Diperjalanan pulang menuju ke kedai, dalam benaknya terbersit uang yang lima puluh juta dari bang Andy akan disimpannya dulu dibuku tabungannya, supaya suatu hari nanti bisa dia gunakan untuk biaya Tia selama di Panti Asuhan, serta berobat jalan. Tapi apa cukup dengan uang sejumlah itu?. Mengingat perawatan Tia sampai bisa sembuh total mungkin akan makan waktu yang cukup lama, sedangkan biaya perawatan rumahsakit sangat tinggi bagi kondisi keuangan Iwan saat ini. Sedikitnya Iwan harus menyimpan gaji dari kedai, dan sebagian keuntungan hasil pemasukan uang dari bengkel.Akan tetapi, dia merasa membutuhkan seseorang, ya seorang perempuan yang dapat membantunya untuk mengurus Tia. Mencari perempuan baru lagi? Pendekatan lagi.. huh sungguh merepotkan. Iya kalau perempuan itu benar-benar sayang kepada putrinya, kalau cuma sandiwara picisan?.Benak Iwan terasa penuh memikirkan jalan keluar, akibat mengikuti emosinya, membawa Tia keluar dari rumah Dewi, dan juga uang yang ada dalam tabunganny
Dini menatap airmata Iwan menetes disudut matanya, ia mengusap dengan jemari tangan. Pada akhirnya pecah juga tangis Dini, saat ia ingat bahwa laki-laki didepannya itu adalah orang yang pernah hadir dalam perjalanan hidupnya. Dini semakin sesegukan, Iwan memeluk erat kedadanya, seolah tak ingin melepasnya kembali.Iwan mengangkat kepala Dini hingga mendongak dibawah dagunya,"Ternyata kita masih dipertemukan ya Din," kata Iwan sambil memeluknya kembali."Waktu kejadian tsunami itu, kamu terdampar dimana? siapa yang menolong kamu Din?""Aki di karang,""Karang mana? cikarang maksudnya?"Dini menggeleng,"Kara kara ang," Dini berusaha mengingat rumah aki Jupri."Oooh.. karawang betul?. Kamu masih ingat alamatnya,?Dini mengangguk pelan.Pelayan warteg bengong dan terharu melihat pertemuan mereka berdua. "Keluarganya ya mas?" sapa bapak warteg."Iya pak, sudah tiga hari menghilang,""Iya mas.. saya juga kasihan sama dia, tiap ditanya, katanya sudah lupa,"Iwan menatap wajah laki-laki par
Badrun terkejut melihat kehadiran Dini, sosok wanita berhijab yang menutup wajahnya dengan cadar. Spontan dia tersenyum. Ada rasa aneh didalam dirinya, di lingkungan kehidupan yang bebas pada suasana di pesisir pantai, tiba-tiba ada wanita bercadar. Apakah wanita ini sangat alim, hingga menutupi wajah serta tubuhnya, atau hanya ikut-ikutan trend mode saja; atau bisa juga tulus melakukannya sebagai muslimah yang wajib menutup aurat pada tubuhnya.Bu haji Romlah terlihat sedang duduk di teras, ia menegur Dini. Anak lelakinya, Badrun menghampiri ibunya, seperti biasa mencium punggung telapak tangan bu Romlah."Neng Dini, kenalkan ini Badrun anak ibu yang bungsu."Dini menangkupkan kedua telapak tangan ke dadanya, Badrun pun spontan mengikutinya menangkupkan tangan ke dadanya, lalu jalan masuk ke dalam rumah."Anak ibu ada dua, yang nomer satu perempuan, sudah menjanda tapi tinggal di rumahnya sendiri. Dia hobby bisnis neng.. kalo mau ikutan bisinis sama si Ita, nanti ibu kenalin ya,""Te
Hari berganti hari, Iwan hanya sempat satu hari menginap di Karawang, karena tugasnya belum dapat digantikan oleh siapapun. Akan tetapi hatinya berontak, rasanya ingin setiap hari dia bersama dengan Dini dan merawat Tia, namun dia tidak berani senekad itu meninggalkan peluang baik bersama orang baik yang bernama bang Andy. Dua bulan telah berlalu, Iwan kembali menengok Dini dan Tia ke Karawang. Tidak ada perubahan dari perlakuan Dini terhadap Iwan, ia tetap bersikap manis, dan melayani Iwan sebagaimana halnya istri kepada suaminya.Suatu malam, saat Dini sudah tertidur, Iwan keluar dari kamar lalu duduk di teras rumah bu haji Romlah. Badrun baru saja pulang, mendorong motornya masuk ke ruang dalam. Lalu menghampiri Iwan, Badrun dengan keramahannya, menemani Iwan duduk disitu.”Belum tidur kang..?””Iya, kebiasaan tidur tengah malam,” ”Kalau boleh tahu, Kang Iwan tugasnya dimana?” tanya Badrun.”Malam hari, saya nyanyi di kedai dan siang ngurus bengkel boss kedai,” ”Ooh, berarti kang
