, sampai ketemu. Aku sayang Om banyak-banyak." Reya ucapkan dengan nada yang manja, gemas.

Imut, batin Juniar ia bahkan tersenyum sendiri. Meski hubungan mereka sudah berlangsung cukup lama perasaan Juniar sama sekali belum berubah. Masih terasa begitu menyenangkan. Apalagi saat wanitanya bersikap manja dan menggemaskan seperti tadi. Mungkin ini yang dinamakan cinta sesungguhnya. Bahwa ia benar-benar tak pernah merasa bosan ketika bersama dengan Reya.

"Hmm," sahut Om Jun.

"Babay, aku matiin ya?"

"Oke," sahut Jun. Ia lalu menunggu sampai Reya mematikan panggilan. Setelahnya kembali menuju tempat duduknya dan memasukkan kembali ponsel ke dalam laci mejanya.

Jun kemudian memainkan jemarinya di atas meja hingga menimbulkan bunyi berisik namun berirama. Di dalam hatinya juga merasa lega karena mendengar kabar bahwa ibu dari kekasihnya sudah sehat dan baik-baik saja. Dan Minggu besok, ia memang harus pergi ke Jakarta untuk memenuhi undangan salah seorang kliennya yang akan mengadakan acara pernikahan anak mereka. Tentu saja hal ini tidak disia-siakan oleh Jun. Ia jelas akan mendapat keuntungan dari acara itu. Keuntungan yang paling ia cari adalah bisa bertemu dengan Reya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status