Share

Dalih Menikahi

Sungguh Anna tidak nyaman berduaan begini dengan Levin yang tidak bersuara. Seolah di dalam mobil hanya ada dia seorang, sedangkan Anna dianggap gaib.

"Mas Levin diam dari tadi," batin Sella gelisah tidak karuan.

"Dia bukan pria pendiam. Tapi kok bisa-bisanya dia menciptakan suasana hening gini," lanjut Anna menghela nafas panjang.

Pada akhirnya Anna membuka mulutnya memulai percakapan. Di sini tidak akan tercipta kehangatan jika satu sama lain diam tidak berani memulai..

"Mas, kamu baik-baik saja, 'kan?" tanya Anna menyentuh pundak sebelah kiri Levin.

Menoleh sebentar, Lebin menganggukkan pelan kepalanya. Lalu wajahnya kembali fokus dengan jalanan yang perlahan gelap karena malam tiba.

Selepas itu tidak ada percakapan lagi. Anna tidak ingin mengganggu konsentrasi Levin yang tengah menyelipkan mobil di sela kemacetan hari minggu.

Mungkin juga karena kelelahan, Levin malas membuka mulut. Seharian penuh menjadi pengantin. Kadang duduk berdiri menjabat tangan ribuan tamu undangan. Anna yang satu hari jadi mempelai wanitanya saja lelah, apalagi Levin selama satu bulan penuh menyiapkan segalanya.

"Mas Raka pasti capek. Diakan sendirian mengurus pernikahannya. Aku nggak boleh buat dia semakin tertekan. Biarkan sajalah dia diam," ujar Anna menyandarkan punggungnya di sandaran jok mobil. Meringankan rasa lelah pada tubuhnya.

"Mendapatkanmu itu bagaikan mencari daun kering. Sangat mudah untuk aku dapatkan," pekik Levin pelan, tersenyum licik menatap pantulan wajah Anna kaca spion dalam mobil. "Layaknya istri pada umumnya, kamu tetap akan aku nikmati. Ya walaupun kita saudara!" lanjut Levin.

"Kamu akan aku bantai habis, Anna. Kamu harus merasakan sakit yang aku rasakan dulu!" tutur Levin.

Di saat tatapan Anna tanpa sengaja memergokinya, Levin buru-buru mengalihkan pandangan ke sisi lain.

"Kamu kenapa Mas? Kalau ada apa-apa jangan sungkan bercerita. Kita sekarang suami istri, masalahmu adalah masalahku. Dan masalahku adalah masalahmu juga," tanya Anna menatap penampakkan raut wajah lelah pria itu.

"Nggak ada. Aku hanya kelelahan," jawab Levin dingin tanpa mengalihkan pandangan fokus ke depan.

Mobil silver pasangan pengantin baru itu telah tiba di tempat tujuan. Kini berjalan menyusuri pekarangan luas menuju ke depan teras rumah.

Melihat bangunan megah di depan sana, kedua mata Anna terbuka lebar. Tidak hanya megah, rumahnya sangat luar biasa. Dekorasi dan aksesoris area bagian luar rumah memikat perhatian Anna. Taman samping rumahnya pun begitu indah dipandang mata. Bunga-bunga bermekaran harum wangi semerbak menusuk indra pernafasan. Terpasang lampu kelap kelip menghiasi pendopo di tengah taman. Terasa romantis andaikan mereka duduk bersama di sana.

Levin seolah mempersiapkan semuanya untuk menyambut kedatangan wanita yang akan menemani kesepian dan tidurnya di rumah besar ini. Padahal nyatanya memang seperti itu dekorasi rumah Levin.

"Wah, cantik sekali!" pujinya celengak-celenguk memandang betapa indahnya bangunan di depan matanya.

"Kita sudah sampai!" ujar Levin sambil melepaskan sabuk pengaman di tubuhnya. Lalu pria itu keluar lebih dulu dari Anna.

Anna bergegas menyusul Levin yang sudah di luar mobil. "Apakah ini rumah kita?" Mulutnya ternganga melihat betapa megahnya rumah milik Levin. Bagaikan istana dari segi dekorasi luaran sudah berharga miliaran.

"Iya, ini rumah kita," jawab malas Levin.

Mulut Anna masih ternganga, ingin rasanya menambah wajahnya demi mengetahui ia sedang bermimpi atau memang kenyataan. Rumah di depan sana adalah kediamannya mulai hari ini.

Tangan kekar Levin menangkup mulut Anna yang sudah lama ternganga nyaris kemasukan lalat. "Bisa biasa aja? Kamu kampungan!" ejeknya mengangkat bibir ke atas menatap malas wajah Anna di sampingnya.

"Ini sudah malam. Aku ingin segera istirahat. Tubuhku sangat lelah sekali," ujar Levin berjalan lebih dulu, membawakan koper bawaan Anna dari rumah.

Mereka berjalan menyusuri koridor luas, dari lantai satu hingga ke lantai dua rumah besar itu. Sampai di depan pintu salah satu ruangan di lantai dua, Levin mengambil kunci di saku celana dan mencolokkan pada lubang kunci.

Saat pintu itu terbuka, pandangan mata Anna tertegun. Kamar itu sangatlah luas. Juga terdapat banyak aksesoris mahal di sana. Anna memang pernah jadi orang kaya, tetapi tidak sekaya Levin. Bahkan kamarnya juga tidak seluas dan semegah kamar yang ada di depan matanya sekarang.

Dengan langkah kaki bergetar, Anna masuk ke dalam menyusul Levin yang sudah mulai melepaskan jas yang kenakan. Kepalanya tengok kanan, kiri, depan, belakang, atas ke bawah. Ia begitu takjub. Merasa di istana raja.

"Aku akan benar-benar memanfaatkan kebodohanmu Anna. Dalih dengan menjadikanmu penghangat ranjang, aku akan menyiksamu hingga kamu menemui ajalmu. Kamu harus mati menyusul Mayra," ujar Levin menatap benci punggung Anna yang telah jauh berjalan masuk.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status