Iwan, tak sanggup melihat kecepatan mobil yang dikemudikan oleh Badrun. Dia ingin mengambil alih kembali, tapi takut Badrun tersinggung. Akhirnya dia memejamkan matanya, berusaha melenturkan otot-otot tubuhnya yang tegang disetiap kali setelah Badrun menginjak rem.Anak muda ini benar-benar nekad, dalam hati Iwan, bagaimanapun dia harus menghargai kebebasan hak orang lain, dia sudah menyerahkan setir mobil itu kepada Badrun, tentu Badrun lebih tahu resiko yang bakal dihadapinya.”Akhirnya kita sampe juga kang Iwan,” seru Badrun senang."Gila kang Badrun, cuma dua jam,""Maaf ya kang Iwan, saya kalau jalan pelan-pelan suka ngantuk jadinya,""Iya gak apa-apa... asal kang Badrun tanggung jawab aja kalau ada apa-apa. Ini mobil sewaan,""Iya kang.. beres."Mobil memasuki kota Bandung. Dimata Iwan, Badrun memang menguasai seluruh tikungan dimedan perjalanan dari arah Karawang menuju ke Bandung. Iwan pun salut, meski hatinya ketar-ketir. ”Tokonya dimana kang” tanya Iwan.”Kang Iwan tahu bere
”Maming dan pegawai yang lain cuti juga bang?” tanya Iwan.”Gak lah Wan.. Kata anak gue temen-temennya pada mau nyanyi sambil main gitar,ada juga yang bisa ngelawak one man show alias komika. Ga tau lah.. biar aja mereka bikin acara bebas sama temen-temennya, makanya gue ngerasa gak enak kalo ada lu.. paham Wan,?””Iya bang,”Iwan menatap lekat wajah bang Andy, sungguh semakin terlihat jelas bahwa sikap dari keputusan bang Andy membuat Iwan merasa ada jarak diantara mereka. Bukan sepenuhnya tulus dari rasa kekeluargaan yang muncul dari hati bang Andy, walaupun hal itu merupakan gaya seorang pemimpin yang bijak, tapi bagi Iwan, dia merasa seolah-olah rendah dimata bang Andy. Dia merasa hanyalah karyawan biasa saja, jika sewaktu-waktu tidak dibutuhkan, maka akan ditendang. Ucap batin Iwan.”Ada apa Wan.. sepertinya ada yang lu pikirin,””Iya bang.. “ Iwan bingung. Sesaat terdiam.Dia tak siap hendak menjawabnya, tapi tiba-tiba terbersit sesuatu untuk meminjam uang ke bang Andy.”Gak apa
Pagi hari itu Iwan baru saja tiba di rumah bu haji Romlah, dia masuk ke kamar karena pintunya tidak terkunci, tapi Dini tidak ada di dalam kamar. Iwan lalu mencarinya ke halaman belakang rumah. Disitulah Iwan shock, di depan matanya melihat Dini dipeluk oleh Badrun. Hatinya sangat kecewa, kesal, dadanya terasa sesak, bermacam rasa sakit hati muncul seketika itu juga. Iwan yang masih menyeret paksa tubuh Dini, masuk ke dalam kamar, dia langsung mendorong tubuh Dini sampai tersungkur diatas kasur. Iwan berusaha menekan gejolak emosinya, rasanya ingin mencekik wanita itu sampai berhenti nafasnya, akan tetapi akal sehatnya masih menahan dirinya.Dini tak kuasa menahan tangisnya, ia sesegukan sambil bangkit duduk dan menutupi wajahnya, ketakutan. "Dasar perempuan murahan.. maunya apa lagi sih.,?! aku tuh kerja banting tulang buat merubah hidup kamu, aku pingin angkat derajat kamu sebagai perempuan yang baik, terhormat, tapi kamu sendiri yang merusaknya, apa kamu mau tidur di jalanan lagi
Tubuh Iwan semakin limbung, dia tak sanggup menahan kesadarannya karena darah yang mengucur dari hidung dan mulutnya, sampai akhirnya jatuh diatas pasir pantai, pingsan.Ki Jupri semakin dekat dengan posisi Badrun dan Iwan, melihat kehadiran ki Jupri, Badrun memberi hormat sebagaimana layaknya seorang murid kepada gurunya, menangkupkan kedua telapak tangan ke dada sambil menundukkan kepalanya."Ki.. mohon maaf""Ada apa den..?""Salah paham ki.. aki kan tahu siapa saya,""Ya udah, nanti ceritanya.. ini bawa ke rumah den Badrun dulu.. Jang angkat tuh den Iwan ke motor, " pinta aki Jupri pada para nelayan.Beberapa nelayan yang sejak tadi hanya menonton perkelahian tersebut, langsung menghampiri ki Jupri."den, aki beli rempah obatnya dulu,""Iya ki.."Badrun lalu mengangkat motornya yang masih tergeletak di atas pasir, nelayan mengangkat tubuh Iwan dan membonceng di motor Badrun untuk menahan tubuh Iwan.**Di rumah bu haji Romlah~Iwan diobati oleh ki JUpri dengan baluran rempah-rempah